Kupang (AntaraNews NTT) - Gizi buruk pada anak, seringkali disebabkan oleh kurangnya asupan makanan bergizi seimbang yang menyebabkan terganggunya proses pencernaan makanan ataupun penyerapan zat gizi penting yang diperlukan oleh tubuh.
Dalam istilah medis, gizi buruk ini dikenal juga dengan sebutan busung lapar yang memiliki tiga bentuk klinis, yaitu Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Ciri-ciri gizi buruk pada anak adalah terlihat kurus, pertumbuhan kurang, dan berat badannya kurang. Biasanya anak susah atau tidak mau makan, kadang rewel, sering menderita sakit yang berulang, dan terkadang timbul pembengkakan pada tungkai atau bahkan seluruh tubuh.
Selain itu, kulitnya kendor dan keriput, terlihat kering dan teraba dingin ketika kulit dicubit ringan dan dilepas, kulit lama kembali, yang artinya turgor berkurang. Lapisan lemak di bawah kulit sedikit, sehingga kulit tampak tipis. Otot-otot mengecil (atropi) sehingga kontur tulang terlihat jelas.
Secara global, separuh dari semua kasus gizi pada anak balita disebabkan oleh air yang tidak aman, sanitasi yang tidak memadai atau kebersihan yang kurang. Kondisi seperti ini sering menyebabkan diare berulang dan infeksi cacing usus.
Di hampir semua negara, anak-anak dari kelurga kurang mampu memiliki tingkat gizi buruk tertinggi. Karena hal ini tentu saja akan memengaruhi ketersidaan makanan bergizi untuk anak-anak.
Pemberian makanan pun harus dilakukan secara bertahap, karena tubuh yang tadinya tidak mendapatkan cukup makanan perlu beradaptasi, dan makanan terbaik adalah yang tinggi protein dan karbohidratnya.
Kondisi inilah yang tampaknya dilakukan dengan cermat oleh petugas layanan kesehatan di Kota Kupang sehingga berhasil menyelamatkan sekitar 240 anak balita penderita gizi buruk di Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur ini pada 2017.
"Penderita gizi buruk di Kota Kupang jumlahnya cukup tinggi. Meskipun demikian, para penderita telah tertangani secara baik melalui pendampingan dan pemberian makanan tambahan bergizi yang dilakukan oleh petugas kesehatan daerah ini," kata Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Kupang Marianah kepada Antara, pekan lalu.
Berdasarkan temuan petugas kesehatan dan kader posyandu di Kota Kupang selama tahun 2017, tercatat sedikitnya 240 anak berusia 1-5 tahun mengalami gizi buruk dengan indikator berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan.
Berat badan anak tidak sesuai dengan tinggi badan anak. "Kami temukan kasus ini pada saat pemeriksaan medis di puskesmas dan posyandu yang rutin memberikan pelayanan kesehatan terhadap anak balita setiap bulan," kata Marianah.
Penanganan penderita gizi buruk di Ibu Kota Provinsi NTT itu melalui pemberian asupan vitamin, suplemen makanan serta obat-obatan yang bertujuan sebagai penganti metabolisme tubuh anak agar segera pulih, selain asupan makanan tambahan seperti susu dan makanan bergizi sesuai dengan tingkatan umur penderita guna mempercepat pemulihan metabolisme tubuh anak.
Tingginya jumlah penderita gizi buruk yang dialami anak-anak ini, umumnya dari kalangan keluarga yang kurang mampu atau memiliki pendapatan ekonomi yang rendah sehingga kebutuhan asupan gizi untuk anak kurang maksimal dilakukan.
Banyak orang tua anak malah hanya memberikan mi instan kepada anak-anaknya tanpa mengimbanginya dengan asupan makanan bergizi lainnya. Kondisi inilah yang tampaknya menjadi pemicu terjadinya gizi buruk yang melanda anak-anak balita di Kota Kupang.
"Belum ada korban yang meninggal akibat gizi buruk di daerah ini. Semua penderita berhasil kami tangani secara baik," katanya dan menambahkan jumlah penderita gizi buruk di Kota Kupang pada 2017 sedikit mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2016 yang mencapai 270 penderita.
