Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung mengklarifikasi bahwa angka nol (0) pada sub tes yang bersifat menggugurkan, seperti tes psikotes, tes kejiwaan, dan tes kesehatan bukan merupakan nilai, melainkan kode bagi peserta yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Klarifikasi tersebut merupakan tanggapan Kejaksaan Agung terhadap pemberitaan di beberapa media terkait Ketua DPD RI yang meminta Kejaksaan Agung untuk memberi penjelasan terkait hasil tes psikotes dan tes kesehatan yang diberi angka nol.
"Sedangkan, angka satu (1) merupakan kode bagi peserta yang Memenuhi Syarat (MS)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, (6/1).
Penilaian tersebut berbeda halnya dengan sub tes yang memiliki bobot atau yang bukan bersifat menggugurkan seperti wawancara, CAT, kesamaptaan, beladiri, ataupun praktik kerja. Range penilaian untuk sub tes yang memiliki bobot dan bukan bersifat menggugurkan adalah angka 0-100.
Leonard juga menjelaskan bahwa pihaknya telah menjelaskan secara terbuka kepada seluruh calon pelamar mengenai komponen penilaian seleksi yang terdiri dari berbagai sub tes yang memiliki bobot nilai, serta ada sub tes yang bersifat menggugurkan, yakni psikotes, kejiwaan, dan kesehatan.
"Di mana tiga sub tes yang bersifat menggugurkan mutlak diperlukan dalam rangka menjaring calon pegawai Kejaksaan RI yang sesuai dengan tugas dan fungsinya selaku penegak hukum," tutur dia.
Pegawai Kejaksaan RI tidak hanya memerlukan kecerdasan secara intelektual, tetapi juga didukung dengan kesiapan mental, potensi, psikis, maupun kesehatan jiwa dan kesehatan fisik yang mumpuni.
Baca juga: Kejagung tangkap seorang pengusaha dan jakasa di NTT
Dalam rangka menjamin objektivitas, ucap dia melanjutkan, penunjukan tim konsultan SDM yang menjalankan psikotes dan tes kejiwaan dilakukan secara lelang terbuka melalui e-procurement atau lelang elektronik sehingga independensinya terjaga.
Sedangkan, tes kesehatan diselenggarakan secara serentak di berbagai rumah sakit daerah yang selanjutnya dinilai secara terpusat oleh Tim Dokter Independen Kejaksaan untuk meminimalisir terjadinya kecurangan.
Baca juga: Kejagung bentuk tim penyidik kasus HAM Berat di Paniai Papua
"Dari penjelasan tersebut, Kejaksaan Agung telah memberikan pelurusan dan informasi kepada masyarakat atas pemberitaan dimaksud," ujar Leonard.
Klarifikasi tersebut merupakan tanggapan Kejaksaan Agung terhadap pemberitaan di beberapa media terkait Ketua DPD RI yang meminta Kejaksaan Agung untuk memberi penjelasan terkait hasil tes psikotes dan tes kesehatan yang diberi angka nol.
"Sedangkan, angka satu (1) merupakan kode bagi peserta yang Memenuhi Syarat (MS)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, (6/1).
Penilaian tersebut berbeda halnya dengan sub tes yang memiliki bobot atau yang bukan bersifat menggugurkan seperti wawancara, CAT, kesamaptaan, beladiri, ataupun praktik kerja. Range penilaian untuk sub tes yang memiliki bobot dan bukan bersifat menggugurkan adalah angka 0-100.
Leonard juga menjelaskan bahwa pihaknya telah menjelaskan secara terbuka kepada seluruh calon pelamar mengenai komponen penilaian seleksi yang terdiri dari berbagai sub tes yang memiliki bobot nilai, serta ada sub tes yang bersifat menggugurkan, yakni psikotes, kejiwaan, dan kesehatan.
"Di mana tiga sub tes yang bersifat menggugurkan mutlak diperlukan dalam rangka menjaring calon pegawai Kejaksaan RI yang sesuai dengan tugas dan fungsinya selaku penegak hukum," tutur dia.
Pegawai Kejaksaan RI tidak hanya memerlukan kecerdasan secara intelektual, tetapi juga didukung dengan kesiapan mental, potensi, psikis, maupun kesehatan jiwa dan kesehatan fisik yang mumpuni.
Baca juga: Kejagung tangkap seorang pengusaha dan jakasa di NTT
Dalam rangka menjamin objektivitas, ucap dia melanjutkan, penunjukan tim konsultan SDM yang menjalankan psikotes dan tes kejiwaan dilakukan secara lelang terbuka melalui e-procurement atau lelang elektronik sehingga independensinya terjaga.
Sedangkan, tes kesehatan diselenggarakan secara serentak di berbagai rumah sakit daerah yang selanjutnya dinilai secara terpusat oleh Tim Dokter Independen Kejaksaan untuk meminimalisir terjadinya kecurangan.
Baca juga: Kejagung bentuk tim penyidik kasus HAM Berat di Paniai Papua
"Dari penjelasan tersebut, Kejaksaan Agung telah memberikan pelurusan dan informasi kepada masyarakat atas pemberitaan dimaksud," ujar Leonard.