Kupang (AntaraNews NTT) - Bank Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Timur memperkirakan pertumbuhan ekonomi daerah ini pada Trwulan II Tahun 2018 berada pada kisaran 5,20 persen sampai dengan 5,60 persen (yoy).
"Sementara pertumbuhan ekonomi NTT dalam tahun ini berada pada kisasaran 4,98 persen - 5,38 persen (yoy)," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Timur Naek Tigor Sinaga kepada wartawan di Kupang, Senin.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo (tengah) bersama Gubernur NTT Frans Lebu Raya (kiri) usai meresmikan Kantor Perwakilan BI NTT di Kupang. (Foto ANTARA/ Kornelis Kaha)
Menurutnya jika dilihat jumlah tersebut maka kenaikannya sedikit lebih tinggi dibanding capaian tahun 2017 sebesar 5,16 persen yoy. Sementara dari sisi pengeluaran, perekonomian masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan peningkatan investasi.
Namun kalau dari sisi sektoral akan didorong oleh sektor konstruksi, perdangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan, selain itu tetap juga ditopang oleh sektor partanian, kehutanan dan perikanan.
"Faktor resiko yang perlu diwaspadai terutama dari sisi domestik di antaranya seperti hasil produksi pertanian dan perikanan yang perkembangannya masih tergantung pada kondisi cuaca," ujarnya.
Disamping itu, kelanjutan pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai target karena terpengaruh adanya Pilkada serentak pada 2018 mendatang, serta adanya pemotongan belanja pemerintah.
Sementara itu terkait tekanan harga pada triwulan II tahun 2018 dan keseluruhan 2018 menurut Naek Tigor diperkirakan masih pada kisaran inflasi
nasional 3,5 persen.
Gedung Bank Indonesia di Jakarta
Masing-masing pada kisaran 3,20 persen - 3,60 persen dan 4,00-4,40 persen yoy dengan adanya potensi pembalikan arah harga pada tahun 2018 pascainflasi yang rendah pada tahun 2017.
Sebelumnya juga Naek sempat mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah itu pada 2017 sedikit melambat jika dibandingkan dengan 2016.
"Pada 2017 perekonomian NTT tumbuh sebesar 5,16 persen (yoy), sementara pada 2016 perekonomian NTT ini tumbuh sebesar 5,17 persen (yoy)," tanbahnya.
Peredaran uang
Aktivitas penukaran uang baru di halaman kantor BI perwakilan NTT di Kupang, Sabtu (17/6). (Foto Antara/Kornelis Kaha)
Sementara terkait peredaran uang di Nusa Tenggara Timur (net outflow), BI NTT mencatat sekitar Rp2,13 triliun pada 2017.
"Kalau diprosentasekan jumlahnya mencapai 51,54 persen (yoy) dibandingkan dengan tahun 2016 yang mencapai Rp1,41 triliun," kata Naek Tigor.
Kondisi itu menunjukkan bahwa aktivitas pembayaran tunai di provinsi yang terkenal dengan kawasan wisatanya seperti Labuan Bajo, Komodo dan Taman Nasional Kelimutu ini mengalalami peningkatan yang signifikan.
"Kondisi seperti ini tentu saja menunjukkan adanya aktivitas ekonomi di daerah ini yang cukup meningkat," katanya menambahkan.
Peningkatan net outflow pada tahun 2017 itu dipengaruhi oleh tersebarnya kas titipan di Kabupaten Alor, Lembata, Kota Maumere, Ruteng, Atambua, Waikabubak, Waingapu serta Ende.
Di sisi lain, transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada tahun 2017 justru mengalami penurunan sebesar 12,41 persen (yoy) menjadi Rp11,09 triliun.
Kondisi tersebut sejalan dengan penurunan nominal kliring nasional yang mencapai 23,22 persen (yoy).
"Namun jika dilihat dari sisi volume, jumlah warkat kliring pada tahun 2017 justru mengalami kenaikan sebesar 1,53 persen (yoy) dibanding tahun 2016," ujarnya.
Naek Tigor menambahkan kenaikan tersebut justru menunjukkan bahwa rata-rata transfer dana perwarkat mengalami penurunan.
Aktivitas penukaran yang kecil
"Sementara pertumbuhan ekonomi NTT dalam tahun ini berada pada kisasaran 4,98 persen - 5,38 persen (yoy)," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Timur Naek Tigor Sinaga kepada wartawan di Kupang, Senin.
Namun kalau dari sisi sektoral akan didorong oleh sektor konstruksi, perdangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan, selain itu tetap juga ditopang oleh sektor partanian, kehutanan dan perikanan.
"Faktor resiko yang perlu diwaspadai terutama dari sisi domestik di antaranya seperti hasil produksi pertanian dan perikanan yang perkembangannya masih tergantung pada kondisi cuaca," ujarnya.
Disamping itu, kelanjutan pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai target karena terpengaruh adanya Pilkada serentak pada 2018 mendatang, serta adanya pemotongan belanja pemerintah.
Sementara itu terkait tekanan harga pada triwulan II tahun 2018 dan keseluruhan 2018 menurut Naek Tigor diperkirakan masih pada kisaran inflasi
nasional 3,5 persen.
Masing-masing pada kisaran 3,20 persen - 3,60 persen dan 4,00-4,40 persen yoy dengan adanya potensi pembalikan arah harga pada tahun 2018 pascainflasi yang rendah pada tahun 2017.
Sebelumnya juga Naek sempat mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah itu pada 2017 sedikit melambat jika dibandingkan dengan 2016.
"Pada 2017 perekonomian NTT tumbuh sebesar 5,16 persen (yoy), sementara pada 2016 perekonomian NTT ini tumbuh sebesar 5,17 persen (yoy)," tanbahnya.
Peredaran uang
Sementara terkait peredaran uang di Nusa Tenggara Timur (net outflow), BI NTT mencatat sekitar Rp2,13 triliun pada 2017.
"Kalau diprosentasekan jumlahnya mencapai 51,54 persen (yoy) dibandingkan dengan tahun 2016 yang mencapai Rp1,41 triliun," kata Naek Tigor.
Kondisi itu menunjukkan bahwa aktivitas pembayaran tunai di provinsi yang terkenal dengan kawasan wisatanya seperti Labuan Bajo, Komodo dan Taman Nasional Kelimutu ini mengalalami peningkatan yang signifikan.
"Kondisi seperti ini tentu saja menunjukkan adanya aktivitas ekonomi di daerah ini yang cukup meningkat," katanya menambahkan.
Peningkatan net outflow pada tahun 2017 itu dipengaruhi oleh tersebarnya kas titipan di Kabupaten Alor, Lembata, Kota Maumere, Ruteng, Atambua, Waikabubak, Waingapu serta Ende.
Di sisi lain, transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada tahun 2017 justru mengalami penurunan sebesar 12,41 persen (yoy) menjadi Rp11,09 triliun.
Kondisi tersebut sejalan dengan penurunan nominal kliring nasional yang mencapai 23,22 persen (yoy).
"Namun jika dilihat dari sisi volume, jumlah warkat kliring pada tahun 2017 justru mengalami kenaikan sebesar 1,53 persen (yoy) dibanding tahun 2016," ujarnya.
Naek Tigor menambahkan kenaikan tersebut justru menunjukkan bahwa rata-rata transfer dana perwarkat mengalami penurunan.