Ende, Flores (Antara NTT) - Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) segera melakukan investigasi terhadap kekisruhan yang terjadi pada saat laga final liga III El Tari Memorial Cup (ETMC) 2017 yang mempertemukan kesebelasan Perse Ende dan PSN Ngada di Stadion Marilonga Ende, Rabu (9/8) malam.
"Kami akan menginvestigasi Asosiasi Provinsi (Asprov) NTT serta Panitia Penyelenggara Liga III ETMC 2017 di Ende untuk mengetahui duduk masalahnya," kata Ketua Departemen Sport Intelegen PSSI Pusat Farry Djemi Francis saat dihubungi dari Ende, Rabu malam.
Farry mengatakan sebelumnya PSSI telah mengantisipasi jika terjadi kekisruhan pada saat berlangsungnya pertandingan tersebut, karena fanatisme pendukung yang berlebihan terhadap masing-masing tim finalis antara kedua daerah bertetangga di Pulau Flores itu.
Pihaknya sendiri telah mengirimkan tim supervisi wasit agar bisa membantu jika terjadi hal-hal yang melanggar peraturan wasit saat penyelenggaraan kegiatan tersebut.
"Namun pihak Asprov NTT merasa bahwa mereka bisa mengatasinya sendiri, sekarang terbukti sudah terjadi kerusuhan," tuturnya.
Menurut Farry, sebenarnya PSSI telah mengantisipasi kekisruhan pada liga III ETMC ini dengan mengirim tim supervisi wasit, namun Asprov PSSI NTT merasa bisa mengatasinya sendiri.
Ia mengatakan yang pasti akan ada sanksi namun sanksi seperti apa yang akan diterima oleh pihak panitia dan wasit serta Asprov NTT belum bisa diketahui.
"Semuanya tergantung dari hasil investigasi yang akan dilakukan nanti oleh PSSI," tambah pendiri Sekolah Sepak Bola Bintang Timur Atambua tersebut.
Ia mengatakan bisa saja, sanksi yang diberikan sama seperti yang diberikan oleh PSSI kepada sejumlah tim di liga I dan II dengan denda yang mencapai ratusan juta rupiah.
Kekisruhan tersebut berawal dari para suporter kedua kesebelasan, yakni PSN Ngada dan Perse Ende yang berebut masuk ke dalam stadion Marilonga Ende yang hanya berkapasitas 7.000 penonton.
Akibat hal tersebut kurang lebih 15 suporter yang didominasi oleh wanita jatuh pingsan dan ada yang terinjak ketika berebut masuk ke dalam stadion.
Pantauan Antara kekisruhan bermula dari pemain PSN Ngada menyikut salah seorang pemain Perse Ende yang kemudian memicu masuknya ribuan suporter ke dalam lapangan saat pertandingan memasuki menit ke 59.
Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Nusa Tenggara Timur (NTT) Lambert Tukan mengatakan, kericuhan yang terjadi dalam laga final Liga El Tari Memorial Cup (EMTC) 2017 di Ende, akibat ulah penonton.
"Pada menit ke-59 babak kedua, seorang pemain PSN Ngada dan pemain Perse Ende saling mendorong dan itu tidak ada masalah, tetapi suasana menjadi ricuh karena penonton melempar batu ke dalam lapangan," katanya.
Lambert Tukan mengatakan, sejak awal memang panitia sudah mempertimbangkan faktor keamanan karena melihat jumlah penonton yang datang untuk menyaksikan pertandingan itu melebihi kapasitas stadion.
Karena itu, sesuai dengan aturan, sebelum pertandingan dimulai, pihaknya meminta pemerintah dan pihak keamanan untuk memberikan jaminan keamanan selama pertandingan sebelum pertandingan dimulai dan Kapolres serta Bupati Ende menurutnya telah menjamin hal tersebut.
"Kami akan menginvestigasi Asosiasi Provinsi (Asprov) NTT serta Panitia Penyelenggara Liga III ETMC 2017 di Ende untuk mengetahui duduk masalahnya," kata Ketua Departemen Sport Intelegen PSSI Pusat Farry Djemi Francis saat dihubungi dari Ende, Rabu malam.
Farry mengatakan sebelumnya PSSI telah mengantisipasi jika terjadi kekisruhan pada saat berlangsungnya pertandingan tersebut, karena fanatisme pendukung yang berlebihan terhadap masing-masing tim finalis antara kedua daerah bertetangga di Pulau Flores itu.
