Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang MSi mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Dalam Negeri, perlu menyiapkan skenario untuk mengantisipasi penundaan pilkada, termasuk format lain untuk memilih kepala daerah.
"KPU dan Kemendagri mesti menyiapkan berbagai skenario, tidak saja soal penundaan pilkada, namun harus ada format lain untuk memilih kepala daerah, jika situasi tidak memungkinkan untuk dilakukan pilkada dalam waktu yang lama," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Senin (30/3).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kemungkinan pilkada serentak 2020 ditunda hingga 2021 atau selama satu tahun, bahkan lebih akibat wabah corona.
Menurut dia, jika diasumsikan penundaan pilkada hingga 2021, maka yang mesti diantisipasi oleh pemerintah adalah akan ada kepala daerah yang masa jabatan berakhir di tahun 2020, sehingga perlu dipersiapkan pejabatnya.
Baca juga: Timor Tengah Utara tunda seluruh tahapan Pilkada serentak 2020
Baca juga: Tiga tahapan pilkada untuk Manggarai ditunda
"Tetapi masalahnya sekarang adalah sampai kapan dilakukan penundaan?. Jika diasumsikan penundaan hingga 2021, maka yang mesti diantisipasi adalah akan ada kepala daerah yang masa jabatan berakhir di tahun 2020 sehingga perlu dipersiapkan pejabatnya," katanya.
Selain itu, di tahun 2021 boleh jadi akan ada kepala daerah yang berakhir masa jabatan, maka diperlukan adanya pilkada serentak, sehingga jumlah daerah yang akan melaksanakan pilkada di tahun 2021 secara otomatis akan bertambah.
"Hal ini merupakan konsekuensi logis dari situasi virus Corona (COVID-19) yang tidak terkendali," kata Ahmad Atang menambahkan.
Artinya, jika pilkada ditundan dan dilaksanakan pada tahun 2021, namun apabila wabah ini tidak ada ujungnya, maka problem politik lokal akan menjadi beban tersendiri bagi bangsa ini.
Karena itu, KPU dan Kemendagri mesti menyiapkan berbagai skenario, tidak saja soal penundaan pilkada, namun harus ada format lain untuk memilih kepala daerah karena berakhirnya masa jabatan kepala daerah yang terus bertambah, katanya.
Baca juga: Gara-gara Corona, KPU NTT tunda pelantikan anggota PPS di lima kabupaten
"KPU dan Kemendagri mesti menyiapkan berbagai skenario, tidak saja soal penundaan pilkada, namun harus ada format lain untuk memilih kepala daerah, jika situasi tidak memungkinkan untuk dilakukan pilkada dalam waktu yang lama," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Senin (30/3).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kemungkinan pilkada serentak 2020 ditunda hingga 2021 atau selama satu tahun, bahkan lebih akibat wabah corona.
Menurut dia, jika diasumsikan penundaan pilkada hingga 2021, maka yang mesti diantisipasi oleh pemerintah adalah akan ada kepala daerah yang masa jabatan berakhir di tahun 2020, sehingga perlu dipersiapkan pejabatnya.
Baca juga: Timor Tengah Utara tunda seluruh tahapan Pilkada serentak 2020
Baca juga: Tiga tahapan pilkada untuk Manggarai ditunda
"Tetapi masalahnya sekarang adalah sampai kapan dilakukan penundaan?. Jika diasumsikan penundaan hingga 2021, maka yang mesti diantisipasi adalah akan ada kepala daerah yang masa jabatan berakhir di tahun 2020 sehingga perlu dipersiapkan pejabatnya," katanya.
Selain itu, di tahun 2021 boleh jadi akan ada kepala daerah yang berakhir masa jabatan, maka diperlukan adanya pilkada serentak, sehingga jumlah daerah yang akan melaksanakan pilkada di tahun 2021 secara otomatis akan bertambah.
"Hal ini merupakan konsekuensi logis dari situasi virus Corona (COVID-19) yang tidak terkendali," kata Ahmad Atang menambahkan.
Artinya, jika pilkada ditundan dan dilaksanakan pada tahun 2021, namun apabila wabah ini tidak ada ujungnya, maka problem politik lokal akan menjadi beban tersendiri bagi bangsa ini.
Karena itu, KPU dan Kemendagri mesti menyiapkan berbagai skenario, tidak saja soal penundaan pilkada, namun harus ada format lain untuk memilih kepala daerah karena berakhirnya masa jabatan kepala daerah yang terus bertambah, katanya.
Baca juga: Gara-gara Corona, KPU NTT tunda pelantikan anggota PPS di lima kabupaten