Kupang (AntaraNews NTT) - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Nusa Tenggara Timur mengembangkan klaster binaan cabe rawit di Desa Kadi Wanno, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) pada lahan seluas 12 hektare.
"Untuk membantu mencegah kenaikan harga cabe, BI NTT berusaha membantu para petani cabe di Sumba Barat Daya(SBD) untuk mengembangkan cabainya agar bisa berkembang dengan baik," kata Analis Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan Wilayah BI NTT Ferry Adhi Wibowo di Kupang, Jumat (27/4).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan minimnya pasokan cabe merah dari wilayah NTT, untuk memenuhi kebutuhan pasaran di provinsi berbasis kepulauan itu.
Ferry mengatakan hingga kini dari 12 hektare yang dikembangkan itu, lahan yang baru direalisasikan baru mencapai tujuh hektare dan akan terus dikembangkan sesuai kebutuhan.
Untuk 2018, penanaman perdana bibit cabe rawit itu sudah dilaksanakan pada awal April lalu yang dihadiri oleh Kepala Perwakilan BI NTT Naek Tigor Sinaga.
Baca juga: Harga cabe merah mulai turun
Kelompok tani yang dibentuk oleh BI itu terdiri dari 80 petani yang tergabung dalam empat kelompok tani. Klaster cabe rawait dibina oleh Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dipersiapkan untuk menjadi sentral cabe merah di NTT.
Lebih lanjut Ferry yang juga adalah Asisten Manager Kantor Perwakilan Wilayah BI NTT itu mengatakan bahwa pertama kali BI mengembangkan kluster petani cabe ini pertama kali diluncurkan pada tahun 2017 lalu.
Hasilnya cukup memuaskan, karena pada akhir 2017 lalu, para pedagang dari Bima, Nusa Tenggara Barat sempat membeli cabe tersebut dari Sumba Barat Daya.
"Kita perlu juga dukungan pemerintah baik provinsi maupun daerah sehingga kluster ini tetap dikembangkan, mengingat potensinya sangat bagus," ujarnya.
Selain mengembangkan kluster cabai di Sumba, BI juga tengah mengembangkan kluster Bawang Merah di Kabupaten Belu, dan akan berlanjut di Kabupaten Kupang.
"Untuk membantu mencegah kenaikan harga cabe, BI NTT berusaha membantu para petani cabe di Sumba Barat Daya(SBD) untuk mengembangkan cabainya agar bisa berkembang dengan baik," kata Analis Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan Wilayah BI NTT Ferry Adhi Wibowo di Kupang, Jumat (27/4).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan minimnya pasokan cabe merah dari wilayah NTT, untuk memenuhi kebutuhan pasaran di provinsi berbasis kepulauan itu.
Ferry mengatakan hingga kini dari 12 hektare yang dikembangkan itu, lahan yang baru direalisasikan baru mencapai tujuh hektare dan akan terus dikembangkan sesuai kebutuhan.
Untuk 2018, penanaman perdana bibit cabe rawit itu sudah dilaksanakan pada awal April lalu yang dihadiri oleh Kepala Perwakilan BI NTT Naek Tigor Sinaga.
Baca juga: Harga cabe merah mulai turun
Kelompok tani yang dibentuk oleh BI itu terdiri dari 80 petani yang tergabung dalam empat kelompok tani. Klaster cabe rawait dibina oleh Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dipersiapkan untuk menjadi sentral cabe merah di NTT.
Lebih lanjut Ferry yang juga adalah Asisten Manager Kantor Perwakilan Wilayah BI NTT itu mengatakan bahwa pertama kali BI mengembangkan kluster petani cabe ini pertama kali diluncurkan pada tahun 2017 lalu.
Hasilnya cukup memuaskan, karena pada akhir 2017 lalu, para pedagang dari Bima, Nusa Tenggara Barat sempat membeli cabe tersebut dari Sumba Barat Daya.
"Kita perlu juga dukungan pemerintah baik provinsi maupun daerah sehingga kluster ini tetap dikembangkan, mengingat potensinya sangat bagus," ujarnya.
Selain mengembangkan kluster cabai di Sumba, BI juga tengah mengembangkan kluster Bawang Merah di Kabupaten Belu, dan akan berlanjut di Kabupaten Kupang.