New York (ANTARA) - Nilai tukar dolar AS jatuh dari level tertinggi tiga setengah bulan terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), terseret kemunduran imbal hasil (yields) obligasi pemerintah AS menjelang laporan data inflasi penting dan lelang obligasi minggu ini.
Mata uang save-haven dolar AS merosot 0,46 persen menjadi 91,95, terhadap enam mata uang utama saingannya, setelah mencapai tertinggi tiga setengah bulan di 92,506 selama jam perdagangan Asia.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun turun menjadi 1,544 persen setelah mencapai 1,613 persen pada Senin (8/3/2021), mendekati level tertinggi 13 bulan. Imbal hasil telah meningkat di tengah ekspektasi bahwa rebound ekonomi yang lebih cepat dari perkiraan akan memicu lonjakan inflasi, dengan Presiden Joe Biden diperkirakan akan menandatangani paket bantuan virus corona senilai 1,9 triliun dolar AS minggu ini.
"Kami melihat imbal hasil turun setelah kami mendapat beberapa pernyataan menenangkan dari Menteri Keuangan Janet Yellen yang meremehkan prospek inflasi yang tak terkendali," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions.
Pada Senin (8/3/2021), Yellen mengatakan paket bantuan Biden akan memicu pemulihan ekonomi AS yang "sangat kuat", dan bahwa ada alat untuk menangani inflasi jika ekonomi berjalan terlalu panas.
Tetapi beberapa pelaku pasar waspada, imbal hasil dapat naik lebih lanjut minggu ini karena pasar mempertimbangkan lelang obligasi pemerintah bertenor tiga tahun, 10 tahun, dan 30 tahun senilai 120 miliar dolar AS, terutama setelah lelang ringan minggu lalu dan penjualan surat utang tujuh tahun menunjukkan lonjakan dalam imbal hasil.
“Saya tidak yakin bahwa perputaran ini sudah berakhir,” kata Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex. "Saya ingin melihat beberapa tindak lanjut untuk membujuk saya."
Indeks harga konsumen AS dan data indeks harga produsen, yang akan dirilis pada Rabu (10/3/2021) dan Jumat (12/3/2021), juga akan diawasi dengan ketat.
"Stabilitas kemungkinan akan tetap menjadi tema hari ini menjelang lelang surat utang AS dan rilis inflasi AS besok, yang merupakan risiko jangka pendek untuk pasar valas," kata ahli strategi ING dalam catatan hariannya.
Mata uang terkait komoditas diuntungkan dari penarikan kemunduran imbal hasil, dengan dolar Australia naik 0,9 persen menjadi 0,7718 dolar AS dan dolar Selandia Baru naik 0,65 persen menjadi 0,7174 dolar AS.
Prospek ekonomi telah cerah secara global karena percepatan peluncuran vaksin COVID-19 di beberapa negara dan juga akibat paket stimulus AS, kata Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), menaikkan perkiraannya.
Euro menguat 0,47 persen menjadi 1,19035 dolar AS dan sterling naik 0,58 persen menjadi 1,3901 dolar AS.
Baca juga: Emas melonjak tembus 1.700 dolar di akhir perdagangan
Ke depan, pedagang fokus pada pertemuan dua hari Federal Reserve AS minggu depan. Ekspektasi rendah bahwa bank sentral akan mengumumkan perubahan kebijakan besar, setelah Ketua Jerome Powell pekan lalu tidak mengungkapkan kekhawatiran tentang kenaikan imbal hasil obligasi.
Mata uang save-haven dolar AS merosot 0,46 persen menjadi 91,95, terhadap enam mata uang utama saingannya, setelah mencapai tertinggi tiga setengah bulan di 92,506 selama jam perdagangan Asia.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun turun menjadi 1,544 persen setelah mencapai 1,613 persen pada Senin (8/3/2021), mendekati level tertinggi 13 bulan. Imbal hasil telah meningkat di tengah ekspektasi bahwa rebound ekonomi yang lebih cepat dari perkiraan akan memicu lonjakan inflasi, dengan Presiden Joe Biden diperkirakan akan menandatangani paket bantuan virus corona senilai 1,9 triliun dolar AS minggu ini.
"Kami melihat imbal hasil turun setelah kami mendapat beberapa pernyataan menenangkan dari Menteri Keuangan Janet Yellen yang meremehkan prospek inflasi yang tak terkendali," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions.
Pada Senin (8/3/2021), Yellen mengatakan paket bantuan Biden akan memicu pemulihan ekonomi AS yang "sangat kuat", dan bahwa ada alat untuk menangani inflasi jika ekonomi berjalan terlalu panas.
Tetapi beberapa pelaku pasar waspada, imbal hasil dapat naik lebih lanjut minggu ini karena pasar mempertimbangkan lelang obligasi pemerintah bertenor tiga tahun, 10 tahun, dan 30 tahun senilai 120 miliar dolar AS, terutama setelah lelang ringan minggu lalu dan penjualan surat utang tujuh tahun menunjukkan lonjakan dalam imbal hasil.
“Saya tidak yakin bahwa perputaran ini sudah berakhir,” kata Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex. "Saya ingin melihat beberapa tindak lanjut untuk membujuk saya."
Indeks harga konsumen AS dan data indeks harga produsen, yang akan dirilis pada Rabu (10/3/2021) dan Jumat (12/3/2021), juga akan diawasi dengan ketat.
"Stabilitas kemungkinan akan tetap menjadi tema hari ini menjelang lelang surat utang AS dan rilis inflasi AS besok, yang merupakan risiko jangka pendek untuk pasar valas," kata ahli strategi ING dalam catatan hariannya.
Mata uang terkait komoditas diuntungkan dari penarikan kemunduran imbal hasil, dengan dolar Australia naik 0,9 persen menjadi 0,7718 dolar AS dan dolar Selandia Baru naik 0,65 persen menjadi 0,7174 dolar AS.
Prospek ekonomi telah cerah secara global karena percepatan peluncuran vaksin COVID-19 di beberapa negara dan juga akibat paket stimulus AS, kata Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), menaikkan perkiraannya.
Euro menguat 0,47 persen menjadi 1,19035 dolar AS dan sterling naik 0,58 persen menjadi 1,3901 dolar AS.
Baca juga: Emas melonjak tembus 1.700 dolar di akhir perdagangan
Ke depan, pedagang fokus pada pertemuan dua hari Federal Reserve AS minggu depan. Ekspektasi rendah bahwa bank sentral akan mengumumkan perubahan kebijakan besar, setelah Ketua Jerome Powell pekan lalu tidak mengungkapkan kekhawatiran tentang kenaikan imbal hasil obligasi.