Pihaknya sendiri telah mengirimkan tim supervisi wasit agar bisa membantu jika terjadi hal-hal yang melanggar peraturan wasit saat penyelenggaraan kegiatan tersebut.
"Namun pihak Asprov NTT merasa bahwa mereka bisa mengatasinya sendiri, sekarang terbukti sudah terjadi kerusuhan," tuturnya.
Menurut Farry, sebenarnya PSSI telah mengantisipasi kekisruhan pada liga III ETMC ini dengan mengirim tim supervisi wasit, namun Asprov PSSI NTT merasa bisa mengatasinya sendiri.
Ia mengatakan yang pasti akan ada sanksi namun sanksi seperti apa yang akan diterima oleh pihak panitia dan wasit serta Asprov NTT belum bisa diketahui.
"Semuanya tergantung dari hasil investigasi yang akan dilakukan nanti oleh PSSI," tambah pendiri Sekolah Sepak Bola Bintang Timur Atambua tersebut.
Ia mengatakan bisa saja, sanksi yang diberikan sama seperti yang diberikan oleh PSSI kepada sejumlah tim di liga I dan II dengan denda yang mencapai ratusan juta rupiah.
Kekisruhan tersebut berawal dari para suporter kedua kesebelasan, yakni PSN Ngada dan Perse Ende yang berebut masuk ke dalam stadion Marilonga Ende yang hanya berkapasitas 7.000 penonton.
Akibat hal tersebut kurang lebih 15 suporter yang didominasi oleh wanita jatuh pingsan dan ada yang terinjak ketika berebut masuk ke dalam stadion.
Pantauan Antara kekisruhan bermula dari pemain PSN Ngada menyikut salah seorang pemain Perse Ende yang kemudian memicu masuknya ribuan suporter ke dalam lapangan saat pertandingan memasuki menit ke 59.
Wasit pertandingan akhirnya memutuskan untuk menghentikan pertandingan, karena lapangan Marilonga sudah penuh para supertor yang datang dari kedua tim tersebut.
PSN Ngada memilih Walk Out (WO) dan tidak meneruskan pertandingan saat skor 1-0 untuk Perse Ende. Wasit akhirnya memutuskan Perse Ende menjadi juara dalam Liga III ETMC 2017 yang berlangsung di Kota Ende tersebut.
PSSI Sesalkan
Farry mengatakan PSSI sangat menyesalkan insiden kisruh antarpemain pada pertandingan Liga III NTT saat final memperebutkan Piala El Tari Memorial Cup (ETMC) 2017 di Stadion Marilonga, Ende, Rabu (9/8) malam.
"Secara umum kami sesalkan kejadian tersebut karena memang membuat malu sepak bola NTT," katanya dan menambahkan pesta sepak bola NTT yang berakhir ricuh pada Rabu malam itu menjadi salah satu tragedi sepak bola bola NTT yang tidak bisa dilupakan.
Ia mengatakan pertandingan final antara Perse Ende dan PSN Ngada terhenti di menit ke-59 akibat ada dugaan pemukulan dari salah satu pemain terhadap pemain lawan.
Pascapemukulan itu lalu ratusan suporter mulai memenuhi lapangan dan suasana menjadi sulit dikendalikan, bahkan pada saat jelang pertandingan kondisi lapangan juga sudah tidak memungkinkan untuk dilaksnakannya pertandingan karena banyak penonton duduk di pingiran garis lapangan.
"Antusiasme warga untuk menonton adalah hal positif. Namun, ketidaksiapan panitia pelaksana dalam rentang koordinasi Asprov NTT patut disesalkan. Bagaimana mungkin suporter masih dibiarkan masuk melebihi kapasitas daya tampung stadion," ujar Farry.
Akibat ketidaktegaskan panitia dan Asprov berujung pada suporter menyaksikan pertandingan langsung dari pinggir garis lapangan, tanpa pagar pembatas.
Ia menilai hal tersebut akan sangat membahayakan pemain. Dan tidak heran jika dalam beberapa adegan pertandingan final beberapa suporter cepat bereaksi terhadap pemain dan dengan mudah masuk ke dalam lapangan.
"Situasi ini kemudian menjadi tak terkendali. Wasit kesulitan mengatur jalannya pertandingan. Bahkan untuk tendangan pojok, aparat keamanan mesti meminggirkan para penonton yang duduk langsung di bibir garis lapangan," tambahnya.
