Tanjung Selor (ANTARA) - Satu foto berita viral tersiar dari laman (website) milik sebuah desa pedalaman yang berjarak ratusan kilometer dari Tanjung Selor --ibu kota Provinsi Kalimantan Utara-- pada awal Mei 2022.
Lihatlah, sebuah rumah kayu berwarna biru hanyut tersapu banjir besar seperti diwartakan di: https://longpada.desa.id/first/artikel/2022/5/4/bencana-alambanjir-di-desa-long-pada.
Kabar itu disertai narasi: "Pada hari Senin Tanggal 2 Mei tahun 2022, Desa Long Pada mengalami Bencana Banjir Besar yang melanda Rumah Masyarakat beserta Fasilitas-Fasilitas Umum yang berada di Desa Long Pada yang menyebabkan Salah satu rumah masyarakat Beserta seisi rumah nya bablas di terpa banjir tersebut".
Demikian teras berita yang dikabarkan oleh warga Desa Long Pada, Kecamatan Sungai Tubu, Kabupaten Malinau, Kaltara, melalui website resmi mereka.
Teras berita ini meskipun di dalamnya tercatat ada beberapa kata dan ejaan yang kurang sesuai KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) namun sudah memiliki rumus "5W + 1 H" (What, Who, When, Why, Where, dan How) sebagai unsur berita.
Pada konten warta yang dikelola oleh warga pedalaman berpenduduk 236 jiwa atau 49 keluarga itu sudah mengandung news values (nilai-nilai berita).
Bacalah pada alinea ketiga, "selain dampaknya menyebabkan salah satu rumah masyarakat hanyut, banjir besar ini telah meluluhlantakkan beberapa fasilitas umum di antaranya yang paling memprihatinkan ialah Gedung Mes desa rian tubu, yang tergeser cukup jauh tertimpa atau menyangkut di gedung PAUD yang beberapa meter berada di sebelahnya".
Berkat berita di portal resmi Desa Pada itu, sehari kemudian, Pemkab Malinau segera menurunkan tim untuk penanggulangan dampak banjir dengan membagi bahan makanan dan selimut. Meskipun, Perjalanan untuk menjangkau Pada dari Malinau --ibu kota kabupaten-- tidaklah mudah.
Perjalanan Pada-Malinau butuh sekitar enam jam dalam kondisi normal. Perjalanan dalam kondisi tak normal --saat musim hujan-- maka jarak tempuh akan lebih lama karena biasanya terhadap banjir, longsor, lumpur dan batang pohon roboh.
Pada musim hujan ini wajib menggunakan mobil gardan ganda (four wheel drive/4WD) untuk meluncur di jalan off road milik perusahaan logging (pemegang konsesi hak pengusahaan hutan/HPH).
Perjalanan darat ke Long Pada ini baru terbuka 2015, sebelumnya harus lewat sungai menggunakan perahu bermotor kecil (ketinting).
Isu global
Selain Long Pada, maka desa lain yang sudah online antara lain Data Dian Kayan Hilir, Long Alango dan Apuping di Kecamatan Bahau Hulu. Ketiga desa ini masuk wilayah yang perbatasan.
Website di pedalaman dan perbatasan Kaltara itu antara lain, yakni datadian.desa.id, longalango.desa.id, apauping.desa.id, dan longjalan.desa.id yang sudah online sejak April 2022, sedangkan Desa Long Pada sudah ada sekitar akhir 2021.
Baca juga: Artikel - Menelusuri keindahan warisan geologi Meratus
Keberadaan jaringan internet di pedalaman dan perbatasan hasil kerja sama Telkom dengan Kominfo melalui "program Bakti Aksi". Ada juga dukungan internet melalui provider Indosat di
Desa Long Jalan Kecamatan Malinau Selatan Hulu.
Sedangkan keberadaan website desa, termasuk pelatihan bagi para pengelola berkat dukungan tim konsorsium, yakni Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bekerja sama LSM lokal, LP3M (Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Masyarakat) Dayak Punan Malinau, dan TFCA (Tropical Forest Conservation Act) Kalimantan.
