Jakarta (ANTARA) - Pemanasan global telah menjadi narasi yang tidak asing lagi. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global seyogianya berpotensi menimbulkan fenomena-fenomena alam yang dapat merugikan manusia.
Di Indonesia misalnya, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), perubahan iklim berdampak pada gagal panen di sejumlah daerah yang disebabkan oleh kekeringan.
Dalam bidang perikanan, cuaca yang tidak menentu membuat nelayan di sejumlah daerah tidak bisa melaut.
Cuaca juga mengakibatkan jumlah ikan laut menurun drastis sehingga membuat hasil tangkapan ikan menurun dan tentunya ini mempengaruhi pendapatan keseharian masyarakat.
Dampak nyata lainnya adalah penipisan gletser yang terdapat di Puncak Jaya, Gunung Jayawijaya, Provinsi Papua. Jika peningkatan suhu bumi kian memburuk, NASA memprediksikan seluruh lapisan gletser di Papua akan hilang pada 20 tahun mendatang.
Penyebab meningkatnya suhu bumi, diakibatkan oleh akumulasi emisi karbon yang terus menerus diproduksi dari aktivitas manusia.
Baca juga: IMEF: Pemerintah perlu susun peta jalan baru transisi energi
Salah satu aktivitas masyarakat yang cukup berkontribusi dalam pelepasan emisi karbon adalah aktivitas berkendara.
Emisi karbon hasil dari aktivitas berkendara atau yang dikenal juga sebagai emisi gas buang adalah sisa pembakaran yang terjadi di dalam ruang pembakaran pada kendaraan bermotor.
Sisa pembakaran ini terdiri dari beberapa zat berbahaya yang dikeluarkan melalui knalpot.
Beberapa zat-zat berbahaya yang terkandung dalam emisi gas buang diantaranya adalah karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NO atau NOx) dan hidrokarbon (HC).
Dampak bagi kesehatan
Paparan terhadap emisi gas buang berpotensi menyebabkan kerusakan pada tubuh manusia jika seseorang terpapar secara konsisten dalam waktu yang lama.
Penelitian yang dilakukan oleh Germanova dan Kernozhitskaya (2017) menjelaskan bahwa emisi gas buang berpotensi menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular, sistem respirasi, sistem nervous dan sistem peredaran darah.
Sementara itu, riset yang dilakukan oleh Bhandarkar (2013) menunjukkan bahwa keterpaparan manusia terhadap gas karbon monoksida (CO) dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular dan juga memperburuk gejala penyakit kardiovaskular.
Selain itu, keterpaparan terhadap gas ini juga dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, dan mengganggu koordinasi fisik.
Selain itu, Bhandarkar (2013) juga menambahkan bahwa keterpaparan terhadap gas nitrogen dioksida dapat merusak sistem pernapasan.
Nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) berkontribusi secara tidak langsung terhadap kerentanan manusia terhadap infeksi, penyakit paru, gangguan fungsi paru-paru dan mata, dan hidung.
Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan, bahwa emisi gas buang yang dihasilkan oleh sisa pembakaran gas bermotor pada dasarnya dapat mengganggu kesehatan manusia.
Bukan hanya aspek lingkungan, aspek kemanusiaan pun menjadi resiko yang ditimbulkan oleh pencemaran yang dihasilkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor.
Oleh karena itu, pengendalian terhadap ambang batas emisi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor perlu mendapatkan perhatian.
Program Langit Biru
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka pengendalian emisi gas buang pada dasarnya telah digagas sejak lama.
Salah satunya adalah program Langit Biru yang diluncurkan pertama kali pada tahun 1996 oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 1996.
Baca juga: Biden berjanji AS penuhi tujuan pengurangan emisi
Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor pun telah dicanangkan sejak tiga tahun sebelumnya melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 35 Tahun 1993.
Program Langit Biru adalah suatu program pengendalian pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak bergerak.
Sumber bergerak adalah sumber emisi yang tidak tetap pada suatu tempat sementara sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat.
Sampai sini dapat diamati bahwa upaya pemerintah untuk pengendalian emisi gas buang bukanlah wacana yang baru bergulir saat ini saja.
Kebijakan ini sesungguhnya telah digaungkan sejak lama, namun memang dalam hal implementasi kebijakan diperlukan waktu yang tidak sebentar.
Implementasi Uji Emisi
Uji emisi merupakan salah satu upaya pengujian dalam rangka mengetahui kinerja mesin dan tingkat efisiensi pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor sehingga dapat ditentukan apakah suatu kendaraan telah memenuhi baku mutu emisi.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan kerangka hukum terbaru yang mengatur implementasi uji emisi kendaraan bermotor dan baku mutunya.
Berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2021, uji emisi ini diterapkan pada alat transportasi darat berbasis jalan yang telah memasuki masa pakai lebih dari 3 (tiga) tahun, selain itu pemenuhan ketentuan baku mutu emisi juga digunakan sebagai dasar pengenaan tarif pajak kendaraan bermotor.
Program pemerintah dalam mewujudkan Langit Biru melalui uji emisi pada dasarnya dihimbau untuk dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang menggunakan kendaraan bermotor.
Pada Oktober lalu misalnya, Pemerintah Kota Medan bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kembali melakukan uji emisi kendaraan.
Baca juga: Dunia harus hilangkan 1 miliar ton CO2 untuk penuhi tujuan iklim
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution, yang terjun langsung melakukan uji emisi terhadap salah satu kendaraan.
Dilansir dari antaranews.com, di Makassar, Polres Enrekang Sulawesi Selatan, mengajak para pengendara untuk aktif melakukan uji emisi gas buang agar cita-cita Program Langit Biru semakin dekat untuk tercapai.
Sementara itu, di Ibu Kota Republik Indonesia, DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar yang akhir-akhir ini menjadi perhatian lantaran kebijakan uji emisi yang diberlakukan.
Hingga November 2021, total kendaraan yang melakukan uji emisi baru sekitar 10 hingga 15 persen. Pemprov DKI Jakarta pun menargetkan untuk melakukan penambahan bengkel roda dua maupun roda empat yang akan dijadikan sebagai lokasi uji emisi.
Partisipasi Masyarakat
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam kebijakan uji emisi yang dihimbau oleh pemerintah menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam hal ini masih sangat rendah.
Tentunya ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan juga masyarakat untuk saling mengingatkan dan mensosialisasikan program ini.
Partisipasi masyarakat yang rendah dapat terjadi karena masyarakat belum paham betul manfaat dari uji emisi.
Perlu dilakukan komunikasi yang masif oleh pemerintah untuk menjelaskan bahwa uji emisi bukan hanya tentang persyaratan administratif berkendara semata.
Melainkan uji emisi seyogianya adalah upaya untuk menekan pemanasan global yang semakin menghantui kehidupan manusia.
Uji emisi juga mendukung agar udara yang kita hirup sehari-hari menjadi kian sehat, bersih dan ramah untuk paru-paru kita.
Baca juga: Indonesia Jadi Sorotan Pengurangan Emisi
Suksesnya kebijakan uji emisi kendaraan bermotor bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan merupakan tugas dan tanggung jawab kolektif untuk kebaikan bersama.
*) Faris Budiman Annas adalah Peneliti dan Akademisi Universitas Paramadina Jakarta
Di Indonesia misalnya, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), perubahan iklim berdampak pada gagal panen di sejumlah daerah yang disebabkan oleh kekeringan.
Dalam bidang perikanan, cuaca yang tidak menentu membuat nelayan di sejumlah daerah tidak bisa melaut.
Cuaca juga mengakibatkan jumlah ikan laut menurun drastis sehingga membuat hasil tangkapan ikan menurun dan tentunya ini mempengaruhi pendapatan keseharian masyarakat.
Dampak nyata lainnya adalah penipisan gletser yang terdapat di Puncak Jaya, Gunung Jayawijaya, Provinsi Papua. Jika peningkatan suhu bumi kian memburuk, NASA memprediksikan seluruh lapisan gletser di Papua akan hilang pada 20 tahun mendatang.
Penyebab meningkatnya suhu bumi, diakibatkan oleh akumulasi emisi karbon yang terus menerus diproduksi dari aktivitas manusia.
Baca juga: IMEF: Pemerintah perlu susun peta jalan baru transisi energi
Salah satu aktivitas masyarakat yang cukup berkontribusi dalam pelepasan emisi karbon adalah aktivitas berkendara.
Emisi karbon hasil dari aktivitas berkendara atau yang dikenal juga sebagai emisi gas buang adalah sisa pembakaran yang terjadi di dalam ruang pembakaran pada kendaraan bermotor.
Sisa pembakaran ini terdiri dari beberapa zat berbahaya yang dikeluarkan melalui knalpot.
Beberapa zat-zat berbahaya yang terkandung dalam emisi gas buang diantaranya adalah karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NO atau NOx) dan hidrokarbon (HC).
Dampak bagi kesehatan
Paparan terhadap emisi gas buang berpotensi menyebabkan kerusakan pada tubuh manusia jika seseorang terpapar secara konsisten dalam waktu yang lama.
Penelitian yang dilakukan oleh Germanova dan Kernozhitskaya (2017) menjelaskan bahwa emisi gas buang berpotensi menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular, sistem respirasi, sistem nervous dan sistem peredaran darah.
Sementara itu, riset yang dilakukan oleh Bhandarkar (2013) menunjukkan bahwa keterpaparan manusia terhadap gas karbon monoksida (CO) dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular dan juga memperburuk gejala penyakit kardiovaskular.