ETMC 2017 sendiri telah terdaftar resmi dalam liga III PSSI. Dengan kejadian tersebut menurut Farry banyak yang harus dibenahi dan harus dievaluasi seperti kesiapan panitia saat membendung membludaknya penonton yang ingin masuk ke lapangan.
"Secara umum kami sesalkan kejadian tersebut karena memang membuat malu sepak bola NTT," katanya dan menambahkan pesta sepak bola NTT yang berakhir ricuh pada Rabu malam itu menjadi salah satu tragedi sepak bola bola NTT yang tidak bisa dilupakan.
Ia mengatakan pertandingan final antara Perse Ende dan PSN Ngada terhenti di menit ke-59 akibat ada dugaan pemukulan dari salah satu pemain terhadap pemain lawan.
Pascapemukulan itu lalu ratusan suporter mulai memenuhi lapangan dan suasana menjadi sulit dikendalikan, bahkan pada saat jelang pertandingan kondisi lapangan juga sudah tidak memungkinkan untuk dilaksnakannya pertandingan karena banyak penonton duduk di pingiran garis lapangan.
"Antusiasme warga untuk menonton adalah hal positif. Namun, ketidaksiapan panitia pelaksana dalam rentang koordinasi Asprov NTT patut disesalkan. Bagaimana mungkin suporter masih dibiarkan masuk melebihi kapasitas daya tampung stadion," ujar Farry.
Akibat ketidaktegaskan panitia dan Asprov berujung pada suporter menyaksikan pertandingan langsung dari pinggir garis lapangan, tanpa pagar pembatas.
Ia menilai hal tersebut akan sangat membahayakan pemain. Dan tidak heran jika dalam beberapa adegan pertandingan final beberapa suporter cepat bereaksi terhadap pemain dan dengan mudah masuk ke dalam lapangan.
"Situasi ini kemudian menjadi tak terkendali. Wasit kesulitan mengatur jalannya pertandingan. Bahkan untuk tendangan pojok, aparat keamanan mesti meminggirkan para penonton yang duduk langsung di bibir garis lapangan," tambahnya.
ETMC 2017 sendiri telah terdaftar resmi dalam liga III PSSI. Dengan kejadian tersebut menurut Farry banyak yang harus dibenahi dan harus dievaluasi seperti kesiapan panitia saat membendung membludaknya penonton yang ingin masuk ke lapangan.
Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Nusa Tenggara Timur (NTT) Lambert Tukan mengatakan, kericuhan yang terjadi dalam laga final Liga El Tari Memorial Cup (EMTC) 2017 di Ende, akibat ulah penonton.
"Pada menit ke-59 babak kedua, seorang pemain PSN Ngada dan pemain Perse Ende saling mendorong dan itu tidak ada masalah, tetapi suasana menjadi ricuh karena penonton melempar batu ke dalam lapangan," katanya.
Lambert Tukan mengatakan, sejak awal memang panitia sudah mempertimbangkan faktor keamanan karena melihat jumlah penonton yang datang untuk menyaksikan pertandingan itu melebihi kapasitas stadion.
Karena itu, sesuai dengan aturan, sebelum pertandingan dimulai, pihaknya meminta pemerintah dan pihak keamanan untuk memberikan jaminan keamanan selama pertandingan sebelum pertandingan dimulai dan Kapolres serta Bupati Ende menurutnya telah menjamin hal tersebut.
Ulah penonton
Lambert Tukan mengatakan, kericuhan yang terjadi dalam laga final Liga El Tari Memorial Cup (EMTC) 2017 di Ende, akibat ulah penonton.
"Pada menit ke-59 babak kedua, seorang pemain PSN Ngada dan pemain Perse Ende saling mendorong dan itu tidak ada masalah, tetapi suasana menjadi ricuh karena penonton melempar batu ke dalam lapangan," katanya.
Lembert kepada Antara menjelaskan, sejak awal memang panitia sudah mempertimbangkan faktor keamanan karena melihat jumlah penonton yang datang untuk menyaksikan pertandingan itu melebihi kapasitas stadion.
Karena itu, sesuai dengan aturan, sebelum pertandingan dimulai, pihaknya meminta pemerintah dan pihak keamanan untuk memberikan jaminan keamanan selama pertandingan sebelum pertandingan dimulai.