Keberadaan website desa itu adalah bagian dari program yang lebih luas terkait isu global atau ekologis.
Tujuan strategis utama Warsi adalah "Hutan alam tersisa di Indonesia terselamatkan dan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sejahtera".
Mengenai sistem informasi desa ini sebenarnya merupakan amanah dari UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Sistem aplikasi ini merupakan database yang berisikan informasi spasial, sosial dan administrasi pemerintahan desa, dan kini sudah tercatat di Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia.
Keberadaan web desa itu disambut gembira warga seperti diakui Trim Ifung, Kepala Desa Data Dian.
Sebelum ada sistem informasi itu warga dataran tinggi Apau Kayan benar-benar terisolasi karena mereka buta akan berita di luar sana dan orang luar juga seperti tak tahu keberadaan mereka.
Media promosi desa
Tim konsorsium sudah melakukan fasilitasi yang intensif di sana sejak Juni 2021, khususnya menjalankan program aplikasi yang dinamai PRM-AID (Potensi Ruang Mikro Aplikasi Informasi Desa).
Aplikasi PRM-AID adalah wadah sistem data base berisi informasi kondisi serta potensi sosial dan spasial desa, serta surat-menyurat desa.
Sistem informasi desa merupakan database yang bisa menjadi rujukan program dan perencanaan pembangunan desa karena dilengkapi web GIS (Geographic Information System). Mendukung itu, maka ada pelatihan dan pengenalan GPS (Global Positioning System).
Baca juga: Artikel - Menyiapkan generasi perawat bumi Wakatobi
Pada Mei-Juni 2022 ditargetkan ada cek silang data pada aplikasi di tingkat kecamatan hingga nantinya dilakukan peluncuran aplikasi di tingkat kabupaten.
Kini, dengan sudah terdata di Kementerian Kominfo, aplikasi itu menjadi media promosi potensi desa. Desa Data Dian, misalnya memiliki sejumlah potensi, seperti madu hutan kualitas premium serta potensi wisata alam dataran tinggi Apau Kayan dan keunikan adat dan budaya masyarakat Dayak Kayan.
Desa yang berjarak --secara garis lurus-- 375 km dari Malinau (ibu kota kabupaten) itu dapat ditempuh dengan rute jalur udara dan darat.
Rute udara menggunakan pesawat jenis Pilatus dengan kapasitas enam orang selama satu jam dari Kota Malinau.
Melalui jalur darat, bisa juga dijangkau dari wilayah Kaltim, yakni dari Kota Samarinda menuju Sungai Boh-Long Bagun di daerah Mahakam Hulu hingga masuk pedalaman Kaltara dengan bertualang menggunakan mobil lapangan menikmati keindahan dataran tinggi Apau Kayan.
Waktu tempuh untuk rute ini sifatnya tentatif --bisa satu minggu bahkan lebih-- tergantung cuaca dan kondisi jalan poros long bagun-data dian yang belum ada pengerasan.
Pengakuan hak adat
KKI Warsi selain ikut membidani website desa juga berperan dalam membantu Dayak Punan --masyarakat terasing yang hidup secara nomaden di rimba Kalimantan-- mendapat "hak legal" terhadap hutan adat.
Kehidupan warga pedalaman dengan hutan ibarat "ikan dan air" sehingga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan rakyat setempat adalah kesatuan.
Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhirnya mengakui hak warga dengan menerbitkan surat keputusan (SK) tentang Hutan Desa di pedalaman dan perbatasan Kaltara.
Pusat antara lain telah menerbitkan SK Hutan Desa Desa Long Jalan Nomor 1547/MenLHK-PSKL/PKPS//PSL.03.2021 untuk masyarakat Desa Long Jalan seluas 18.891 Ha.
Menteri LHK juga telah menerbitkan SK serupa untuk Long Lake, Long Pada, Long Nyau dan Laban Nyarit, Mirau.
Selain melalui SK Menteri LHK, hak pengelolaan hutan juga diakui melalui SK Bupati Malinau tentang hutan adat di Abai Sembuak dan Punan Adiu. Desa yang mendapat SK Bupati Malinau ini dalam proses untuk pengesahan dari MenLHK.
