Kupang (Antara NTT) - Kawasan tambak garam seluas 200 haktare di Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur diterlantarkan investor asal Jakarta sejak diserahkan pemerintah tahun 1994 melalui sistem hak guna usaha (HGU).
"Potensi garam di Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah seluas sekitar 200 haktare.sudah diserahkan pemerintah kepada salah satu investor dari Jakarta dalam bentuk HGU sejak 1994, namun sampai sekarang diterlantarkan begitu saja," kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral, Kabupaten Kupang Titus Anin di Oelamasi, Rabu.
Ia mengatakan, pemerintah Kabupaten Kupang sedang berupaya melakukan pendekatan dengan investor sebagai upaya menarik kembali kesepakatan yang disepakati 23 tahun silam itu.
"Pemerintah akan memberikan memberikan kesempatan kepada perusahan lain sehingga proses pembangunan di daerah ini lebih cepat berkembang. Masyarakat pemilik lahan bisa memanfaatlan lahan yang ada itu sebagai lahan produksi garam rakyat," tegas Anin.
Anin menjelaskan, apabila lahan seluas 200 haktare dikelola secara baik mampu memproduksi garam mencapai 500 ton pertahun, karena kawasan sepanjang pantai Kecamatan Kupang Tengah merupakan daerah penghasil garam terbesar di Kabupaten Kupang.
"Kita lihat saja potensi tambak garam di Bipolo yang dikelola PT Garam Nasional ternyata mampu memproduksi garam sebanyak 800 ton/tahun. Kita butuh investor seperti ini yang serius garam yang ada sehingga daerah ini mampu memenuhi kebutuhan garam nasional," kata Anin.
"Potensi garam di Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah seluas sekitar 200 haktare.sudah diserahkan pemerintah kepada salah satu investor dari Jakarta dalam bentuk HGU sejak 1994, namun sampai sekarang diterlantarkan begitu saja," kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral, Kabupaten Kupang Titus Anin di Oelamasi, Rabu.
Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Kupang sedang berupaya menarik kembali sistem HGU kepada investor itu, karena setelah 23 tahun lahan itu dikuasai tidak ada aktivitas tambak garam pada lokasi yang telah ditentukan.
"Kami sedang berupaya untuk menarik kembali sistem HGU dengan investor tersebut agar bisa dialihkan ke investor lain untuk menggarap potensi tambak garam yang cukup menjanjikan di Desa Oebelo tersebut," ujarnya.
Berdasarkan kesepakatan dengan pihak investor bahwa lahan seluas 200 haktare itu dapat dimanfaatkan selama 30 tahun dengan sistem HGU untuk pengembangan usaha garam, namun sampai saat ini selama 23 tahun berlalu, tidak ada aktivitas yang ditunjukkan oleh investor bersangkutan.
Berdasarkan kesepakatan dengan pihak investor bahwa lahan seluas 200 haktare itu dapat dimanfaatkan selama 30 tahun dengan sistem HGU untuk pengembangan usaha garam, namun sampai saat ini selama 23 tahun berlalu, tidak ada aktivitas yang ditunjukkan oleh investor bersangkutan.
Ia mengatakan, pemerintah Kabupaten Kupang sedang berupaya melakukan pendekatan dengan investor sebagai upaya menarik kembali kesepakatan yang disepakati 23 tahun silam itu.
"Pemerintah akan memberikan memberikan kesempatan kepada perusahan lain sehingga proses pembangunan di daerah ini lebih cepat berkembang. Masyarakat pemilik lahan bisa memanfaatlan lahan yang ada itu sebagai lahan produksi garam rakyat," tegas Anin.
Anin menjelaskan, apabila lahan seluas 200 haktare dikelola secara baik mampu memproduksi garam mencapai 500 ton pertahun, karena kawasan sepanjang pantai Kecamatan Kupang Tengah merupakan daerah penghasil garam terbesar di Kabupaten Kupang.
"Kita lihat saja potensi tambak garam di Bipolo yang dikelola PT Garam Nasional ternyata mampu memproduksi garam sebanyak 800 ton/tahun. Kita butuh investor seperti ini yang serius garam yang ada sehingga daerah ini mampu memenuhi kebutuhan garam nasional," kata Anin.