Wina (ANTARA) - Amerika Serikat tidak mungkin mencapai kesepakatan dengan Iran untuk menyelamatkan perjanjian nuklir Iran 2015 kecuali jika Teheran membebaskan empat warga AS yang menurut Washington disandera.

Hal itu disampaikan oleh Utusan Khusus AS untuk Iran Robert Malley kepada Reuters pada Minggu (23/1). Malley adalah pemimpin delegasi AS untuk perundingan perjanjian nuklir Iran.

Malley kembali menyampaikan posisi AS selama ini bahwa masalah empat warga AS yang ditahan di Iran sebenarnya terpisah dari negosiasi nuklir.

Namun, dia mengambil langkah lebih maju dengan mengatakan bahwa pembebasan warga AS itu adalah prasyarat untuk mencapai perjanjian nuklir.

"Mereka adalah isu terpisah dan kami mengejar keduanya. Tetapi saya akan mengatakan sangat sulit bagi kami untuk membayangkan kembali ke kesepakatan nuklir sementara empat orang Amerika yang tidak bersalah disandera oleh Iran," kata Malley kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

"Jadi, bahkan saat kami melakukan pembicaraan dengan Iran secara tidak langsung mengenai dokumen perjanjian nuklir, sekali lagi secara tidak langsung, kami berdiskusi dengan mereka untuk memastikan pembebasan warga AS yang menjadi sandera," kata Malley saat di Wina,

Pembicaraan untuk membawa Washington dan Teheran kembali mematuhi secara penuh kesepakatan nuklir itu berlangsung di Wina, Austria.

Dalam beberapa tahun terakhir, pasukan elite Iran Garda Revolusi telah menangkap puluhan warga Iran dan warga asing, sebagian besar atas tuduhan spionase dan terkait keamanan.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh Iran menangkap warga asing dan menjadikannya tahanan untuk mendapatkan pengaruh diplomatik.

Sementara negara-negara Barat telah lama menuntut agar Teheran membebaskan warganya, yang mereka sebut sebagai tahanan politik.

Teheran membantah telah menahan orang karena alasan politik.

Pesan Telah Disampaikan

Malley, yang berbicara dalam wawancara itu bersama Barry Rosen, mengatakan tidak ada kesepakatan nuklir yang dicapai tanpa pembebasan warga negara Barat dari tahanan Iran.

Rosen adalah seorang mantan diplomat AS berusia 77 tahun yang melakukan mogok makan di Wina untuk menuntut pembebasan tahanan asal AS, Inggris, Prancis, Jerman, Austria, dan Swedia di Iran.

Rosen merupakan salah satu dari 50 lebih diplomat AS yang ditahan selama krisis penyanderaan Iran 1979-1981.

"Saya telah berbicara dengan sejumlah keluarga sandera yang sangat berterima kasih atas apa yang dilakukan oleh Bapak Rosen, tetapi mereka ... seperti halnya saya ... juga meminta dia untuk menghentikan mogok makannya karena pesannya telah disampaikan," kata Malley.

Rosen mengatakan bahwa setelah lima hari tidak makan dia merasa lemah dan akan mengindahkan seruan untuk menghentikan aksinya itu.

"Dengan permintaan dari Utusan Khusus Malley, dokter saya dan lainnya, kami telah sepakat (bahwa) setelah pertemuan ini saya akan menghentikan mogok makan tetapi ini tidak berarti bahwa orang lain tidak akan menerima tongkat estafet (dari aksi ini)," kata Rosen.

Pembicaraan tidak langsung antara Iran dan AS --sebagai upaya membawa kedua negara kembali mematuhi secara penuh kesepakatan nuklir 2015 yang penting itu-- memasuki putaran ke-8.

Iran menolak untuk mengadakan pertemuan dengan para pejabat AS, sehingga pihak lain akan harus bolak-balik berkoordinasi dengan kedua belah pihak.

Iran dan negara-negara besar sepakat mencabut sanksi terhadap Teheran sebagai imbalan atas pembatasan kegiatan nuklir Iran. Kebuntuan pembicaraan memberi waktu bagi Iran untuk mendapatkan bahan pembuat bom nuklir jika negara itu hendak membuatnya. Namun, Iran telah membantah bahwa pihaknya sedang membuat senjata nuklir.

Pada 2018, Presiden AS saat itu Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir 2015 itu dan menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.

Baca juga: IAEA sebut Iran halangi pembicaraan ihwal kesepakatan nuklir yang timpang

Baca juga: Iran menyalahkan AS karena jeda dalam pembicaraan nuklir

Iran menanggapi langkah AS itu dengan melanggar banyak pembatasan kegiatan nuklir yang tertera dalam perjanjian, sampai-sampai negara Barat mengatakan perjanjian itu akan segera dilanggar sepenuhnya.

Sumber: Antara/Reuters

Pewarta : Yuni Arisandy Sinaga
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024