Maknanya, kawasan hutan itu diharapkan aman dari "penjarahan" industri perhutanan dan perkebunan serta aktifitas lain untuk merusak ekologis, termasuk mencegah kehadiran "pemburu gaharu liar yang serakah" dari luar.
Kearifan lokal warga nomaden itu diharapkan mampu menjaga kelestarian hutan pada salah satu kawasan yang masuk dalam bagian Heart of Borneo.
Warga Dayak sejak ratusan tahun silam berhasil menjaga kelestarian lingkungan dengan kearifan lokal, yakni mereka membagi hutan pada beberapa zona pemanfaatan agar hutan lestari.
Baca juga: Artikel - Mengenal teknologi mitigasi bencana karya Indonesia
Misal, zona "hutan larangan" (tak boleh dibabat untuk berbagai aktifitas, termasuk perladangan) karena kawasan itu menyimpan potensi gaharu, damar, rotan, madu, buah hutan dan tumbuhan obat-obatan.
Adanya pengakuan hak hutan desa dan hutan adat diharapkan kearifan lokal terjaga serta mampu menyelamatkan kawasan "benteng hutan hujan tropis dataran tinggi yang tersisa" di Indonesia.
Selain isu ekologis, maka persoalan menonjol di kawasan ini yang seharusnya cepat direspon pemerintah daerah dan pusat adalah masalah teritorial, mengingat sebagian wilayah Kaltara berbatasan langsung dengan Malaysia.
Kasus diduga bergeser patok tapal batas atau lenyapnya beberapa perkampungan di perbatasan ---akibat eksodus warga karena lamban pembenahan infrastruktur desa-- diharapkan agar tidak terulang lagi.
Keberadaan website desa bukan saja "membuka jendela dunia" namun juga jadi sarana untuk mempercepat "diwartakan" berbagai informasi penting di pedalaman dan perbatasan.
Berbagai informasi itu tentu sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam mengetahui perkembangan daerah terpencil, khususnya menjaga kedaulatan Indonesia di ujung negeri.
Lihatlah, sebuah rumah kayu berwarna biru hanyut tersapu banjir besar seperti diwartakan di: https://longpada.desa.id/first/artikel/2022/5/4/bencana-alambanjir-di-desa-long-pada.
Kabar itu disertai narasi: "Pada hari Senin Tanggal 2 Mei tahun 2022, Desa Long Pada mengalami Bencana Banjir Besar yang melanda Rumah Masyarakat beserta Fasilitas-Fasilitas Umum yang berada di Desa Long Pada yang menyebabkan Salah satu rumah masyarakat Beserta seisi rumah nya bablas di terpa banjir tersebut".
Demikian teras berita yang dikabarkan oleh warga Desa Long Pada, Kecamatan Sungai Tubu, Kabupaten Malinau, Kaltara, melalui website resmi mereka.
Teras berita ini meskipun di dalamnya tercatat ada beberapa kata dan ejaan yang kurang sesuai KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) namun sudah memiliki rumus "5W + 1 H" (What, Who, When, Why, Where, dan How) sebagai unsur berita.
Pada konten warta yang dikelola oleh warga pedalaman berpenduduk 236 jiwa atau 49 keluarga itu sudah mengandung news values (nilai-nilai berita).
Bacalah pada alinea ketiga, "selain dampaknya menyebabkan salah satu rumah masyarakat hanyut, banjir besar ini telah meluluhlantakkan beberapa fasilitas umum di antaranya yang paling memprihatinkan ialah Gedung Mes desa rian tubu, yang tergeser cukup jauh tertimpa atau menyangkut di gedung PAUD yang beberapa meter berada di sebelahnya".
Berkat berita di portal resmi Desa Pada itu, sehari kemudian, Pemkab Malinau segera menurunkan tim untuk penanggulangan dampak banjir dengan membagi bahan makanan dan selimut. Meskipun, Perjalanan untuk menjangkau Pada dari Malinau --ibu kota kabupaten-- tidaklah mudah.