Selain itu, keterpaparan terhadap gas ini juga dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, dan mengganggu koordinasi fisik.
Selain itu, Bhandarkar (2013) juga menambahkan bahwa keterpaparan terhadap gas nitrogen dioksida dapat merusak sistem pernapasan.
Nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) berkontribusi secara tidak langsung terhadap kerentanan manusia terhadap infeksi, penyakit paru, gangguan fungsi paru-paru dan mata, dan hidung.
Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan, bahwa emisi gas buang yang dihasilkan oleh sisa pembakaran gas bermotor pada dasarnya dapat mengganggu kesehatan manusia.
Bukan hanya aspek lingkungan, aspek kemanusiaan pun menjadi resiko yang ditimbulkan oleh pencemaran yang dihasilkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor.
Oleh karena itu, pengendalian terhadap ambang batas emisi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor perlu mendapatkan perhatian.
Program Langit Biru
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka pengendalian emisi gas buang pada dasarnya telah digagas sejak lama.
Salah satunya adalah program Langit Biru yang diluncurkan pertama kali pada tahun 1996 oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 1996.
Baca juga: Biden berjanji AS penuhi tujuan pengurangan emisi
Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor pun telah dicanangkan sejak tiga tahun sebelumnya melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 35 Tahun 1993.
Program Langit Biru adalah suatu program pengendalian pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak bergerak.
Sumber bergerak adalah sumber emisi yang tidak tetap pada suatu tempat sementara sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat.
Sampai sini dapat diamati bahwa upaya pemerintah untuk pengendalian emisi gas buang bukanlah wacana yang baru bergulir saat ini saja.
Kebijakan ini sesungguhnya telah digaungkan sejak lama, namun memang dalam hal implementasi kebijakan diperlukan waktu yang tidak sebentar.
Implementasi Uji Emisi
Uji emisi merupakan salah satu upaya pengujian dalam rangka mengetahui kinerja mesin dan tingkat efisiensi pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor sehingga dapat ditentukan apakah suatu kendaraan telah memenuhi baku mutu emisi.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan kerangka hukum terbaru yang mengatur implementasi uji emisi kendaraan bermotor dan baku mutunya.
Berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2021, uji emisi ini diterapkan pada alat transportasi darat berbasis jalan yang telah memasuki masa pakai lebih dari 3 (tiga) tahun, selain itu pemenuhan ketentuan baku mutu emisi juga digunakan sebagai dasar pengenaan tarif pajak kendaraan bermotor.
Program pemerintah dalam mewujudkan Langit Biru melalui uji emisi pada dasarnya dihimbau untuk dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang menggunakan kendaraan bermotor.
Pada Oktober lalu misalnya, Pemerintah Kota Medan bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kembali melakukan uji emisi kendaraan.
Baca juga: Dunia harus hilangkan 1 miliar ton CO2 untuk penuhi tujuan iklim
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution, yang terjun langsung melakukan uji emisi terhadap salah satu kendaraan.
Dilansir dari antaranews.com, di Makassar, Polres Enrekang Sulawesi Selatan, mengajak para pengendara untuk aktif melakukan uji emisi gas buang agar cita-cita Program Langit Biru semakin dekat untuk tercapai.
Sementara itu, di Ibu Kota Republik Indonesia, DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar yang akhir-akhir ini menjadi perhatian lantaran kebijakan uji emisi yang diberlakukan.
Hingga November 2021, total kendaraan yang melakukan uji emisi baru sekitar 10 hingga 15 persen. Pemprov DKI Jakarta pun menargetkan untuk melakukan penambahan bengkel roda dua maupun roda empat yang akan dijadikan sebagai lokasi uji emisi.
Partisipasi Masyarakat
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam kebijakan uji emisi yang dihimbau oleh pemerintah menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam hal ini masih sangat rendah.
Tentunya ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan juga masyarakat untuk saling mengingatkan dan mensosialisasikan program ini.
Partisipasi masyarakat yang rendah dapat terjadi karena masyarakat belum paham betul manfaat dari uji emisi.
Perlu dilakukan komunikasi yang masif oleh pemerintah untuk menjelaskan bahwa uji emisi bukan hanya tentang persyaratan administratif berkendara semata.
Melainkan uji emisi seyogianya adalah upaya untuk menekan pemanasan global yang semakin menghantui kehidupan manusia.
Uji emisi juga mendukung agar udara yang kita hirup sehari-hari menjadi kian sehat, bersih dan ramah untuk paru-paru kita.
Baca juga: Indonesia Jadi Sorotan Pengurangan Emisi
Suksesnya kebijakan uji emisi kendaraan bermotor bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan merupakan tugas dan tanggung jawab kolektif untuk kebaikan bersama.
*) Faris Budiman Annas adalah Peneliti dan Akademisi Universitas Paramadina Jakarta