Kupang (Antaranews NTT) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang MSi mengatakan Pilpres 2019 dengan calon tunggal melawan kotak kosong tidak mungkin terwujud.
"Bagi saya, Pilpres 2019 merupakan pertarungan yang sesungguhnya, bukan hanya soal siapa menang dan siapa kalah, tetapi sudah menjurus ke politik harga diri," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Kamis (9/9).
Menurut dia, partai oposisi akan bersatu hanya untuk mempertahankan harga diri politik, sehingga kotak kosong tidak mungkin terwujud dalam Pilpres 2019.
"Jadi kalau ada yang berpendapat bahwa Pilpres kotak kosong, itu tidak mungkin terwujud karena partai oposisi memiliki musuh yang sama," ujarnya.
Di sisi lain, Presiden Jokowi juga masih berkutat soal siapa pendampingnya yang menjadi cawapres dalam Pemilu 2019.
Namun, secara tersirat Jokowi mengatakan yang akan menjadi cawapresnya pada Pemilu 2019 adalah seorang tokoh nasionalis berinisial M.
Baca juga: Presidential Threshold Bantu Calon Presiden
Kondisi ini dikarenakan ketiadaan figur, dan juga partai tidak akan mengambil risiko, karena penentuan capres juga akan berpengaruh terhadap dukungan publik bagi partai dan calegnya pada Pemilu 2019.
Karena itu, menyodorkan calon presiden akan berdampak terhadap pileg karena Pilpres 2019 akan dilaksanakan secara bersamaan dengan pemilu legislatif,.
Kegamangan politik
Ahmad Atang mengatakan, kegamangan publik menjelang pendaftaran bakal calon presiden ke KPU sebagai hal yang wajar.
"Bagi saya, kegamangan publik wajar, karena selama ini Gerindra sebagai lokomatif oposisi dengan mitranya PKS telah membangun format politik keumatan dengan basis massa pada pemilih muslim santri," katanya.
Namun, kondisi politik dukungan itu mengalami jalan buntu dengan masuknya Partai Demokrat dalam koalisi tersebut.
Menurut dia, Prabowo akan tetap bertarung dalam konstetasi Pilpres 2019, tetapi hanya menunggu keputusan partai koalisi untuk menentukan siapa calon pendampingnya.
Baca juga: Pilpres 2019 hanya mengulangi drama 2014
Dia menambahkan, Pilpres 2019 merupakan pertarungan yang sesungguhnya, bukan hanya soal siapa menang dan siapa kalah tetapi sudah menjurus ke politik harga diri.
"Partai oposisi akan bersatu hanya untuk mempertahan harga diri politik, sehingga apapun alasannya, Prabowo tetap disandingkan untuk berhadapan dengan Jokowi pada Pilpres 2019.
"Bagi saya, Pilpres 2019 merupakan pertarungan yang sesungguhnya, bukan hanya soal siapa menang dan siapa kalah, tetapi sudah menjurus ke politik harga diri," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Kamis (9/9).
Menurut dia, partai oposisi akan bersatu hanya untuk mempertahankan harga diri politik, sehingga kotak kosong tidak mungkin terwujud dalam Pilpres 2019.
"Jadi kalau ada yang berpendapat bahwa Pilpres kotak kosong, itu tidak mungkin terwujud karena partai oposisi memiliki musuh yang sama," ujarnya.
Di sisi lain, Presiden Jokowi juga masih berkutat soal siapa pendampingnya yang menjadi cawapres dalam Pemilu 2019.
Namun, secara tersirat Jokowi mengatakan yang akan menjadi cawapresnya pada Pemilu 2019 adalah seorang tokoh nasionalis berinisial M.
Baca juga: Presidential Threshold Bantu Calon Presiden
Kondisi ini dikarenakan ketiadaan figur, dan juga partai tidak akan mengambil risiko, karena penentuan capres juga akan berpengaruh terhadap dukungan publik bagi partai dan calegnya pada Pemilu 2019.
Karena itu, menyodorkan calon presiden akan berdampak terhadap pileg karena Pilpres 2019 akan dilaksanakan secara bersamaan dengan pemilu legislatif,.
Kegamangan politik
Ahmad Atang mengatakan, kegamangan publik menjelang pendaftaran bakal calon presiden ke KPU sebagai hal yang wajar.
"Bagi saya, kegamangan publik wajar, karena selama ini Gerindra sebagai lokomatif oposisi dengan mitranya PKS telah membangun format politik keumatan dengan basis massa pada pemilih muslim santri," katanya.
Namun, kondisi politik dukungan itu mengalami jalan buntu dengan masuknya Partai Demokrat dalam koalisi tersebut.
Menurut dia, Prabowo akan tetap bertarung dalam konstetasi Pilpres 2019, tetapi hanya menunggu keputusan partai koalisi untuk menentukan siapa calon pendampingnya.
Baca juga: Pilpres 2019 hanya mengulangi drama 2014
Dia menambahkan, Pilpres 2019 merupakan pertarungan yang sesungguhnya, bukan hanya soal siapa menang dan siapa kalah tetapi sudah menjurus ke politik harga diri.
"Partai oposisi akan bersatu hanya untuk mempertahan harga diri politik, sehingga apapun alasannya, Prabowo tetap disandingkan untuk berhadapan dengan Jokowi pada Pilpres 2019.