Kupang (Antara NTT) - Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur Marius Ardu Jelamu mengakui bahwa biaya berwisata ke daerah ini masih sangat mahal, akibat melonjaknya harga tiket pesawat udara yang membuat wisatawan menjadi enggan berkunjung.
"Mahalnya biaya perjalanan wisata itu terutama untuk harga tiket pesawat dari luar daerah masuk ke NTT baik melalui pintu Kota Kupang maupun Labuan Bajo di ujung barat Pulau Flores yang telah dinobatkan menjadi salah satu destinasi nasional," katanya di Kupang, Minggu.
Ia mengaku, kondisi itu sering dikeluhkan wisatawan terutama domestik seperti yang datang dari Surabaya, Jakarta, Bali, dan lainnya untuk menikmati keindahan wisata di Provinsi Selaksa Nusa itu.
Bahkan, katanya, ada pula wisatawan yang membandingkan harga tiket pesawat ke luar negeri seperti dari Jakarta ke Singapura dinilai masih lebih murah dari pada Jakarta-Kupang.
"Kami bisa lihat harga tiket untuk maskapai Air Asia dari Jakarta ke Singapura hanya Rp600-an ribu, sementara Jakarta-Kupang dengan maskapai seperti Lion Air harganya bisa lebih dari Rp2 juta per orang, itu pun baru terhitung saat pergi belum lagi pulangnya," katanya.
Selain itu, wisatawan dari luar menuju Kupang yang selanjutnya meneruskan perjalanan ke destinasi di pulau-pulau seperti ke Flores, Sumba, Alor, dan lainnya, harus mengeluarkan biaya tiket pesawat dengan harga berkisar Rp500.000-Rp900.000.
"Apalagi pada saat musim liburan yang menjadi waktu yang tepat berwisata, harga tiket justru naik lebih tinggi lagi. Ini yang sangat tidak menguntungkan bagi dunia pariwisata di NTT," katanya.
"Belum terhitung pula dengan penginapan, makan-minum, belanja, ataupun penyeberangan dengan kapal laut seperti dari Kota Labuan Bajo menuju Pulau Komodo dan sekitarnya sehingga memang berwisata ke NTT dinilai masih mahal," katanya.
Menurutnya, mahalnya harga tiket dapat berdampak mengganggu arus kunjungan wisatawan terutama domestik ke daerah itu yang ditargetkan dalam tahun ini mencapai 1,5 juta wisatawan baik domestik maupun asing.
Di sisi lain, katanya, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten memiliki kewenangan yang terbatas untuk menekan harga tiket pesawat untuk setiap maskapai penerbangan.
Dalam konteks keterbatasan wewenang itu, Marius berharap adanya terobosan kebijakan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan untuk mengatasi mahalnya harga tiket pesawat tersebut.
"Memang seharusnya ada kebijakan nasional yang mengatur perjalanan wisata yang memudahkan anak bangsa yang bisa berkunjung ke daerah-daerah di Indonesia dengan biaya perjalanan yang murah dan mudah dijangkau," katanya.
Kemudahan itu, menurutnya, tidak hanya untuk tujuan pariwisata semata melainkan juga dalam rangka memupuk rasa nasionalisme anak bangsa karena bisa dengan mudah mengenal nusantara hingga ke berbagai daerah pelosok.
"Jadi orang Jawa bisa dengan muda ke Papua, orang Sumatera ke NTT, orang Kalimantan ke Maluku, dan lainnya sehingga interaksi antaranak bangsa terjalin karena di situ terjadi pertemuan antara suatu daerah, suku dengan yang lain," katanya.
Lebih lanjut, Marius mengatakan dalam meningkatkan arus kunjungan wisatawan maka pemerintah setempat memiliki sejumlah kegiatan pariwisata rutin berskala nasional maupun internasional seperti Parade Kuda Sandelwood dan Festival Tenun Ikat di Pulau Sumba, Bulan Soekarno di Ende, balapan sepeda internasional Tour de Flores, maupun toring sepeda Tour de Timor.
Namun, menurutnya, berbagai kegiatan tersebut tidak efektif menarik kunjungan wisatawan ke daerah setempat jika dari segi biaya penerbangan sebagai moda transportasi yang banyak diminati masyarakat.