Perjalanan Pada-Malinau butuh sekitar enam jam dalam kondisi normal. Perjalanan dalam kondisi tak normal --saat musim hujan-- maka jarak tempuh akan lebih lama karena biasanya terhadap banjir, longsor, lumpur dan batang pohon roboh.
Pada musim hujan ini wajib menggunakan mobil gardan ganda (four wheel drive/4WD) untuk meluncur di jalan off road milik perusahaan logging (pemegang konsesi hak pengusahaan hutan/HPH).
Perjalanan darat ke Long Pada ini baru terbuka 2015, sebelumnya harus lewat sungai menggunakan perahu bermotor kecil (ketinting).
Isu global
Selain Long Pada, maka desa lain yang sudah online antara lain Data Dian Kayan Hilir, Long Alango dan Apuping di Kecamatan Bahau Hulu. Ketiga desa ini masuk wilayah yang perbatasan.
Website di pedalaman dan perbatasan Kaltara itu antara lain, yakni datadian.desa.id, longalango.desa.id, apauping.desa.id, dan longjalan.desa.id yang sudah online sejak April 2022, sedangkan Desa Long Pada sudah ada sekitar akhir 2021.
Baca juga: Artikel - Menelusuri keindahan warisan geologi Meratus
Keberadaan jaringan internet di pedalaman dan perbatasan hasil kerja sama Telkom dengan Kominfo melalui "program Bakti Aksi". Ada juga dukungan internet melalui provider Indosat di
Desa Long Jalan Kecamatan Malinau Selatan Hulu.
Sedangkan keberadaan website desa, termasuk pelatihan bagi para pengelola berkat dukungan tim konsorsium, yakni Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bekerja sama LSM lokal, LP3M (Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Masyarakat) Dayak Punan Malinau, dan TFCA (Tropical Forest Conservation Act) Kalimantan.
Keberadaan website desa itu adalah bagian dari program yang lebih luas terkait isu global atau ekologis.
Tujuan strategis utama Warsi adalah "Hutan alam tersisa di Indonesia terselamatkan dan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sejahtera".
Mengenai sistem informasi desa ini sebenarnya merupakan amanah dari UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Sistem aplikasi ini merupakan database yang berisikan informasi spasial, sosial dan administrasi pemerintahan desa, dan kini sudah tercatat di Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia.
Keberadaan web desa itu disambut gembira warga seperti diakui Trim Ifung, Kepala Desa Data Dian.
Sebelum ada sistem informasi itu warga dataran tinggi Apau Kayan benar-benar terisolasi karena mereka buta akan berita di luar sana dan orang luar juga seperti tak tahu keberadaan mereka.
Media promosi desa
Tim konsorsium sudah melakukan fasilitasi yang intensif di sana sejak Juni 2021, khususnya menjalankan program aplikasi yang dinamai PRM-AID (Potensi Ruang Mikro Aplikasi Informasi Desa).
Aplikasi PRM-AID adalah wadah sistem data base berisi informasi kondisi serta potensi sosial dan spasial desa, serta surat-menyurat desa.
Sistem informasi desa merupakan database yang bisa menjadi rujukan program dan perencanaan pembangunan desa karena dilengkapi web GIS (Geographic Information System). Mendukung itu, maka ada pelatihan dan pengenalan GPS (Global Positioning System).
Baca juga: Artikel - Menyiapkan generasi perawat bumi Wakatobi
Pada Mei-Juni 2022 ditargetkan ada cek silang data pada aplikasi di tingkat kecamatan hingga nantinya dilakukan peluncuran aplikasi di tingkat kabupaten.
Kini, dengan sudah terdata di Kementerian Kominfo, aplikasi itu menjadi media promosi potensi desa. Desa Data Dian, misalnya memiliki sejumlah potensi, seperti madu hutan kualitas premium serta potensi wisata alam dataran tinggi Apau Kayan dan keunikan adat dan budaya masyarakat Dayak Kayan.