Kasus gizi buruk ini tampaknya sudah mencoreng wajah Pemerintah Kota Kupang, sehingga melalui Dinas Kesehatan setempat mengalokasikan dana Rp400 juta untuk mengantisipasi kasus gizi buruk yang mendera anak-anak balita dari kalangan keluarga tidak mampu di wilayah itu.
Menurut Marinah, pemerintah kota sangat serius dalam upaya mengatasi gizi buruk yang selalu menggerogoti kesehatan anak-anak balita yang berusia 1-5 tahun dari keluarga tidak mampu di kota itu. Anggaran sebesar Rp400 juta itu untuk mendukung kegiatan program penanganan gizi kurang dan gizi buruk melalui pemberian makanan tambahan.
Selain pemberian makanan tambahan, juga pengadaan vitamin untuk penambahan gizi anak yang mengalami kekurangan nutrisi. Dan, pemerintahan Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore pun tampaknya sedang merencanakan pembangunan sebuah pusat perawatan gizi buruk (trerapeutic feeding center/TFC) yang berlokasi di Puskesmas Sikumana, Kota Kupang.
Bantuan Kemenkes
Kementerian Kesehatan juga tidak tinggal diam dalam menghadapi kasus gizi buruk di Kota Kupang, sehingga mendistribusikan bantuan makanan tambahan berupa biskuit bagi korban gizi buruk dan gizi kurang yang dialami oleh anak usia sekolah.
Bantuan makanan tambahan berupa biskuit sebanyak 450 koli itu untuk penanganan gizi kurang dan gizi buruk yang dialami anak usia sekolah serta ibu hamil yang dianggap perlu mendapat asupan makanan tambahan yang bergizi.
Bantuan makanan tambahan itu akan didistribusikan ke 11 puskesmas yang lokasinya berdekatan dengan sekolah yang menjadi kantong penderita gizi buruk dan gizi kurang, seperti di Kelurahan Oesapa, Kampung Solor, Bonipoi, Pasir Panjang, Naioni, Kuanino serta Tuak Daun Merah (TDM).
Khusus untuk makanan tambahan bagi ibu hamil akan didistribusikan pada saat kegiatan pemeriksaan kehamilan berlangsung di semua pos pelayanan terpadu (posyandu) yang tersebar di berbagai keluarahan di Kota Kupang.
Dalam pandangan Ven Teren, Kepala Seksi Anak dan Remaja Dinas Kesehatan Kota Kupang, remaja putri yang terkena anemia dan kemudian hamil, maka sangat berpotensi melahirkan bayi dengan tubuh pendek (stunting) yang perlu diantisipasi dengan pemberian tablet zat besi kepada para remaja putri bersangkutan.
Unit kerja yang dipimpin Ven Teren melihat permasalahan tersebut sebagai sebuah persoalan yang serius, sehingga terus memberikan tablet zat besi kepada 27.188 remaja putri yang ada di berbagai lembaga pendidikan di Kota Kupang sebagai tindakan pencegahan. Sebab, remaja putri yang anemia kemudian hamil akan berpotensi melahirkan bayi dengan tubuh pendek (katai) dengan berat badan lahir yang rendah.
Berdasarkan temuan petugas kesehatan Kota Kupang, banyak remaja putri di kota itu mengalami anemia serius. "Apalagi remaja putri memiliki siklus menstruasi dengan membuang darah dalam jumlah banyak, namun tidak memperbaiki kembali pembentukan darah akibat asupan vitamin tambah darah yang tidak maksimal," katanya.
Menurut Teren, tingginya penderita anemia yang melanda remaja putri Kota Kupang karena pola konsumsi tidak lagi memperhatian makanan yang mengandung zat besi, seperti sayuran dan buah-buahan, namun lebih memilih makanan yang kurang mendukung penambahan darah, seperti mi siap saji dan makanan instan lainnya.
