Kupang (AntaraNews NTT) - Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) Nusa Tenggara Timur dr Husein Pancratius menyesalkan persoalan HIV/AIDS tidak diprioritaskan para calon gubernur-wakil gubernur dalam proses debat Pilkada 2018 yang telah berlangsung.
"Yang kami sesalkan sejauh ini selama kampanye hingga debat Pilgub NTT, persoalan HIV/AIDS jarang bahkan tidak diangkat para calon gubernur di daerah ini," kata Husein Pancratius di Kupang, Selasa (10/4).
Menurutnya, jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS di provinsi setempat semakin mencemaskan sehingga penting menjadi perhatian serius pemerintah, masyarakat, maupun para calon pemimpin.
KPAP NTT mencatat, hingga Oktober 2017 lalu, jumlah pengidap HIV/AIDS di provinsi berbasiskan kepulauan itu mencapai lebih dari 3.600 orang. Jumlah ini bahkan terus bertambah dari tercatat pada Juni 2015 sekitar 3.100 orang yang terdeteksi saat memeriksa kesehatannya di berbagai tempat pelayanan.
Ia menjelaskan, jumlah pengidap penyakit mematikan ini didominasi kalangan ibu rumah tangga dan sekitar 93 persen tertular akibat hubungan seks. "Sementara sisanya itu berupa konsumsi narkoba dan lainnya terutama dari kalangan muda," katanya.
Husein mengatakan, penularan HIV/AIDS tidak boleh dianggap sepele karena mengancam nyawa setiap warga masyarakat di provinsi dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 5 juta jiwa itu.
Baca juga: 5.000 Warga NTT Terinfeksi HIV/AIDS
Baca juga: Global Fund Bantu Rp1,7 Miliar Untuk HIV/AIDS
Untuk itu, ia berharap, permasalahan ini terus diangkat dan dibicarakan setiap orang termasuk para calon pemimpin dalam berbagai kesempatan sehingga menjadi keprihatinan dan ditangani bersama-sama.
"Hanya saja kami melihat jarang sekali dibicarakan artinya belum menjadi keresahan bersama, padahal sebagus apapun program para calon pemimpin namun kalau masyarakat dalam kondisi menderita akibat HIV-AIDS yang jumlanya terus bertambah maka tidak terlaksana dengan baik," katanya.
Ia menambahkan, KPAP NTT juga terus melakukan berbagai upaya edukasi dan penyadaran serta mengajak setiap warga untuk mengikuti pemeriksaan dengan pengambilan darah secara gratis.
"Melalui pemimpin agama, sekolah-sekolah, maupun sosialisasi langsung di masyarakat terus kami lakukan, karena persoalan ini membutuhkan sinergi semua pihak melalui berbagai perannya untuk ditangani secara bersama-sama," katanya.
"Yang kami sesalkan sejauh ini selama kampanye hingga debat Pilgub NTT, persoalan HIV/AIDS jarang bahkan tidak diangkat para calon gubernur di daerah ini," kata Husein Pancratius di Kupang, Selasa (10/4).
Menurutnya, jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS di provinsi setempat semakin mencemaskan sehingga penting menjadi perhatian serius pemerintah, masyarakat, maupun para calon pemimpin.
KPAP NTT mencatat, hingga Oktober 2017 lalu, jumlah pengidap HIV/AIDS di provinsi berbasiskan kepulauan itu mencapai lebih dari 3.600 orang. Jumlah ini bahkan terus bertambah dari tercatat pada Juni 2015 sekitar 3.100 orang yang terdeteksi saat memeriksa kesehatannya di berbagai tempat pelayanan.
Ia menjelaskan, jumlah pengidap penyakit mematikan ini didominasi kalangan ibu rumah tangga dan sekitar 93 persen tertular akibat hubungan seks. "Sementara sisanya itu berupa konsumsi narkoba dan lainnya terutama dari kalangan muda," katanya.
Husein mengatakan, penularan HIV/AIDS tidak boleh dianggap sepele karena mengancam nyawa setiap warga masyarakat di provinsi dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 5 juta jiwa itu.
Baca juga: 5.000 Warga NTT Terinfeksi HIV/AIDS
Baca juga: Global Fund Bantu Rp1,7 Miliar Untuk HIV/AIDS
Untuk itu, ia berharap, permasalahan ini terus diangkat dan dibicarakan setiap orang termasuk para calon pemimpin dalam berbagai kesempatan sehingga menjadi keprihatinan dan ditangani bersama-sama.
"Hanya saja kami melihat jarang sekali dibicarakan artinya belum menjadi keresahan bersama, padahal sebagus apapun program para calon pemimpin namun kalau masyarakat dalam kondisi menderita akibat HIV-AIDS yang jumlanya terus bertambah maka tidak terlaksana dengan baik," katanya.
Ia menambahkan, KPAP NTT juga terus melakukan berbagai upaya edukasi dan penyadaran serta mengajak setiap warga untuk mengikuti pemeriksaan dengan pengambilan darah secara gratis.
"Melalui pemimpin agama, sekolah-sekolah, maupun sosialisasi langsung di masyarakat terus kami lakukan, karena persoalan ini membutuhkan sinergi semua pihak melalui berbagai perannya untuk ditangani secara bersama-sama," katanya.