Kupang (ANTARA) - Rojerio tidak pernah menyangka olahraga kriket yang semula tidak digemarinya, kini telah membawanya menuai sejumlah prestasi di kancah nasional hingga mancanegara.
Pemilik nama lengkap Rojerio Maxi Koda itu mengaku pada awalnya, ia tidak menyukai olahraga kriket. Olahraga yang satu ini juga asing baginya yang dari kecil gemar bermain sepak bola.
Namun perjalanan mendulang prestasi itu dimulai saat dirinya merasa sedikit tertarik dengan salah satu bagian dalam permainan kriket yaitu melempar bola. Bagi Rojerio, hal melempar ini tidak asing dengan kebiasaannya di kampung halaman.
"Saat awal melihat orang bermain kriket, saya hanya tertarik di bagian melempar bola atau istilah kriketnya bawling. Bagi saya ini lebih mudah karena kebiasaan di kampung dulu kan biasa ketika jalan ke kebun lalu melempar buah mangga, kelapa, menggunakan batu atau batang kayu," kata pria asal Desa Merdeka, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Minat kecil yang tumbuh ini menjadi pintu masuk bagi pria kelahiran Modebur, 18 Mei 1994 itu untuk mulai belajar bermain kriket. Ia pun mulai tekun latihan hingga mengikuti pertandingan bersama tim kriket Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Kota Kupang.
Alhasil, Rojerio yang saat itu berusia 14 tahun direkrut tim kriket Provinsi NTT untuk berlaga di kejuaraan nasional kriket U-15 sekaligus ajang seleksi tim nasional di Jakarta. Di titik inilah ia memulai perjalanan sebagai atlet kriket profesional.
Rojerio bersama tiga atlet kriket dari NTT terpilih masuk timnas kriket Indonesia untuk mengikuti SEA Games 2017 di Malaysia dan berhasil menyabet medali perunggu dalam pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara itu.
Pengalaman berlaga di mancanegara pun kian meningkat dengan berlaga dalam kualifikasi Piala Dunia kriket 2019 di Filipina, meskipun skuat Merah Putih harus menelan kegagalan dalam ajang itu. Di tahun yang sama, ia bersama timnas juga menjalani laga persahabatan di Sri Langka.
Baca juga: Atlet kriket NTT digeber latihan daring hadapi PON Papua
Bagi Rajerio, perjalanan hidupnya sebagai atlet kriket hingga bisa berdiri menyabet medali di panggung mancanegara adalah ujung dari sebuah kerja keras yang panjang.
"Kuncinya adalah terus bekerja keras. Itu lah prinsip yang saya pegang. Bekerja keras dalam latihan maupun saat berlaga untuk memenangkan sebuah pertandingan," katanya.
Faktor lain, kata dia meningkatkan daya tahan fisik dan mental juga tak kalah penting dalam olahraga kriket karena lamanya pertandingan dalam satu laga paling cepat berlangsung selama tiga jam.
Oleh sebab itu, ia memandang penting untuk menjaga stamina agar tetap stabil dengan mengatur pola tidur dan makan sebaik mungkin.
Meski demikian, perjalanan karir Rojerio sebagai atlet kriket profesional tak semuanya berjalan mulus. Ada titik di mana ia merasakan kegagalan yang sangat membekas, salah satunya gagal lolos dalam kualifikasi Piala Dunia kriket.
Namun, pria yang menamatkan pendidikan terakhirnya di sekolah tingkat menengah atas itu mengatakan selalu bisa menemukan cara agar tidak larut dalam keterpurukan akibat kekalahan.
Bagi Rojerio, selalu ada pelajaran berharga dari setiap kegagalan yang bisa dipetik aga bisa meningkatkan kualitas permainan di pertandingan selanjutnya.
"Setiap kegagalan pasti karena ada kelemahan dan kekurangan, sehingga yang penting kita mengevaluasi itu lalu memperbaikinya untuk menyambut pertandingan selanjutnya," katanya.
Prinsip ini pula yang dipedomani Rojerio yang bergabung dengan tim kriket NTT untuk berlaga dalam ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua yang akan berlangsung selama 2-15 Oktober 2021.
