Kupang (AntaraNews NTT) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengharapkan, sekolah lapang iklim (LSI) menjadi jembatan dalam meningkatkan pemahaman tentang informasi iklim bagi petugas lapangan dan juga petani.
"SLI diharapkan sebagai jembatan peningkatan pemahaman tentang informasi iklim bagi petugas, dan juga untuk petani agar semakin memahami kondisi iklim yang ada," kata Kepala Bidang Penyuluhan Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian Provinsi NTT, Yos Umbu Wanda di Kupang, Selasa (17/4) saat membuka kegiatan SLI tahap dua tahun 2018.
Sekolah Lapang Iklim tahap dua Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2018 dengan tema "waspada cuaca peduli iklim untuk masyarakat aman dan sejahtera" itu diselenggarakan BMKG Stasiun Lasiana Kupang.
"Melalui data dan informasi iklim yang benar, akan sangat membantu dan bermanfaat bagi petani untuk memastikan jenis komoditas yang akan ditanam dan waktu yang tepat untuk menanam," katanya.
Menurut dia, dampak perubahan iklim saat ini yang paling dirasakan petani yaitu ancaman puso ketika musim kemarau panjang, penurunan produksi karena hujan, hama penyakit karena pola tanam yang tidak berjalan, resiko gagal panen dan juga banjir.
Karena itu, SLI harus dijadikan sebagai langkah awal untuk terus menggemahkan masalah iklim melalui training of trainer (TOT) maupun petugas yang lain di seluruh NTT, katanya.
. Kepala Bidang Penyuluhan Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian Provinsi NTT, Yos Umbu Wanda (kanan) sedang menyematkan tanda pengenal pada salah satu peserta SLI 2018, di Kupang, Selasa (17/4). (ANTARA Foto/Bernadus Tokan)
Dukung pertanian
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun klimatologi Kupang, Apolinaris Geru mengatakan, pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) ini merupakan bagian dari dukungan BMKG terhadap kegiatan di sektor pertanian.
Selain itu, SLI ini digelar karena melihat perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini yang begitu cepat, sebagai akibat dari penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan.
Menurut dia, Sekolah Lapang Iklim ini untuk memberikan pemahaman kepada para petugas penyuluh lapangan tentang iklim untuk diteruskan kepada para petani.
Tugas lain adalah membuat petani paham dengan penjelasan dengan menggunakan bahasa operasional yang dimengerti oleh masyarakat petani, katanya menjelaskan.
"SLI diharapkan sebagai jembatan peningkatan pemahaman tentang informasi iklim bagi petugas, dan juga untuk petani agar semakin memahami kondisi iklim yang ada," kata Kepala Bidang Penyuluhan Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian Provinsi NTT, Yos Umbu Wanda di Kupang, Selasa (17/4) saat membuka kegiatan SLI tahap dua tahun 2018.
Sekolah Lapang Iklim tahap dua Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2018 dengan tema "waspada cuaca peduli iklim untuk masyarakat aman dan sejahtera" itu diselenggarakan BMKG Stasiun Lasiana Kupang.
"Melalui data dan informasi iklim yang benar, akan sangat membantu dan bermanfaat bagi petani untuk memastikan jenis komoditas yang akan ditanam dan waktu yang tepat untuk menanam," katanya.
Menurut dia, dampak perubahan iklim saat ini yang paling dirasakan petani yaitu ancaman puso ketika musim kemarau panjang, penurunan produksi karena hujan, hama penyakit karena pola tanam yang tidak berjalan, resiko gagal panen dan juga banjir.
Karena itu, SLI harus dijadikan sebagai langkah awal untuk terus menggemahkan masalah iklim melalui training of trainer (TOT) maupun petugas yang lain di seluruh NTT, katanya.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun klimatologi Kupang, Apolinaris Geru mengatakan, pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) ini merupakan bagian dari dukungan BMKG terhadap kegiatan di sektor pertanian.
Selain itu, SLI ini digelar karena melihat perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini yang begitu cepat, sebagai akibat dari penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan.
Menurut dia, Sekolah Lapang Iklim ini untuk memberikan pemahaman kepada para petugas penyuluh lapangan tentang iklim untuk diteruskan kepada para petani.
Tugas lain adalah membuat petani paham dengan penjelasan dengan menggunakan bahasa operasional yang dimengerti oleh masyarakat petani, katanya menjelaskan.