Kupang (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Provinsi Nusa Tenggara Timur mendorong pemerintah daerah di provinsi setempat agar memperkuat sektor industri pengolahan yang potensial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di provinsi berbasiskan kepulauan itu.
"Kami melihat ada sektor potensial di NTT yaitu industri pengolahan yang ketika dikembangkan secara kuat maka akan berdampak bagus untuk perekonomian di daerah ini," kata Kepala Kantor Wilayah DJPb NTT Catur Ariyanto Widodo dalam kegiatan seminar bertema Kajian Fiskal dan Ekonomi Regional NTT di Kupang, Kamis (17/3).
Ia menjelaskan pertumbuhan industri pengolahan di NTT pada 2020 menurun -2,77 persen namun kembali bertumbuh positif pada 2021 sebesar 2,29 persen.
Dari sisi kontribusi, kata dia, industri pengolahan berkontribusi terhadap perekonomian di NTT pada 2021 sebesar 1,18 persen.
Baca juga: DJP sebut 5.000 UMKM NTT manfaatkan insentif pajak
Catur menjelaskan secara umum terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi dalam menggerakkan ekonomi di NTT termasuk industri pengolahan yaitu masih rendahnya pendapatan masyarakat karena belum optimal pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Baca juga: DJP berkomitmen kawal belanja pemerintah di NTT
Selain itu infrastruktur yang masih belum memadai, sumbangan sektor pariwisata terhadap perekonomian daerah masih rendah, dan masih belum optimal peran NTT dalam perdagangan regional baik itu ekspor maupun impor.
"Tantangan ini yang perlu terus dibenahi pemerintah daerah agar perekonomian di NTT bisa bertumbuh lebih cepat," katanya.
Catur mengatakan industri pengolahan memainkan peranan strategis sebagai penghubung antara sektor unggulan pertanian, kehutanan, dan perikanan di NTT yang bertumbuh positif pada 2021 sebesar 4,92 persen.
Sektor unggulan ini juga menjadi penyumbang terbesar bagi perekonomian NTT dapat mencapai 29,17 persen di 2021, meskipun menurun dibandingkan 2020 sebesar 41,43 persen.
Ia mengatakan dengan kondisi ini maka industri pengolahan perlu diperkuat sehingga hasil produksi pertanian, perikanan, dan kehutanan lebih memiliki nilai tambah serta berkontribusi lebih besar bagi perekonomian di NTT.
Kegiatan seminar itu dihadiri sejumlah pimpinan dari lintas instansi yakni Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Biro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Provinsi NTT, Badan Pusat Statistik (BPS) NTT, Bappeda, Bappelitbangda, BPKAD, maupun ekonomi, dosen dan mahasiswa.
"Kami melihat ada sektor potensial di NTT yaitu industri pengolahan yang ketika dikembangkan secara kuat maka akan berdampak bagus untuk perekonomian di daerah ini," kata Kepala Kantor Wilayah DJPb NTT Catur Ariyanto Widodo dalam kegiatan seminar bertema Kajian Fiskal dan Ekonomi Regional NTT di Kupang, Kamis (17/3).
Ia menjelaskan pertumbuhan industri pengolahan di NTT pada 2020 menurun -2,77 persen namun kembali bertumbuh positif pada 2021 sebesar 2,29 persen.
Dari sisi kontribusi, kata dia, industri pengolahan berkontribusi terhadap perekonomian di NTT pada 2021 sebesar 1,18 persen.
Baca juga: DJP sebut 5.000 UMKM NTT manfaatkan insentif pajak
Catur menjelaskan secara umum terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi dalam menggerakkan ekonomi di NTT termasuk industri pengolahan yaitu masih rendahnya pendapatan masyarakat karena belum optimal pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Baca juga: DJP berkomitmen kawal belanja pemerintah di NTT
Selain itu infrastruktur yang masih belum memadai, sumbangan sektor pariwisata terhadap perekonomian daerah masih rendah, dan masih belum optimal peran NTT dalam perdagangan regional baik itu ekspor maupun impor.
"Tantangan ini yang perlu terus dibenahi pemerintah daerah agar perekonomian di NTT bisa bertumbuh lebih cepat," katanya.
Catur mengatakan industri pengolahan memainkan peranan strategis sebagai penghubung antara sektor unggulan pertanian, kehutanan, dan perikanan di NTT yang bertumbuh positif pada 2021 sebesar 4,92 persen.
Sektor unggulan ini juga menjadi penyumbang terbesar bagi perekonomian NTT dapat mencapai 29,17 persen di 2021, meskipun menurun dibandingkan 2020 sebesar 41,43 persen.
Ia mengatakan dengan kondisi ini maka industri pengolahan perlu diperkuat sehingga hasil produksi pertanian, perikanan, dan kehutanan lebih memiliki nilai tambah serta berkontribusi lebih besar bagi perekonomian di NTT.
Kegiatan seminar itu dihadiri sejumlah pimpinan dari lintas instansi yakni Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Biro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Provinsi NTT, Badan Pusat Statistik (BPS) NTT, Bappeda, Bappelitbangda, BPKAD, maupun ekonomi, dosen dan mahasiswa.