Saat itu, baik Kapolres maupun Bupati Ende sudah menyatakan bahwa pertandingan bisa dilaksanakan, namun kericuhan tidak bisa dilerai karena ribuan penonton masuk ke lapangan saat sebagian dari mereka melempar batu ke dalam lapangan.
Tanpa penonton
Mengenai pertandingan ulang, dia mengatakan, pertandingan ulang hanya bisa dilakukan jika terjadi keadaan tidak memungkinkan sehingga panitia tidak bisa melanjutkan pertandingan.
Keadaan darurat ini, kata dia, sesuai ketentuan harus berlaku minimal selama 30 menit pertama dan 30 menit kedua.
Artinya, kalau selama 60 menit atau satu jam, pertandingan tidak bisa dilanjutkan karena alasan keamanan, maka panitia akan mengambil keputusan untuk menjadwalkan ulang pertandingan tanpa penonton.
Pertandingan ulang itu, kata dia, bisa dilaksanakan dimana saja sesuai dengan keputusan panitia. Hanya saja, PSN Ngada menolak untuk melanjutkan pertandingan dan meninggalkan lapangan sepak bola sebagai bentuk mogok terhadap insiden itu.
"Kami sudah koordinasi dengan Bupati Ngada untuk meyakinkan anak-anak, tetapi mereka tetap bersikeras meninggalkan lapangan dengan menyampaikan secara resmi kepada pengawas pertandingan," katanya.
Karena itu, sesuai dengan ketentuan, tim yang mogok bertanding dan meninggalkan lapangan dinyatakan kalah 3-0, sehingga Perse Ende dinyatakan menang 4-0 atas PSN Ngada, sekaligus menjadi juara ETMC 2017, katanya.
Penjelasan ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pencinta sepak bola agar tidak terpengaruh dengan informasi menyesatkan yang ramai beredar di media sosial saat ini, kata Lambert Tukan yang juga pengurus PSSI itu.
"Pada menit ke-59 babak kedua, seorang pemain PSN Ngada dan pemain Perse Ende saling mendorong dan itu tidak ada masalah, tetapi suasana menjadi ricuh karena penonton melempar batu ke dalam lapangan," katanya.
Lembert kepada Antara menjelaskan, sejak awal memang panitia sudah mempertimbangkan faktor keamanan karena melihat jumlah penonton yang datang untuk menyaksikan pertandingan itu melebihi kapasitas stadion.
Karena itu, sesuai dengan aturan, sebelum pertandingan dimulai, pihaknya meminta pemerintah dan pihak keamanan untuk memberikan jaminan keamanan selama pertandingan sebelum pertandingan dimulai.
Saat itu, baik Kapolres maupun Bupati Ende sudah menyatakan bahwa pertandingan bisa dilaksanakan, namun kericuhan tidak bisa dilerai karena ribuan penonton masuk ke lapangan saat sebagian dari mereka melempar batu ke dalam lapangan.
Tanpa penonton
Mengenai pertandingan ulang, dia mengatakan, pertandingan ulang hanya bisa dilakukan jika terjadi keadaan tidak memungkinkan sehingga panitia tidak bisa melanjutkan pertandingan.
Keadaan darurat ini, kata dia, sesuai ketentuan harus berlaku minimal selama 30 menit pertama dan 30 menit kedua.
Artinya, kalau selama 60 menit atau satu jam, pertandingan tidak bisa dilanjutkan karena alasan keamanan, maka panitia akan mengambil keputusan untuk menjadwalkan ulang pertandingan tanpa penonton.
Pertandingan ulang itu, kata dia, bisa dilaksanakan dimana saja sesuai dengan keputusan panitia. Hanya saja, PSN Ngada menolak untuk melanjutkan pertandingan dan meninggalkan lapangan sepak bola sebagai bentuk mogok terhadap insiden itu.
"Kami sudah koordinasi dengan Bupati Ngada untuk meyakinkan anak-anak, tetapi mereka tetap bersikeras meninggalkan lapangan dengan menyampaikan secara resmi kepada pengawas pertandingan," katanya.
Karena itu, sesuai dengan ketentuan, tim yang mogok bertanding dan meninggalkan lapangan dinyatakan kalah 3-0, sehingga Perse Ende dinyatakan menang 4-0 atas PSN Ngada, sekaligus menjadi juara ETMC 2017, katanya.
Penjelasan ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pencinta sepak bola agar tidak terpengaruh dengan informasi menyesatkan yang ramai beredar di media sosial saat ini, kata Lambert Tukan yang juga pengurus PSSI itu.