Kupang (ANTARA) - Kantor Bank Indonesia (BI) Wilayah Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) memprediksi inflasi di provinsi itu pada tahun 2022 ini akan mengalami kenaikan sekitar 2,4 hingga 2,8 persen dibandingkan inflasi tahun 2021 yang hanya 2 persen.
"Untuk mencapai kenaikan inflasi mencapai 2,4 hingga 2,8 persen itu harus ada ketersediaan barang sehingga harga-harga barang di pasaran mulai terjangkau," kata Kepala BI Wilayah Perwakilan NTT I Nyoman Ariawan Atmaja di Kupang, Sabtu, (2/4).
Namun, kata dia, untuk menjaga ketersediaan barang serta menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok di pasar diperlukan tim pengendalian inflasi daerah (TPID) dan juga satgas pangan.
Tak hanya itu, distribusi barang-barang kebutuhan pokok juga harus lancar, karena hal itu dapat membantu menjaga kestabilan harga di pasaran.
"Disamping itu juga diharapkan biaya logistik murah. Karena memang selama ini cukup mahal biaya logistik nya. Kami sedang carikan solusinya," katanya.
Lebih lanjut kata dia, secara umum juga perkembangan global seperti permintaan terhadap komoditi yang naik sehingga harga komoditi yang naik menjadi bisa menjadi salah satu penyebab dari kenaikan inflasi di NTT pada tahun 2022 ini.
Terutama ujar dia, komoditi sumber daya alam (SDA) seperti batu bara, minyak, gas dan lainnya termasuk CPO yang adalah minyak goreng.
"Namun berdasarkan perkembangan terakhir, adanya invasi Rusia ke Ukraina juga dapat menyebabkan harga komoditas naik dari harga semula. Sementara negara-negara penghasil belum optimal dalam menghasilkan kebutuhan akibat dari permintaan dunia," ucap dia.
Jadi, lanjut dia, penyebab seperti kenaikan BBM serta minyak goreng di pasaran itu juga dampak dari perkembangan global saat ini.
Baca juga: BI sebut Pengguna QRIS di NTT capai 101.000 pedagang
Baca juga: BI NTT dorong digitalisasi ekonomi dan keuangan UMKM
"Untuk mencapai kenaikan inflasi mencapai 2,4 hingga 2,8 persen itu harus ada ketersediaan barang sehingga harga-harga barang di pasaran mulai terjangkau," kata Kepala BI Wilayah Perwakilan NTT I Nyoman Ariawan Atmaja di Kupang, Sabtu, (2/4).
Namun, kata dia, untuk menjaga ketersediaan barang serta menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok di pasar diperlukan tim pengendalian inflasi daerah (TPID) dan juga satgas pangan.
Tak hanya itu, distribusi barang-barang kebutuhan pokok juga harus lancar, karena hal itu dapat membantu menjaga kestabilan harga di pasaran.
"Disamping itu juga diharapkan biaya logistik murah. Karena memang selama ini cukup mahal biaya logistik nya. Kami sedang carikan solusinya," katanya.
Lebih lanjut kata dia, secara umum juga perkembangan global seperti permintaan terhadap komoditi yang naik sehingga harga komoditi yang naik menjadi bisa menjadi salah satu penyebab dari kenaikan inflasi di NTT pada tahun 2022 ini.
Terutama ujar dia, komoditi sumber daya alam (SDA) seperti batu bara, minyak, gas dan lainnya termasuk CPO yang adalah minyak goreng.
"Namun berdasarkan perkembangan terakhir, adanya invasi Rusia ke Ukraina juga dapat menyebabkan harga komoditas naik dari harga semula. Sementara negara-negara penghasil belum optimal dalam menghasilkan kebutuhan akibat dari permintaan dunia," ucap dia.
Jadi, lanjut dia, penyebab seperti kenaikan BBM serta minyak goreng di pasaran itu juga dampak dari perkembangan global saat ini.
Baca juga: BI sebut Pengguna QRIS di NTT capai 101.000 pedagang
Baca juga: BI NTT dorong digitalisasi ekonomi dan keuangan UMKM