Jakarta (ANTARA) - Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendorong pengembangan kawasan pariwisata Taman Nasional (TN) Komodo tidak mengorbankan komodo maupun masyarakat lokal yang sudah ratusan tahun hidup berdampingan.
"Pengembangan bersifat investasi tidak boleh menggusur warga lokal dan tidak boleh memisahkan warga lokal dan komodonya, karena dia adalah saudara kembarnya," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan akademisi dan masyarakat tentang pembangunan di TN Komodo, dipantau secara virtual dari Jakarta, Senin, (23/11).
Baca juga: BTN Komodo sebut tak ada pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca
Dedi mengatakan dari berbagai sudut pandang, orang lokal telah mengorbankan diri untuk hidup berdampingan dengan komodo. Degan status taman nasional, masyarakat lokal tidak melakukan eksploitasi dan hidup dengan berbagai batasan tidak bisa mengembangkan pertanian.
Hal itu berbeda dengan sifat dari investasi yang mengejar profit yang bisa diperoleh dari kawasan itu.
"Kalau keuntungannya sudah tidak ada, aspek ekonomi sudah tidak menjanjikan mereka juga akan pergi," kata Dedi, yang menjadi pimpinan sidang dalam RDPU yang diadakan membahas pembangunan sarana dan fasilitas wisata di Loh Buaya, Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur itu.
Pendapat yang sama diutarakan juga oleh Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, guru besar bidang ilmu pengelolaan satwa liar dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang hadir dalam RDPU tersebut.
Ia menegaskan bahwa wisata memang memungkinkan dalam kawasan taman nasional di zona pemanfaatan sesuai dengan ketentuan yang dibuat pemerintah, salah satunya lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8 Tahun 2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam.
Baca juga: 5.719 wisatawan kunjungi Pulau Komodo pada Agustus-Oktober
Kalau sudah dilakukan di zona pemanfaatan berarti secara aspek legal sudah sah, tegas dosen Fakultas Kehutanan UGM itu. Tapi, tidak boleh mengesampingkan tugas konservasi komodo yang harus dilakukan kawasan taman nasional itu.
"Bagaimanapun juga TN Komodo itu visinya adalah konservasi satwa yang namanya komodo. Kalau usaha wisata itu apabila dimungkinkan boleh dilakukan, tapi kalau tidak mungkin, komodo tetap jadi prioritas nomor satu," kata Satyawan.
"Pengembangan bersifat investasi tidak boleh menggusur warga lokal dan tidak boleh memisahkan warga lokal dan komodonya, karena dia adalah saudara kembarnya," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan akademisi dan masyarakat tentang pembangunan di TN Komodo, dipantau secara virtual dari Jakarta, Senin, (23/11).
Baca juga: BTN Komodo sebut tak ada pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca
Dedi mengatakan dari berbagai sudut pandang, orang lokal telah mengorbankan diri untuk hidup berdampingan dengan komodo. Degan status taman nasional, masyarakat lokal tidak melakukan eksploitasi dan hidup dengan berbagai batasan tidak bisa mengembangkan pertanian.
Hal itu berbeda dengan sifat dari investasi yang mengejar profit yang bisa diperoleh dari kawasan itu.
"Kalau keuntungannya sudah tidak ada, aspek ekonomi sudah tidak menjanjikan mereka juga akan pergi," kata Dedi, yang menjadi pimpinan sidang dalam RDPU yang diadakan membahas pembangunan sarana dan fasilitas wisata di Loh Buaya, Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur itu.
Pendapat yang sama diutarakan juga oleh Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, guru besar bidang ilmu pengelolaan satwa liar dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang hadir dalam RDPU tersebut.
Ia menegaskan bahwa wisata memang memungkinkan dalam kawasan taman nasional di zona pemanfaatan sesuai dengan ketentuan yang dibuat pemerintah, salah satunya lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8 Tahun 2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam.
Baca juga: 5.719 wisatawan kunjungi Pulau Komodo pada Agustus-Oktober
Kalau sudah dilakukan di zona pemanfaatan berarti secara aspek legal sudah sah, tegas dosen Fakultas Kehutanan UGM itu. Tapi, tidak boleh mengesampingkan tugas konservasi komodo yang harus dilakukan kawasan taman nasional itu.
"Bagaimanapun juga TN Komodo itu visinya adalah konservasi satwa yang namanya komodo. Kalau usaha wisata itu apabila dimungkinkan boleh dilakukan, tapi kalau tidak mungkin, komodo tetap jadi prioritas nomor satu," kata Satyawan.