Karena itu, ia berharap agar pemberian tablet tambah darah tersebut dapat menyelamatkan remaja putri Kota Kupang dari anemia dan katai serta mencegah terjadi gizi buruk dan gizi kurang jika kelak mereka hamil dan melahirkan.
Dalam istilah medis, gizi buruk ini dikenal juga dengan sebutan busung lapar yang memiliki tiga bentuk klinis, yaitu Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Ciri-ciri gizi buruk pada anak adalah terlihat kurus, pertumbuhan kurang, dan berat badannya kurang. Biasanya anak susah atau tidak mau makan, kadang rewel, sering menderita sakit yang berulang, dan terkadang timbul pembengkakan pada tungkai atau bahkan seluruh tubuh.
Selain itu, kulitnya kendor dan keriput, terlihat kering dan teraba dingin ketika kulit dicubit ringan dan dilepas, kulit lama kembali, yang artinya turgor berkurang. Lapisan lemak di bawah kulit sedikit, sehingga kulit tampak tipis. Otot-otot mengecil (atropi) sehingga kontur tulang terlihat jelas.
Secara global, separuh dari semua kasus gizi pada anak balita disebabkan oleh air yang tidak aman, sanitasi yang tidak memadai atau kebersihan yang kurang. Kondisi seperti ini sering menyebabkan diare berulang dan infeksi cacing usus.
Di hampir semua negara, anak-anak dari kelurga kurang mampu memiliki tingkat gizi buruk tertinggi. Karena hal ini tentu saja akan memengaruhi ketersidaan makanan bergizi untuk anak-anak.
Pemberian makanan pun harus dilakukan secara bertahap, karena tubuh yang tadinya tidak mendapatkan cukup makanan perlu beradaptasi, dan makanan terbaik adalah yang tinggi protein dan karbohidratnya.
Kondisi inilah yang tampaknya dilakukan dengan cermat oleh petugas layanan kesehatan di Kota Kupang sehingga berhasil menyelamatkan sekitar 240 anak balita penderita gizi buruk di Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur ini pada 2017.
"Penderita gizi buruk di Kota Kupang jumlahnya cukup tinggi. Meskipun demikian, para penderita telah tertangani secara baik melalui pendampingan dan pemberian makanan tambahan bergizi yang dilakukan oleh petugas kesehatan daerah ini," kata Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Kupang Marianah kepada Antara, pekan lalu.
Berdasarkan temuan petugas kesehatan dan kader posyandu di Kota Kupang selama tahun 2017, tercatat sedikitnya 240 anak berusia 1-5 tahun mengalami gizi buruk dengan indikator berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan.
Berat badan anak tidak sesuai dengan tinggi badan anak. "Kami temukan kasus ini pada saat pemeriksaan medis di puskesmas dan posyandu yang rutin memberikan pelayanan kesehatan terhadap anak balita setiap bulan," kata Marianah.
Penanganan penderita gizi buruk di Ibu Kota Provinsi NTT itu melalui pemberian asupan vitamin, suplemen makanan serta obat-obatan yang bertujuan sebagai penganti metabolisme tubuh anak agar segera pulih, selain asupan makanan tambahan seperti susu dan makanan bergizi sesuai dengan tingkatan umur penderita guna mempercepat pemulihan metabolisme tubuh anak.
Tingginya jumlah penderita gizi buruk yang dialami anak-anak ini, umumnya dari kalangan keluarga yang kurang mampu atau memiliki pendapatan ekonomi yang rendah sehingga kebutuhan asupan gizi untuk anak kurang maksimal dilakukan.
Banyak orang tua anak malah hanya memberikan mi instan kepada anak-anaknya tanpa mengimbanginya dengan asupan makanan bergizi lainnya. Kondisi inilah yang tampaknya menjadi pemicu terjadinya gizi buruk yang melanda anak-anak balita di Kota Kupang.
"Belum ada korban yang meninggal akibat gizi buruk di daerah ini. Semua penderita berhasil kami tangani secara baik," katanya dan menambahkan jumlah penderita gizi buruk di Kota Kupang pada 2017 sedikit mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2016 yang mencapai 270 penderita.