Dia mengatakan pesta olahraga terbesar di Tanah Air ini merupakan menjadi kesempatan baginya untuk mengharumkan nama NTT lewat cabang olahraga kriket.
"Saya percaya tim kriket NTT bisa menampilkan yang terbaik dalam PON ini karena berbagai persiapan seperti latihan dan pembinaan sudah kami jalani berbulan-bulan," katanya.
Meski begitu, optimisme ini tidak membuat Rojerio memandang ringan tim kriket dari berbagai provinsi lain yang ikut berlaga dalam PON Papua. Baginya semua tim adalah lawan terberat sehingga butuh kerja keras untuk memenangkan setiap pertandingan.
Kehadiran Rojerio bersama rekannya Christian Toda yang juga adalah pemain timnas kriket bersama-sama memperkuat tim kriket NTT pada PON Papua juga membawa optimisme bagi Pengurus Provinsi Persatuan Cricket Indonesia (PCI) NTT.
Tim kriket NTT bahkan ditargetkan menyabet tiga medali emas untuk tiga nomor pertandingan yang diikuti yakni super sixes, super eight, dan twenty.
"Target kami bisa dapat tiga emas di PON Papua ini. Tim kriket dalam kondisi yang sangat siap baik fisik dan mental untuk bertanding," kata Ketua Pengurus Provinsi PCI NTT Inche Sayuna.
Baca juga: NTT targetkan tiga emas dari kriket di PON Papua
Target tiga emas ini, kata dia cukup realistis karena tim kriket NTT yang tidak diunggulkan dalam ajang PON XIX 2016 di Jawa Barat mampu meraih medali perunggu. Selain itu, kriket NTT juga menyabet medali emas dalam ajang Pra PON XX.
Di sisi lain, tim kriket NTT juga membawa dua ujung tombak (Rojerio dan Christian) yang memiliki pengalaman bertanding dan berprestasi di tingkat mancanegara.
Oleh sebab itu, mental juara sesungguhnya dimiliki tim kriket NTT, tinggal bagaimana semua kemampuan dapat dikerahkan untuk menampilkan permainan terbaik dalam ajang PON ini, pungkas Sayuna.
Pemilik nama lengkap Rojerio Maxi Koda itu mengaku pada awalnya, ia tidak menyukai olahraga kriket. Olahraga yang satu ini juga asing baginya yang dari kecil gemar bermain sepak bola.
Namun perjalanan mendulang prestasi itu dimulai saat dirinya merasa sedikit tertarik dengan salah satu bagian dalam permainan kriket yaitu melempar bola. Bagi Rojerio, hal melempar ini tidak asing dengan kebiasaannya di kampung halaman.
"Saat awal melihat orang bermain kriket, saya hanya tertarik di bagian melempar bola atau istilah kriketnya bawling. Bagi saya ini lebih mudah karena kebiasaan di kampung dulu kan biasa ketika jalan ke kebun lalu melempar buah mangga, kelapa, menggunakan batu atau batang kayu," kata pria asal Desa Merdeka, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Minat kecil yang tumbuh ini menjadi pintu masuk bagi pria kelahiran Modebur, 18 Mei 1994 itu untuk mulai belajar bermain kriket. Ia pun mulai tekun latihan hingga mengikuti pertandingan bersama tim kriket Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Kota Kupang.
Alhasil, Rojerio yang saat itu berusia 14 tahun direkrut tim kriket Provinsi NTT untuk berlaga di kejuaraan nasional kriket U-15 sekaligus ajang seleksi tim nasional di Jakarta. Di titik inilah ia memulai perjalanan sebagai atlet kriket profesional.
Rojerio bersama tiga atlet kriket dari NTT terpilih masuk timnas kriket Indonesia untuk mengikuti SEA Games 2017 di Malaysia dan berhasil menyabet medali perunggu dalam pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara itu.
Pengalaman berlaga di mancanegara pun kian meningkat dengan berlaga dalam kualifikasi Piala Dunia kriket 2019 di Filipina, meskipun skuat Merah Putih harus menelan kegagalan dalam ajang itu. Di tahun yang sama, ia bersama timnas juga menjalani laga persahabatan di Sri Langka.
