Kupang (Antara NTT) - Warga yang bermukim di kawasan Gunung Egon, Desa Hebing, Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka-Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur menggagas peraturan desa (Perdes) mengatur pengelolaan sumber daya alam untuk menata ekologi kawasan itu.
"Karena sebagian besar warga di desa itu bergantung dari pertanian dan pemanfaatan sumber daya alam, maka warga sadar untuk mengatur seluruh pemanfaatan sumber alam yang ada melalui peraturan desa," kata Kepala Desa Hebing, Polikarpus melalui sambungan telepon kepada Antara Kupang, Sabtu.
Dia mengatakan, kesadaran warga itu didorong oleh sebuah studi pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan Kader Tani Mandiri bekerja sama dengan Critycal Ecosystem Parthnersip Fund (CEPF) melalui program "Improving Ecosystem Manajemen dan Livehoods in Egon Mountion Indonesia" yang dilakukan beberapa waktu sebelumnya.
Dasar dari hasil studi itulah, lalu pemerintah Desa Hebing menggagas pembentukan tim perumus pembuatan perdes yang melibatkan Badan Pemberdayaan Desa (BPD) Hebing, aparatur desa, para guru atau pendidik di desa itu serta seluruh kader tani.
"Kami sudah jalan dan saat ini sudah pada tahapan pembentukan tim perumus dan kami dibantu oleh sejumlah pihak lainnya, termasuk ada konsultan hukumnya Pak Yohanes Suban Kleden," kata Polikarpus.
Menurut dia, Warga desa sangat sadar, bahwa sumber daya air dan seluruh sumber daya alam yang ada di kawasan itu tidak boleh dimanfaatkan secara serampangan tanpa aturan. Perlu diatur pengelolaan dan pemanfaatannya untuk kepentingan bersama, merajut kesejahteraan yang diharapkan.
"Ini semangat dan roh dari warga desa dalam menggaggas peraturan desa tersebut. Hal inilah yang akhirnya mendorong semua warga ikut terlibat aktif dalam perumusan ini," katanya.
Koordinator Program Warga Tani Mandiri-Critycal Ecosystem Parthnersip Fund (CEPF) Herry Naif menjelaskan, rangkaian kegiatan penyusunan peraturan desa pengaturan ekologi sumber daya alam di Desa Hebing sudah jauh berporses dan diharap akan sudah final di 10 Mei mendatang.
Pelibatan seluruh aparatur desa dan semua warga serta komponen pendukung lainnya, menjadikan rancangan perdes tersebut bisa berjalan sesuai keinginan warga dalam konteks tetap menjaga kondisi pengolahaan sumber daya alam yang ada di desa tersebut.
"Warga kami libatkan dalam perumusan soal dan perancangan perdes sehingga nantinya bisa menjadi pengikat dalam penerapan dan pengakannya," katanya.
Dia mengatakan, mengawali kegiatan perumusan peraturan desa tersebut, warga dan seluruh tim perumus diingatkan kembali hal-hal yang diperoleh dari hasil studi yang dilakukan sebelumnya terkait pengelolaan sumber daya alam di kawasan tersebut.
"Konsultan hukum penelitin Yohanes Suban Kleden kami hadirkan untuk melakukan review hasil studi pengelolaan sumber daya alam dengan mengidentifikasi masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian," katanya.
Dari presentasi Konsultan Hukum Yohanes Suban Kleden tersebut, ditemukan sejumlah persoalan yang ada di Desa Hebing dan kawasan Egon pada umumnya, yaitu, longsor, banjir, kebakaran padang, gagal panen, keterbatasan serta menurunya debit air di seluruh sumber mata air yang ada serta abrasi pantai.
Terhadap sejumlah persoalan tersebut, lalu tim memetakan persoalan yang pokok berkaitan dengan keberlanjutan kehidupan warga di daerah itu. "Maka ditetapkan persoalan air menjadi yang terpenting untuk diatur dalam perdes tersebut sekaligus untuk kepentingan penyelamatan ekologi kawasa," katanya.
Tim perumus lalu dibagi dalam beberapa kelompok untuk menganalisis rancangan perdes itu memanfaatkan sejumlah analisis metode, yaitu, metode `ROCCIPI` (Role atau aturan, Opportunity atau peluang/kesempatan, Capacity atau kapasitas, Communication atau komunikasi, Interest atau kepentingan, Process atau proses serta Ideology atau siikap atau nilai).
Selanjutnya dibuatkannya, rencana tindak lanjut dan pembentukan struktur tim perumus.
Setelah itu disepakati bahwa pada tanggal 10 Mei nanti sudah harus ada naskah akademis dan rancangan perdes yang siap didiskusikan di Dusun Galit, Watubaler dan Hebing, untuk mendapat tambahan masukan dari masyarakat dan disempurnahkan.
"Selanjutnya kami konsultasikan dengan bagian hukum Pemdes dan Bagian Hukum Setda Sikka agar mendapatkan nomor registrasi," katanya.
