Waingapu (ANTARA) - Komisiner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nuning Rodiyah mengatakan lembaga penyiaran radio di tingkat lokal akan tetap mampu bertahan sebagai tulang punggung informasi bagi masyarakat daerah atau wilayah pelosok.
"Dengan kondisi daerah-daerah yang belum terjangkau internet, saluran televisi, maka kebutuhan informasi masyarakat tetap bisa terjawab lewat siaran radio," katanya saat berkunjung bersama rombongan ke Kantor Redaksi Radio Max 96,9 FM dalam kegiatan Press Camp di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Kamis, (24/2).
Ia mengatakan pihaknya merasa optimistis informasi yang disampaikan radio tetap dipercaya masyarakat, karena berdasarkan data, penyampaian informasi yang mengandung kebohongan (hoaks) di radio hanya 0,2 persen.
Sedangkan tingkat informasi hoaks yang disiarkan televisi 8,7 persen dan media sosial mencapai 87 persen, sehingga media yang paling terpercaya saat ini berdasarkan survei adalah radio.
"Jadi kalau radio menjadi tulang punggung informasi untuk menjamin hak atas informasi masyarakat itu menjadi sangat relevan," katanya.
"Dan menjadi keniscayaan masyarakat tidak boleh lagi meninggalkan radio karena di kondisi apapun radio akan tetap bertahan," katanya.
Nuning mengatakan radio juga memiliki tingkat kedekatan dan interaksi yang lebih interaktif dengan masyarakat dibandingkan dengan media lainnya.
Pendengar radio nyaris mengetahui berbagai hal tentang radio seperti studio penyiaran, menghafal penyiar radio hingga berkomunikasi langsung, yang berbeda dengan televisi, internet atau media sosial.
"Pendengar yang menelpon ke radio sudah pasti orangnya terverifikasi, penyampaian informasi bisa dilacak, sementara di media sosial kita tidak tahu persis apakah akun digunakan terverifikasi atau tidak," katanya.
Baca juga: KPI ajak media massa NTT perkuat pemberitaan potensi lokal
Nuning menambahkan dari sisi regulasi, KPI juga sudah menyiapkan masukan tentang Undang-Undang Penyiaran dengan prinsip adanya keadilan dalam pengawasan.
Saat ini, kata dia radio dan televisi diatur sangat ketat dengan sejumlah aturan yang ada, sementara media sosial nyaris tidak ada yang mengatur dengan cukup ketat.
Baca juga: Kata Wapres digitalisasi pers dan penyiaran harus segera diwujudkan
"Media sosial tampak bebas dengan muatan informasi yang mengandung pornografi, porno aksi, hoaks, dan sebagainya dengan bebas tanpa ada kontrol, sementara radio tingkat hoaks-nya saja cuma 0,2 persen, " katanya.
"Dengan kondisi daerah-daerah yang belum terjangkau internet, saluran televisi, maka kebutuhan informasi masyarakat tetap bisa terjawab lewat siaran radio," katanya saat berkunjung bersama rombongan ke Kantor Redaksi Radio Max 96,9 FM dalam kegiatan Press Camp di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Kamis, (24/2).
Ia mengatakan pihaknya merasa optimistis informasi yang disampaikan radio tetap dipercaya masyarakat, karena berdasarkan data, penyampaian informasi yang mengandung kebohongan (hoaks) di radio hanya 0,2 persen.
Sedangkan tingkat informasi hoaks yang disiarkan televisi 8,7 persen dan media sosial mencapai 87 persen, sehingga media yang paling terpercaya saat ini berdasarkan survei adalah radio.
"Jadi kalau radio menjadi tulang punggung informasi untuk menjamin hak atas informasi masyarakat itu menjadi sangat relevan," katanya.
"Dan menjadi keniscayaan masyarakat tidak boleh lagi meninggalkan radio karena di kondisi apapun radio akan tetap bertahan," katanya.
Nuning mengatakan radio juga memiliki tingkat kedekatan dan interaksi yang lebih interaktif dengan masyarakat dibandingkan dengan media lainnya.
Pendengar radio nyaris mengetahui berbagai hal tentang radio seperti studio penyiaran, menghafal penyiar radio hingga berkomunikasi langsung, yang berbeda dengan televisi, internet atau media sosial.
"Pendengar yang menelpon ke radio sudah pasti orangnya terverifikasi, penyampaian informasi bisa dilacak, sementara di media sosial kita tidak tahu persis apakah akun digunakan terverifikasi atau tidak," katanya.
Baca juga: KPI ajak media massa NTT perkuat pemberitaan potensi lokal
Nuning menambahkan dari sisi regulasi, KPI juga sudah menyiapkan masukan tentang Undang-Undang Penyiaran dengan prinsip adanya keadilan dalam pengawasan.
Saat ini, kata dia radio dan televisi diatur sangat ketat dengan sejumlah aturan yang ada, sementara media sosial nyaris tidak ada yang mengatur dengan cukup ketat.
Baca juga: Kata Wapres digitalisasi pers dan penyiaran harus segera diwujudkan
"Media sosial tampak bebas dengan muatan informasi yang mengandung pornografi, porno aksi, hoaks, dan sebagainya dengan bebas tanpa ada kontrol, sementara radio tingkat hoaks-nya saja cuma 0,2 persen, " katanya.