Baca juga: Atlet kriket NTT digeber latihan daring hadapi PON Papua
Bagi Rajerio, perjalanan hidupnya sebagai atlet kriket hingga bisa berdiri menyabet medali di panggung mancanegara adalah ujung dari sebuah kerja keras yang panjang.
"Kuncinya adalah terus bekerja keras. Itu lah prinsip yang saya pegang. Bekerja keras dalam latihan maupun saat berlaga untuk memenangkan sebuah pertandingan," katanya.
Faktor lain, kata dia meningkatkan daya tahan fisik dan mental juga tak kalah penting dalam olahraga kriket karena lamanya pertandingan dalam satu laga paling cepat berlangsung selama tiga jam.
Oleh sebab itu, ia memandang penting untuk menjaga stamina agar tetap stabil dengan mengatur pola tidur dan makan sebaik mungkin.
Meski demikian, perjalanan karir Rojerio sebagai atlet kriket profesional tak semuanya berjalan mulus. Ada titik di mana ia merasakan kegagalan yang sangat membekas, salah satunya gagal lolos dalam kualifikasi Piala Dunia kriket.
Namun, pria yang menamatkan pendidikan terakhirnya di sekolah tingkat menengah atas itu mengatakan selalu bisa menemukan cara agar tidak larut dalam keterpurukan akibat kekalahan.
Bagi Rojerio, selalu ada pelajaran berharga dari setiap kegagalan yang bisa dipetik aga bisa meningkatkan kualitas permainan di pertandingan selanjutnya.
"Setiap kegagalan pasti karena ada kelemahan dan kekurangan, sehingga yang penting kita mengevaluasi itu lalu memperbaikinya untuk menyambut pertandingan selanjutnya," katanya.
Prinsip ini pula yang dipedomani Rojerio yang bergabung dengan tim kriket NTT untuk berlaga dalam ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua yang akan berlangsung selama 2-15 Oktober 2021.
Dia mengatakan pesta olahraga terbesar di Tanah Air ini merupakan menjadi kesempatan baginya untuk mengharumkan nama NTT lewat cabang olahraga kriket.
"Saya percaya tim kriket NTT bisa menampilkan yang terbaik dalam PON ini karena berbagai persiapan seperti latihan dan pembinaan sudah kami jalani berbulan-bulan," katanya.
Meski begitu, optimisme ini tidak membuat Rojerio memandang ringan tim kriket dari berbagai provinsi lain yang ikut berlaga dalam PON Papua. Baginya semua tim adalah lawan terberat sehingga butuh kerja keras untuk memenangkan setiap pertandingan.
Kehadiran Rojerio bersama rekannya Christian Toda yang juga adalah pemain timnas kriket bersama-sama memperkuat tim kriket NTT pada PON Papua juga membawa optimisme bagi Pengurus Provinsi Persatuan Cricket Indonesia (PCI) NTT.
Tim kriket NTT bahkan ditargetkan menyabet tiga medali emas untuk tiga nomor pertandingan yang diikuti yakni super sixes, super eight, dan twenty.
"Target kami bisa dapat tiga emas di PON Papua ini. Tim kriket dalam kondisi yang sangat siap baik fisik dan mental untuk bertanding," kata Ketua Pengurus Provinsi PCI NTT Inche Sayuna.
Baca juga: NTT targetkan tiga emas dari kriket di PON Papua
Target tiga emas ini, kata dia cukup realistis karena tim kriket NTT yang tidak diunggulkan dalam ajang PON XIX 2016 di Jawa Barat mampu meraih medali perunggu. Selain itu, kriket NTT juga menyabet medali emas dalam ajang Pra PON XX.
Di sisi lain, tim kriket NTT juga membawa dua ujung tombak (Rojerio dan Christian) yang memiliki pengalaman bertanding dan berprestasi di tingkat mancanegara.
Oleh sebab itu, mental juara sesungguhnya dimiliki tim kriket NTT, tinggal bagaimana semua kemampuan dapat dikerahkan untuk menampilkan permainan terbaik dalam ajang PON ini, pungkas Sayuna.