Kupang (Antara NTT) - Pemerintah Privinsi Nusa Tenggara Timur, Selasa, mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2016.
Opini WTP itu disampaikan Auditor Utama Keuangan Negara VII BPK RI Abdul Latif disela penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) atas LKPD Provinsi NTT tahun anggaran 2016 pada sidang paripurna istimewa DPRD NTT di Kupang.
Turut hadir Wakil Gubernur NTT Benny Litelnoni beserta jajaran SKPD, unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), perwakilan, emerintah Kota Kupang, perwakilan BPK Provinsi NTT, serta pimpinan sejumlah instansi vertikal di daerah setempat.
Abdul Latief mengatakan, pemeriksaan LKPD ditujukan untuk memberikan opini atas kewajaran dengan memperhatikan kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintah.
Selain itu, katanya, memperhatikan pula kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Ia menyebut, sebelumnya pemerintah provinsi setempat telah menyajikan sebanyak tujuh laporan keuangan tahun anggaran 2016 ke BPK yakni laporan realisasi anggaran, perubahan saldo anggaran lebih, neraca, operasional, arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta catatan atas laporan keuangan.
"Laporan keuangan itu telah diserahkan tepat waktu ke BPK RI pada 23 Maret 2017, dan BPK sesuai amanat UU telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaannya tepat waktu untuk disampaikan hari ini," katanya.
Ia mengatakan, BPK RI menghargai berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah provinsi setempat dalam rangka perbaikan dan tanggung jawab keuangan daerah.
Atas LKPD NTT tahun anggaran 2016, lanjut Latief, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Pencapaian opini WTP ini adalah yang kedua kalinya bagi pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur," katanya.
Namun demikian, lanjutnya, BPK masih menemukan sejumlah permasalahan yang harus menjadi perhatian pemerintah setempat. Pertama, terkait pengendalian dan penatausahaan aset tetap tanah dan gedung bangunan yang belum sepenuhnya memadai.
Kedua, lanjutnya, sistem aplikasi Samsat online dalam penngelolaan pajak kendaraan bermotor dan beab balik nama kendaraan bermotor yang juga belum memadai.
Ketiga, terdapat kekurangan volume pekerjaan terpasang atas pengadaan barang dan jasa pada enam SKPD setempat sebesar Rp1.664.616.211 dan denda keterlambatan yang belum dikenakan sebesar Rp376.743.015.
Terakhir, katanya, terdapat adanya kelebihan pembayaran atas pekerjaan pengadaan rambu lalu lintas jalan pada Dinas Perhubungan sebesar Rp376.716.870.
Abdul Latief berharap, pemerintah provinsi dapat mempertahankan opini WTP tersebut dan mendorong kabupaten/kota di provinsi kepulauan itu agar bisa meraih opini serupa, serta senantiasa menggunakan keuangan daerah sebesar-besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Opini WTP itu disampaikan Auditor Utama Keuangan Negara VII BPK RI Abdul Latif disela penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) atas LKPD Provinsi NTT tahun anggaran 2016 pada sidang paripurna istimewa DPRD NTT di Kupang.
Turut hadir Wakil Gubernur NTT Benny Litelnoni beserta jajaran SKPD, unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), perwakilan, emerintah Kota Kupang, perwakilan BPK Provinsi NTT, serta pimpinan sejumlah instansi vertikal di daerah setempat.
Abdul Latief mengatakan, pemeriksaan LKPD ditujukan untuk memberikan opini atas kewajaran dengan memperhatikan kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintah.
Selain itu, katanya, memperhatikan pula kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Ia menyebut, sebelumnya pemerintah provinsi setempat telah menyajikan sebanyak tujuh laporan keuangan tahun anggaran 2016 ke BPK yakni laporan realisasi anggaran, perubahan saldo anggaran lebih, neraca, operasional, arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta catatan atas laporan keuangan.
"Laporan keuangan itu telah diserahkan tepat waktu ke BPK RI pada 23 Maret 2017, dan BPK sesuai amanat UU telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaannya tepat waktu untuk disampaikan hari ini," katanya.
Ia mengatakan, BPK RI menghargai berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah provinsi setempat dalam rangka perbaikan dan tanggung jawab keuangan daerah.
Atas LKPD NTT tahun anggaran 2016, lanjut Latief, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Pencapaian opini WTP ini adalah yang kedua kalinya bagi pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur," katanya.
Namun demikian, lanjutnya, BPK masih menemukan sejumlah permasalahan yang harus menjadi perhatian pemerintah setempat. Pertama, terkait pengendalian dan penatausahaan aset tetap tanah dan gedung bangunan yang belum sepenuhnya memadai.
Kedua, lanjutnya, sistem aplikasi Samsat online dalam penngelolaan pajak kendaraan bermotor dan beab balik nama kendaraan bermotor yang juga belum memadai.
Ketiga, terdapat kekurangan volume pekerjaan terpasang atas pengadaan barang dan jasa pada enam SKPD setempat sebesar Rp1.664.616.211 dan denda keterlambatan yang belum dikenakan sebesar Rp376.743.015.
Terakhir, katanya, terdapat adanya kelebihan pembayaran atas pekerjaan pengadaan rambu lalu lintas jalan pada Dinas Perhubungan sebesar Rp376.716.870.
Abdul Latief berharap, pemerintah provinsi dapat mempertahankan opini WTP tersebut dan mendorong kabupaten/kota di provinsi kepulauan itu agar bisa meraih opini serupa, serta senantiasa menggunakan keuangan daerah sebesar-besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.