Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Opening of the 1st Finance Minister and Central Bank Governor Meeting di Jakarta, Kamis, menilai munculnya varian baru COVID-19, Omicron berkontribusi terhadap peningkatan ketidakpastian ekonomi global.
"Seperti varian COVID-19 sebelumnya, Omicron mempengaruhi negara pada waktu yang berbeda," ucap Sri Mulyani.
Divergensi kapasitas untuk mengatasi pandemi COVID-19, termasuk peluncuran vaksin di seluruh negara merupakan faktor utama yang menyebabkan pemulihan yang tidak merata.
Ia menjelaskan perekonomian global terus pulih, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pemulihan, termasuk harga makanan dan energi yang lebih tinggi, potensi kenaikan suku bunga, ancaman varian baru COVID-19, gangguan rantai pasokan, bencana alam akibat perubahan iklim, dan meningkatnya ketegangan geopolitik.
"Faktor-faktor ini tentu saja akan membentuk pemandangan ekonomi global ke depan," tuturnya.
Setelah terkontraksi sebesar 3,3 persen pada tahun 2020, Dana Moneter Nasional (IMF) memproyeksikan ekonomi dunia akan tumbuh sebesar 5,9 persen pada tahun 2021 dan moderat menjadi 4,4 persen pada tahun 2022.
Meski berhasil pulih, Sri Mulyani menilai pemulihan ekonomi global terjadi secara tidak merata.
Indonesia menjadi penyelenggara G20 pada saat yang penuh tantangan, sehingga di satu sisi komitmen untuk mengatasi tantangan kesehatan global harus ditindaklanjuti untuk membantu negara mengelola dampak Omicron dan varian baru lainnya yang mungkin muncul, sedangkan di sisi lain risiko jangka pendek lainnya harus dikelola.
Baca juga: President Joko Widodo expects B20 to support energy transition acceleration
Kendati begitu, Bendahara Negara ini menekankan pengelolaan dampak ekonomi dan keuangan akibat pandemi serta meningkatkan akses vaksin yang adil tetap menjadi prioritas untuk memperluas dan memperkuat pemulihan global dengan memastikan pulih bersama dan pulih lebih kuat.
Baca juga: Kominfo luncurkan G20pedia untuk sukseskan G20 2022
"Mengarahkan vaksin ke tempat yang paling diperlukan sangat penting untuk mengendalikan pandemi dan mengurangi kemungkinan varian baru," ungkapnya.
"Seperti varian COVID-19 sebelumnya, Omicron mempengaruhi negara pada waktu yang berbeda," ucap Sri Mulyani.
Divergensi kapasitas untuk mengatasi pandemi COVID-19, termasuk peluncuran vaksin di seluruh negara merupakan faktor utama yang menyebabkan pemulihan yang tidak merata.
Ia menjelaskan perekonomian global terus pulih, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pemulihan, termasuk harga makanan dan energi yang lebih tinggi, potensi kenaikan suku bunga, ancaman varian baru COVID-19, gangguan rantai pasokan, bencana alam akibat perubahan iklim, dan meningkatnya ketegangan geopolitik.
"Faktor-faktor ini tentu saja akan membentuk pemandangan ekonomi global ke depan," tuturnya.
Setelah terkontraksi sebesar 3,3 persen pada tahun 2020, Dana Moneter Nasional (IMF) memproyeksikan ekonomi dunia akan tumbuh sebesar 5,9 persen pada tahun 2021 dan moderat menjadi 4,4 persen pada tahun 2022.
Meski berhasil pulih, Sri Mulyani menilai pemulihan ekonomi global terjadi secara tidak merata.
Indonesia menjadi penyelenggara G20 pada saat yang penuh tantangan, sehingga di satu sisi komitmen untuk mengatasi tantangan kesehatan global harus ditindaklanjuti untuk membantu negara mengelola dampak Omicron dan varian baru lainnya yang mungkin muncul, sedangkan di sisi lain risiko jangka pendek lainnya harus dikelola.
Baca juga: President Joko Widodo expects B20 to support energy transition acceleration
Kendati begitu, Bendahara Negara ini menekankan pengelolaan dampak ekonomi dan keuangan akibat pandemi serta meningkatkan akses vaksin yang adil tetap menjadi prioritas untuk memperluas dan memperkuat pemulihan global dengan memastikan pulih bersama dan pulih lebih kuat.
Baca juga: Kominfo luncurkan G20pedia untuk sukseskan G20 2022
"Mengarahkan vaksin ke tempat yang paling diperlukan sangat penting untuk mengendalikan pandemi dan mengurangi kemungkinan varian baru," ungkapnya.