Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mendorong inisitaif P4G (Partnering for Green Growth and Global Goals 2030) untuk melakukan langkah luar biasa dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
"Inisiatif P4G Partnering for Green Growth and Global Goals 2030 tidak bisa dilakukan dengan ‘business as usual’. Kita harus melakukan dengan cara-cara yang luar biasa. Kemitraan antarpemangku kepentingan adalah kunci untuk memastikan aktivitas perekonomian, produksi, dan konsumsi dilakukan secara berkelanjutan," ujar Presiden Joko Widodo sebagaimana ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Ancaman perubahan iklim dan pandemi COVID-19 mengingatkan seluruh negara untuk lebih serius dalam mengembangkan pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat berpidato secara virtual pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) P4G, Partnering for Green Growth and Global Goals 2030, yang digelar di Korea Selatan, Minggu, (30/5).
Untuk itu, inisiatif P4G 2030 tidak bisa dilakukan dengan biasa-biasa saja, melainkan harus dengan cara yang luar biasa.
Presiden Jokowi memandang bahwa langkah-langkah fundamental untuk memastikan tercapainya pembangunan hijau di tataran global harus dilakukan.
Pertama, mewujudkan “enabling environment” yang mendorong sinergi antara investasi dan penciptaan lapangan kerja dengan pembangunan hijau.
"Indonesia telah menerapkan perencanaan pembangunan rendah karbon yang menjadi bagian tak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka menengah nasional. Indonesia juga telah meluncurkan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai wujud komitmen Indonesia agar kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat tidak merugikan lingkungan," jelasnya.
Kedua, mendorong inovasi dalam memobilisasi sumber daya pendukung bagi implementasi pertumbuhan hijau.
Menurut Presiden Jokowi, ketersediaan dukungan pendanaan dan transfer teknologi merupakan kunci sukses bagi pembangunan hijau, bagi netralitas karbon. Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia terbuka bagi investasi dan transfer teknologi.
"Indonesia tengah mengembangkan kawasan industri hijau terbesar di dunia, di Kalimantan Utara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan. Indonesia juga memiliki visi untuk membangun pasar karbon dan akan menjadi pemilik stok karbon terbesar di dunia," imbuhnya.
Baca juga: Presiden akui akurasi data pemerintah masih rendah
Ketiga, Presiden Jokowi memandang setiap negara perlu memperkuat kerja sama konkret yang bisa segera efektif dilaksanakan dan bisa berkelanjutan. Menurutnya, proteksionisme yang berkedok isu lingkungan harus dihindari. Parameter prolingkungan harus jelas, serta dijalankan secara jujur dan transparan.
Baca juga: Presiden: Tantangan di ruang digital semakin besar
"Kerja sama dan upaya bersama untuk menyelesaikan masalah bersama menjadi syarat fundamental bagi kesuksesan ekonomi hijau, apalagi di saat dunia dalam masa pemulihan pandemi sekarang ini. Dan saya tegaskan bahwa Indonesia berkomitmen tinggi untuk bersama-sama dunia mewujudkan kehidupan yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan," katanya.
"Inisiatif P4G Partnering for Green Growth and Global Goals 2030 tidak bisa dilakukan dengan ‘business as usual’. Kita harus melakukan dengan cara-cara yang luar biasa. Kemitraan antarpemangku kepentingan adalah kunci untuk memastikan aktivitas perekonomian, produksi, dan konsumsi dilakukan secara berkelanjutan," ujar Presiden Joko Widodo sebagaimana ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Ancaman perubahan iklim dan pandemi COVID-19 mengingatkan seluruh negara untuk lebih serius dalam mengembangkan pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat berpidato secara virtual pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) P4G, Partnering for Green Growth and Global Goals 2030, yang digelar di Korea Selatan, Minggu, (30/5).
Untuk itu, inisiatif P4G 2030 tidak bisa dilakukan dengan biasa-biasa saja, melainkan harus dengan cara yang luar biasa.
Presiden Jokowi memandang bahwa langkah-langkah fundamental untuk memastikan tercapainya pembangunan hijau di tataran global harus dilakukan.
Pertama, mewujudkan “enabling environment” yang mendorong sinergi antara investasi dan penciptaan lapangan kerja dengan pembangunan hijau.
"Indonesia telah menerapkan perencanaan pembangunan rendah karbon yang menjadi bagian tak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka menengah nasional. Indonesia juga telah meluncurkan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai wujud komitmen Indonesia agar kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat tidak merugikan lingkungan," jelasnya.
Kedua, mendorong inovasi dalam memobilisasi sumber daya pendukung bagi implementasi pertumbuhan hijau.
Menurut Presiden Jokowi, ketersediaan dukungan pendanaan dan transfer teknologi merupakan kunci sukses bagi pembangunan hijau, bagi netralitas karbon. Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia terbuka bagi investasi dan transfer teknologi.
"Indonesia tengah mengembangkan kawasan industri hijau terbesar di dunia, di Kalimantan Utara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan. Indonesia juga memiliki visi untuk membangun pasar karbon dan akan menjadi pemilik stok karbon terbesar di dunia," imbuhnya.
Baca juga: Presiden akui akurasi data pemerintah masih rendah
Ketiga, Presiden Jokowi memandang setiap negara perlu memperkuat kerja sama konkret yang bisa segera efektif dilaksanakan dan bisa berkelanjutan. Menurutnya, proteksionisme yang berkedok isu lingkungan harus dihindari. Parameter prolingkungan harus jelas, serta dijalankan secara jujur dan transparan.
Baca juga: Presiden: Tantangan di ruang digital semakin besar
"Kerja sama dan upaya bersama untuk menyelesaikan masalah bersama menjadi syarat fundamental bagi kesuksesan ekonomi hijau, apalagi di saat dunia dalam masa pemulihan pandemi sekarang ini. Dan saya tegaskan bahwa Indonesia berkomitmen tinggi untuk bersama-sama dunia mewujudkan kehidupan yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan," katanya.