Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Bruno Kupok mengatakan ada banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal dari provinsi ini bekerja di luar negeri.

"Faktor pertama adalah calon TKI tidak memahami secara benar prosedur pengiriman TKI ke luar negeri karena rendahnya tingkat pendidikan. Mungkin sebagian besar adalah tamatan SD atau tidak tamat SD," katanya menjawab Antara di Kupang, Rabu (11/4).

Faktor lain adalah, TKI telah menjadi komoditas yang memiliki nilai jual sangat tinggi bagi perusahan atau mereka yang melakukan rekrutmen sampai pada pengiriman ke luar negeri.

"Bayangkan saja, setiap orang yang mengirim satu orang TKI sampai ke agen di Malaysia, bisa mendapat Rp25 juta bahkan lebih. Paling rendah Rp10-15 juta. Ini yang membuat mereka termotivasi untuk melakukannya," kata Bruno.

Faktor lain adalah penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan manusia yang tidak membuat jerah para pelaku seperti hukuman yang ringan, bahkan pelaku bisa dibebaskan dengan berbagai pertimbangan hukum.

Faktor yang tidak kalah penting adalah, kemungkinan mereka yang berkeinginan untuk bekerja di luar negeri merasa pelayanan sangat birokratis. "Jadi pemerintah juga mensinyalir mereka yang bekerja di luar secara ilegal karena pelayanan sangat birokratis," katanya.

Baca juga: 100.000 TKI ilegal NTT di luar negeri
Baca juga: Satgas cegah 1.179 calon TKI ke luar negeri TKI yang hendak dideportasi Pemerintah Malaysia
"Pelayanan dirasakan sangat birokratis karena instansi pelayanan terpencar-pencar, butuh waktu panjang dan biaya yang sangat mahal," katanya dan menambahkan persoalan inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk merekrut dan mengirim mereka ke Malaysia secara ilegal.

Mengenai upaya pencegahan, dia mengatakan, ada beberapa upaya yang sudah dilakukan Pemerintah NTT seperti membentuk Satgas Perdagangan Manusia untuk mencegah calon TKI ilegal ke luar negeri.

Satgas ini ditempatkan di Bandara El Tari Kupang dan Pelabuhan Indonesia Tenau Kupang dan sudah bekerja sejak Juni 2016 lalu. Satgas ini sudah mencegah ribuan TKI ilegal ke luar negeri.

Dia berharap, ke depan, semua kabupaten membentuk Satgas TKI untuk mulai melakukan pencegahan dari daerah.

Upaya lain adalah mengintregrasikan pelayanan TKI dalam satu atap sehingga bisa lebih mudah, transparan dan lebih cepat. Layanan terpadu satu atap ini sudah mulai dibuka sejak September 2017, walaupun belum efektif bekerja.

"Artinya, pemerintah tidak diam, tetapi pemerintah mencermati masalah ini dan mengambil langkah-langkah yang memang diperlukan sesuai dengan kewenangan," demikian Bruno Kupok.

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024