Dia menambahkan, semua proses berjalan sangat kondusif karena pelibatan seluruh warga dan komponen masyarakat lainnya. "Semoga proses yang dirancang bisa berjalan lancar agar bisa segera diimplemnetasi di tengah masyarakat.
"Karena sebagian besar warga di desa itu bergantung dari pertanian dan pemanfaatan sumber daya alam, maka warga sadar untuk mengatur seluruh pemanfaatan sumber alam yang ada melalui peraturan desa," kata Kepala Desa Hebing, Polikarpus melalui sambungan telepon kepada Antara Kupang, Sabtu.
Dia mengatakan, kesadaran warga itu didorong oleh sebuah studi pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan Kader Tani Mandiri bekerja sama dengan Critycal Ecosystem Parthnersip Fund (CEPF) melalui program "Improving Ecosystem Manajemen dan Livehoods in Egon Mountion Indonesia" yang dilakukan beberapa waktu sebelumnya.
Dasar dari hasil studi itulah, lalu pemerintah Desa Hebing menggagas pembentukan tim perumus pembuatan perdes yang melibatkan Badan Pemberdayaan Desa (BPD) Hebing, aparatur desa, para guru atau pendidik di desa itu serta seluruh kader tani.
"Kami sudah jalan dan saat ini sudah pada tahapan pembentukan tim perumus dan kami dibantu oleh sejumlah pihak lainnya, termasuk ada konsultan hukumnya Pak Yohanes Suban Kleden," kata Polikarpus.
Menurut dia, Warga desa sangat sadar, bahwa sumber daya air dan seluruh sumber daya alam yang ada di kawasan itu tidak boleh dimanfaatkan secara serampangan tanpa aturan. Perlu diatur pengelolaan dan pemanfaatannya untuk kepentingan bersama, merajut kesejahteraan yang diharapkan.
"Ini semangat dan roh dari warga desa dalam menggaggas peraturan desa tersebut. Hal inilah yang akhirnya mendorong semua warga ikut terlibat aktif dalam perumusan ini," katanya.
Koordinator Program Warga Tani Mandiri-Critycal Ecosystem Parthnersip Fund (CEPF) Herry Naif menjelaskan, rangkaian kegiatan penyusunan peraturan desa pengaturan ekologi sumber daya alam di Desa Hebing sudah jauh berporses dan diharap akan sudah final di 10 Mei mendatang.
Pelibatan seluruh aparatur desa dan semua warga serta komponen pendukung lainnya, menjadikan rancangan perdes tersebut bisa berjalan sesuai keinginan warga dalam konteks tetap menjaga kondisi pengolahaan sumber daya alam yang ada di desa tersebut.
"Warga kami libatkan dalam perumusan soal dan perancangan perdes sehingga nantinya bisa menjadi pengikat dalam penerapan dan pengakannya," katanya.
Dia mengatakan, mengawali kegiatan perumusan peraturan desa tersebut, warga dan seluruh tim perumus diingatkan kembali hal-hal yang diperoleh dari hasil studi yang dilakukan sebelumnya terkait pengelolaan sumber daya alam di kawasan tersebut.
"Konsultan hukum penelitin Yohanes Suban Kleden kami hadirkan untuk melakukan review hasil studi pengelolaan sumber daya alam dengan mengidentifikasi masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian," katanya.
Dari presentasi Konsultan Hukum Yohanes Suban Kleden tersebut, ditemukan sejumlah persoalan yang ada di Desa Hebing dan kawasan Egon pada umumnya, yaitu, longsor, banjir, kebakaran padang, gagal panen, keterbatasan serta menurunya debit air di seluruh sumber mata air yang ada serta abrasi pantai.
Terhadap sejumlah persoalan tersebut, lalu tim memetakan persoalan yang pokok berkaitan dengan keberlanjutan kehidupan warga di daerah itu. "Maka ditetapkan persoalan air menjadi yang terpenting untuk diatur dalam perdes tersebut sekaligus untuk kepentingan penyelamatan ekologi kawasa," katanya.
Tim perumus lalu dibagi dalam beberapa kelompok untuk menganalisis rancangan perdes itu memanfaatkan sejumlah analisis metode, yaitu, metode `ROCCIPI` (Role atau aturan, Opportunity atau peluang/kesempatan, Capacity atau kapasitas, Communication atau komunikasi, Interest atau kepentingan, Process atau proses serta Ideology atau siikap atau nilai).
Selanjutnya dibuatkannya, rencana tindak lanjut dan pembentukan struktur tim perumus.
Setelah itu disepakati bahwa pada tanggal 10 Mei nanti sudah harus ada naskah akademis dan rancangan perdes yang siap didiskusikan di Dusun Galit, Watubaler dan Hebing, untuk mendapat tambahan masukan dari masyarakat dan disempurnahkan.
"Selanjutnya kami konsultasikan dengan bagian hukum Pemdes dan Bagian Hukum Setda Sikka agar mendapatkan nomor registrasi," katanya.
Dia menambahkan, semua proses berjalan sangat kondusif karena pelibatan seluruh warga dan komponen masyarakat lainnya. "Semoga proses yang dirancang bisa berjalan lancar agar bisa segera diimplemnetasi di tengah masyarakat.