Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo meminta jajaran pimpinan daerah betul-betul mengatur "gas dan rem" atau laju dan henti penanganan COVID-19 di wilayahnya masing-masing berdasarkan tahapan dan indikator yang ada.
Hal itu disampaikan Presiden saat melakukan kunjungan di Posko Penanganan dan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja, kompleks Kantor Gubernur Jateng, Semarang, Selasa, (30/6).
Baca juga: Presiden Jokowi: Jangan paksakan normal baru bila data tidak mendukung
"Saya harapkan bapak/ibu dan saudara-saudara sekalian gas dan remnya itu betul-betul diatur, jangan sampai melonggarkan tanpa sebuah kendali rem sehingga mungkin ekonominya bagus tetapi COVID-nya juga naik. Bukan itu yang kita inginkan," ujar Presiden dalam arahannya sebagaimana disaksikan melalui video conference di Jakarta, Selasa.
Presiden mengatakan bahwa pengendalian COVID-19 harus seiring dengan perekonomian yang tidak terganggu meskipun hal tersebut tidak mudah.
"Ini bukan barang yang mudah. Semua negara mengalami dan kontraksi ekonomi terakhir yang saya terima, dunia diperkirakan pada tahun 2020 akan terkontraksi minus 6 sampai minus 7,6. Artinya global, dunia, sudah masuk ke yang namanya resesi," ujarnya.
Kepala Negara menyampaikan pada tahun ini Singapura diprediksi mengalami minus ekonomi 6,8 persen, Amerika -9,7 persen, Inggris -15,4 persen, Jerman -11,2 persen, Prancis -17,2 persen, dan Jepang -8,3 persen.
Baca juga: Presiden Jokowi: Setiap kebijakan penanganan COVID-19 dibuat berdasar data
Oleh sebab itu, Presiden menekankan Indonesia harus bisa mengatur dan mengelola laju dan henti antara COVID-19 atau kesehatan dan ekonomi.
Hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan hanya gubernur, bupati, dan wali kota, melainkan jajaran forkominda, TNI/Polri, dan seluruh gugus tugas agar betul-betul menjaga supaya bisa berjalan dengan baik.
"Oleh sebab itu, saya titip jangan sampai membuka pada tatanan baru new normal tetapi tidak melalui tahapan-tahapan yang benar," kata Presiden.
Hal itu disampaikan Presiden saat melakukan kunjungan di Posko Penanganan dan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja, kompleks Kantor Gubernur Jateng, Semarang, Selasa, (30/6).
Baca juga: Presiden Jokowi: Jangan paksakan normal baru bila data tidak mendukung
"Saya harapkan bapak/ibu dan saudara-saudara sekalian gas dan remnya itu betul-betul diatur, jangan sampai melonggarkan tanpa sebuah kendali rem sehingga mungkin ekonominya bagus tetapi COVID-nya juga naik. Bukan itu yang kita inginkan," ujar Presiden dalam arahannya sebagaimana disaksikan melalui video conference di Jakarta, Selasa.
Presiden mengatakan bahwa pengendalian COVID-19 harus seiring dengan perekonomian yang tidak terganggu meskipun hal tersebut tidak mudah.
"Ini bukan barang yang mudah. Semua negara mengalami dan kontraksi ekonomi terakhir yang saya terima, dunia diperkirakan pada tahun 2020 akan terkontraksi minus 6 sampai minus 7,6. Artinya global, dunia, sudah masuk ke yang namanya resesi," ujarnya.
Kepala Negara menyampaikan pada tahun ini Singapura diprediksi mengalami minus ekonomi 6,8 persen, Amerika -9,7 persen, Inggris -15,4 persen, Jerman -11,2 persen, Prancis -17,2 persen, dan Jepang -8,3 persen.
Baca juga: Presiden Jokowi: Setiap kebijakan penanganan COVID-19 dibuat berdasar data
Oleh sebab itu, Presiden menekankan Indonesia harus bisa mengatur dan mengelola laju dan henti antara COVID-19 atau kesehatan dan ekonomi.
Hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan hanya gubernur, bupati, dan wali kota, melainkan jajaran forkominda, TNI/Polri, dan seluruh gugus tugas agar betul-betul menjaga supaya bisa berjalan dengan baik.
"Oleh sebab itu, saya titip jangan sampai membuka pada tatanan baru new normal tetapi tidak melalui tahapan-tahapan yang benar," kata Presiden.