Desa yang berjarak --secara garis lurus-- 375 km dari Malinau (ibu kota kabupaten) itu dapat ditempuh dengan rute jalur udara dan darat.
Rute udara menggunakan pesawat jenis Pilatus dengan kapasitas enam orang selama satu jam dari Kota Malinau.
Melalui jalur darat, bisa juga dijangkau dari wilayah Kaltim, yakni dari Kota Samarinda menuju Sungai Boh-Long Bagun di daerah Mahakam Hulu hingga masuk pedalaman Kaltara dengan bertualang menggunakan mobil lapangan menikmati keindahan dataran tinggi Apau Kayan.
Waktu tempuh untuk rute ini sifatnya tentatif --bisa satu minggu bahkan lebih-- tergantung cuaca dan kondisi jalan poros long bagun-data dian yang belum ada pengerasan.
Pengakuan hak adat
KKI Warsi selain ikut membidani website desa juga berperan dalam membantu Dayak Punan --masyarakat terasing yang hidup secara nomaden di rimba Kalimantan-- mendapat "hak legal" terhadap hutan adat.
Kehidupan warga pedalaman dengan hutan ibarat "ikan dan air" sehingga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan rakyat setempat adalah kesatuan.
Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhirnya mengakui hak warga dengan menerbitkan surat keputusan (SK) tentang Hutan Desa di pedalaman dan perbatasan Kaltara.
Pusat antara lain telah menerbitkan SK Hutan Desa Desa Long Jalan Nomor 1547/MenLHK-PSKL/PKPS//PSL.03.2021 untuk masyarakat Desa Long Jalan seluas 18.891 Ha.
Menteri LHK juga telah menerbitkan SK serupa untuk Long Lake, Long Pada, Long Nyau dan Laban Nyarit, Mirau.
Selain melalui SK Menteri LHK, hak pengelolaan hutan juga diakui melalui SK Bupati Malinau tentang hutan adat di Abai Sembuak dan Punan Adiu. Desa yang mendapat SK Bupati Malinau ini dalam proses untuk pengesahan dari MenLHK.
Maknanya, kawasan hutan itu diharapkan aman dari "penjarahan" industri perhutanan dan perkebunan serta aktifitas lain untuk merusak ekologis, termasuk mencegah kehadiran "pemburu gaharu liar yang serakah" dari luar.
Kearifan lokal warga nomaden itu diharapkan mampu menjaga kelestarian hutan pada salah satu kawasan yang masuk dalam bagian Heart of Borneo.
Warga Dayak sejak ratusan tahun silam berhasil menjaga kelestarian lingkungan dengan kearifan lokal, yakni mereka membagi hutan pada beberapa zona pemanfaatan agar hutan lestari.
Baca juga: Artikel - Mengenal teknologi mitigasi bencana karya Indonesia
Misal, zona "hutan larangan" (tak boleh dibabat untuk berbagai aktifitas, termasuk perladangan) karena kawasan itu menyimpan potensi gaharu, damar, rotan, madu, buah hutan dan tumbuhan obat-obatan.
Adanya pengakuan hak hutan desa dan hutan adat diharapkan kearifan lokal terjaga serta mampu menyelamatkan kawasan "benteng hutan hujan tropis dataran tinggi yang tersisa" di Indonesia.
Selain isu ekologis, maka persoalan menonjol di kawasan ini yang seharusnya cepat direspon pemerintah daerah dan pusat adalah masalah teritorial, mengingat sebagian wilayah Kaltara berbatasan langsung dengan Malaysia.
Kasus diduga bergeser patok tapal batas atau lenyapnya beberapa perkampungan di perbatasan ---akibat eksodus warga karena lamban pembenahan infrastruktur desa-- diharapkan agar tidak terulang lagi.
Keberadaan website desa bukan saja "membuka jendela dunia" namun juga jadi sarana untuk mempercepat "diwartakan" berbagai informasi penting di pedalaman dan perbatasan.
Berbagai informasi itu tentu sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam mengetahui perkembangan daerah terpencil, khususnya menjaga kedaulatan Indonesia di ujung negeri.