"Untuk itulah kenapa perlu adanya terobosan kebijakan dari kementerian terkait untuk mengatasi mahalnya biaya ini sehingga pergerakan wisatawan ke daerah-daerah bisa meningkat secara drastis," katanya.
"Mahalnya biaya perjalanan wisata itu terutama untuk harga tiket pesawat dari luar daerah masuk ke NTT baik melalui pintu Kota Kupang maupun Labuan Bajo di ujung barat Pulau Flores yang telah dinobatkan menjadi salah satu destinasi nasional," katanya di Kupang, Minggu.
Ia mengaku, kondisi itu sering dikeluhkan wisatawan terutama domestik seperti yang datang dari Surabaya, Jakarta, Bali, dan lainnya untuk menikmati keindahan wisata di Provinsi Selaksa Nusa itu.
Bahkan, katanya, ada pula wisatawan yang membandingkan harga tiket pesawat ke luar negeri seperti dari Jakarta ke Singapura dinilai masih lebih murah dari pada Jakarta-Kupang.
"Kami bisa lihat harga tiket untuk maskapai Air Asia dari Jakarta ke Singapura hanya Rp600-an ribu, sementara Jakarta-Kupang dengan maskapai seperti Lion Air harganya bisa lebih dari Rp2 juta per orang, itu pun baru terhitung saat pergi belum lagi pulangnya," katanya.
Selain itu, wisatawan dari luar menuju Kupang yang selanjutnya meneruskan perjalanan ke destinasi di pulau-pulau seperti ke Flores, Sumba, Alor, dan lainnya, harus mengeluarkan biaya tiket pesawat dengan harga berkisar Rp500.000-Rp900.000.
"Apalagi pada saat musim liburan yang menjadi waktu yang tepat berwisata, harga tiket justru naik lebih tinggi lagi. Ini yang sangat tidak menguntungkan bagi dunia pariwisata di NTT," katanya.
"Belum terhitung pula dengan penginapan, makan-minum, belanja, ataupun penyeberangan dengan kapal laut seperti dari Kota Labuan Bajo menuju Pulau Komodo dan sekitarnya sehingga memang berwisata ke NTT dinilai masih mahal," katanya.
Menurutnya, mahalnya harga tiket dapat berdampak mengganggu arus kunjungan wisatawan terutama domestik ke daerah itu yang ditargetkan dalam tahun ini mencapai 1,5 juta wisatawan baik domestik maupun asing.
Di sisi lain, katanya, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten memiliki kewenangan yang terbatas untuk menekan harga tiket pesawat untuk setiap maskapai penerbangan.
Dalam konteks keterbatasan wewenang itu, Marius berharap adanya terobosan kebijakan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan untuk mengatasi mahalnya harga tiket pesawat tersebut.
"Memang seharusnya ada kebijakan nasional yang mengatur perjalanan wisata yang memudahkan anak bangsa yang bisa berkunjung ke daerah-daerah di Indonesia dengan biaya perjalanan yang murah dan mudah dijangkau," katanya.
Kemudahan itu, menurutnya, tidak hanya untuk tujuan pariwisata semata melainkan juga dalam rangka memupuk rasa nasionalisme anak bangsa karena bisa dengan mudah mengenal nusantara hingga ke berbagai daerah pelosok.
"Jadi orang Jawa bisa dengan muda ke Papua, orang Sumatera ke NTT, orang Kalimantan ke Maluku, dan lainnya sehingga interaksi antaranak bangsa terjalin karena di situ terjadi pertemuan antara suatu daerah, suku dengan yang lain," katanya.
Lebih lanjut, Marius mengatakan dalam meningkatkan arus kunjungan wisatawan maka pemerintah setempat memiliki sejumlah kegiatan pariwisata rutin berskala nasional maupun internasional seperti Parade Kuda Sandelwood dan Festival Tenun Ikat di Pulau Sumba, Bulan Soekarno di Ende, balapan sepeda internasional Tour de Flores, maupun toring sepeda Tour de Timor.
Namun, menurutnya, berbagai kegiatan tersebut tidak efektif menarik kunjungan wisatawan ke daerah setempat jika dari segi biaya penerbangan sebagai moda transportasi yang banyak diminati masyarakat.
"Untuk itulah kenapa perlu adanya terobosan kebijakan dari kementerian terkait untuk mengatasi mahalnya biaya ini sehingga pergerakan wisatawan ke daerah-daerah bisa meningkat secara drastis," katanya.