Kupang (ANTARA) - Fraksi PDI Perjuangan DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) terkejut dengan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 November 2019, yang menyebutkan bahwa angka pengangguran di wilayah itu bertambah dari 74.700 orang menjadi 83.000 orang.

"Di tengah gerakan akseleratif dan ekstra cepat Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur dalam membawa NTT berlari, kami cukup terkejut dengan rilis BPS NTT, bahwa pengangguran di NTT 2019 bertambah 8.300 orang," kata Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan NTT, Emanuel Konfridus di Kupang, Jumat (19/11).

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya angka pengangguran di Nusa Tenggara Timur, sebagaimana yang dikeluarkan BPS NTT.

Tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2019 sebesar 3,35 persen, naik 0,34 poin dibanding Agustus 2018, padahal, pertumbuhan ekonomi NTT kuartal II sangat bagus sebesar 6,36 persen, jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca juga: Tingkat pengangguran terbuka di NTT bertambah 8,3 ribu orang

Menurut dia, visi besar Gubernur dan Wakil Gubernur NTT untuk membawa NTT berlari, tentu harus didukung dengan gerakan akseleratif mesin birokrasi, yang dipimpin oleh pimpinan-pimpinan perangkat daerah, guna mensinkronkan arah pembangunan dan langkah-langkah kebijakan pembangunan.

Dia juga meminta semua pihak terkait perlu mendalami dengan serius program dan kegiatan dalam setiap detail rancangan APBD 2020, sebelum menuju persetujuan bersama untuk ditetapkan.

"APBD harus berdiri kokoh sebagai alat mewujudkan kesejahteraan rakyat, sebagai tanggung jawab etik tertinggi," kata Emanuel Kolfidus.

Dia menambahkan, Pemerintah Provinsi NTT menetapkan tema RKPD 2020 yakni peningkatan kualitas SDM melalui akses dan mutu pelayanan dasar, serta pengembangan pariwisata sebagai penggerak utama ekonomi berbasis masyarakat.

Namun, angka pengangguran yang meningkat menggugat tema besar ini. Artinya, boleh jadi masyarakat belum mendapatkan akses cukup terhadap berbagai sumber daya ekonomi, masalah kualitas SDM dalam kecenderungan pertumbuhan semu (pseudo growth) ekonomi.

"Pertumbuhan yang justru mendatangkan jurang yang makin lebar antar kelas dalam masyarakat, ini merupakan masalah klasik terkait indeks gini ratio," katanya. 


 

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024