Kasus gizi buruk ini tampaknya sudah mencoreng wajah Pemerintah Kota Kupang, sehingga melalui Dinas Kesehatan setempat mengalokasikan dana Rp400 juta untuk mengantisipasi kasus gizi buruk yang mendera anak-anak balita dari kalangan keluarga tidak mampu di wilayah itu.
Menurut Marinah, pemerintah kota sangat serius dalam upaya mengatasi gizi buruk yang selalu menggerogoti kesehatan anak-anak balita yang berusia 1-5 tahun dari keluarga tidak mampu di kota itu. Anggaran sebesar Rp400 juta itu untuk mendukung kegiatan program penanganan gizi kurang dan gizi buruk melalui pemberian makanan tambahan.
Selain pemberian makanan tambahan, juga pengadaan vitamin untuk penambahan gizi anak yang mengalami kekurangan nutrisi. Dan, pemerintahan Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore pun tampaknya sedang merencanakan pembangunan sebuah pusat perawatan gizi buruk (trerapeutic feeding center/TFC) yang berlokasi di Puskesmas Sikumana, Kota Kupang.
Bantuan Kemenkes
Kementerian Kesehatan juga tidak tinggal diam dalam menghadapi kasus gizi buruk di Kota Kupang, sehingga mendistribusikan bantuan makanan tambahan berupa biskuit bagi korban gizi buruk dan gizi kurang yang dialami oleh anak usia sekolah.
Bantuan makanan tambahan berupa biskuit sebanyak 450 koli itu untuk penanganan gizi kurang dan gizi buruk yang dialami anak usia sekolah serta ibu hamil yang dianggap perlu mendapat asupan makanan tambahan yang bergizi.
Bantuan makanan tambahan itu akan didistribusikan ke 11 puskesmas yang lokasinya berdekatan dengan sekolah yang menjadi kantong penderita gizi buruk dan gizi kurang, seperti di Kelurahan Oesapa, Kampung Solor, Bonipoi, Pasir Panjang, Naioni, Kuanino serta Tuak Daun Merah (TDM).
Khusus untuk makanan tambahan bagi ibu hamil akan didistribusikan pada saat kegiatan pemeriksaan kehamilan berlangsung di semua pos pelayanan terpadu (posyandu) yang tersebar di berbagai keluarahan di Kota Kupang.
Dalam pandangan Ven Teren, Kepala Seksi Anak dan Remaja Dinas Kesehatan Kota Kupang, remaja putri yang terkena anemia dan kemudian hamil, maka sangat berpotensi melahirkan bayi dengan tubuh pendek (stunting) yang perlu diantisipasi dengan pemberian tablet zat besi kepada para remaja putri bersangkutan.
Unit kerja yang dipimpin Ven Teren melihat permasalahan tersebut sebagai sebuah persoalan yang serius, sehingga terus memberikan tablet zat besi kepada 27.188 remaja putri yang ada di berbagai lembaga pendidikan di Kota Kupang sebagai tindakan pencegahan. Sebab, remaja putri yang anemia kemudian hamil akan berpotensi melahirkan bayi dengan tubuh pendek (katai) dengan berat badan lahir yang rendah.
Berdasarkan temuan petugas kesehatan Kota Kupang, banyak remaja putri di kota itu mengalami anemia serius. "Apalagi remaja putri memiliki siklus menstruasi dengan membuang darah dalam jumlah banyak, namun tidak memperbaiki kembali pembentukan darah akibat asupan vitamin tambah darah yang tidak maksimal," katanya.
Menurut Teren, tingginya penderita anemia yang melanda remaja putri Kota Kupang karena pola konsumsi tidak lagi memperhatian makanan yang mengandung zat besi, seperti sayuran dan buah-buahan, namun lebih memilih makanan yang kurang mendukung penambahan darah, seperti mi siap saji dan makanan instan lainnya.
Karena itu, ia berharap agar pemberian tablet tambah darah tersebut dapat menyelamatkan remaja putri Kota Kupang dari anemia dan katai serta mencegah terjadi gizi buruk dan gizi kurang jika kelak mereka hamil dan melahirkan.