Kupang (AntaraNews NTT) - Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Timor Leste memperketat pengamanan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota Ain menyusul adanya tuduhan dari parlemen Timor Leste yang menyatakan bahwa WNI menerobos batas wilayah negara.
"Anggota kami memang saat ini tengah memperketat pengamanan di kawasan perbatasan menyusul adanya pernyataan tidak mengenakkan tersebut, sehingga membuat pasukan kita dan pasukan Timor Leste waspada di kawasan perbatasan," kata Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang Brigjen Teguh Muji Angkasa kepada Antara di Kupang, Senin (8/10).
Dia menyampaikannya berkaitan dengan adanya larangan dari pihak PLBN Mota Ain bagi warga Indonesia yang ingin sekadar berpose di pintu PLBN, baik PLBN Indonesia maupun Timor Leste.
Danrem Muji Angkasa geram dengan adanya pernyataan dari anggota Komisi VIII Parlemen Nasional Bidang Pertahanan dan Kerja Sama Luar Negeri Timor Leste David Diaz Ximenes yang menyebutkan warga Indonesia telah mencaplok lahan di kawasan perbatasan hingga kini masih menjadi lahan konflik antarkedua negara.
Dalam kunjungan ke PLBN Mota Ain, baik pihak Imigrasi dan TNI tak mengizinkan masyarakat Indonesia menyeberang ke Timor Leste khususnya ke Benteng Batu Gede untuk berbelanja atau berpose tanpa membawa dokumen lengkap.
Dua anggota TNI yang tergabung dalam Satgas Pamtas RI-RDTL berjaga di perbatasan Naktuka di Kabupaten Kupang, NTT. (ANTARA Foto/Humas Satgas Pamtas RI-RDTL)
Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak ingin nanti akan ada masalah baru. Karena itu, anggotanya diperintahkan untuk menjaga seluruh kawasan perbatasan itu dan memperketatnya.
"Tidak hanya di Mota Ain, tetapi juga di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara serta di Motamasin, Kabupaten Malaka," katanya lagi.
Namun ketika ditanya terkait diperketat pengamanan itu akibat adanya penerobosan helikopter yang diduga milik Timor Leste masuk ke wilayah Indonesia di Atambua, ia menepiskannya.
"Memang ada helikopter yang melanggar batas dan masuk ke wilayah kita beberapa waktu lalu, namun kami tidak tahu pasti itu milik siapa. Tetapi memang helikopter itu masuk dari wilayah Timor Leste," katanya lagi.
Walaupun tak berbuat apa-apa, namun menurutnya, jika milik Timor Leste maka sudah tentu hal itu melanggar batas negara.
Lebih lanjut ia mengatakan terkait masalah itu menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat, karena hal itu berkaitan dengan hubungan antarnegara.
Danrem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
"Anggota kami memang saat ini tengah memperketat pengamanan di kawasan perbatasan menyusul adanya pernyataan tidak mengenakkan tersebut, sehingga membuat pasukan kita dan pasukan Timor Leste waspada di kawasan perbatasan," kata Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang Brigjen Teguh Muji Angkasa kepada Antara di Kupang, Senin (8/10).
Dia menyampaikannya berkaitan dengan adanya larangan dari pihak PLBN Mota Ain bagi warga Indonesia yang ingin sekadar berpose di pintu PLBN, baik PLBN Indonesia maupun Timor Leste.
Danrem Muji Angkasa geram dengan adanya pernyataan dari anggota Komisi VIII Parlemen Nasional Bidang Pertahanan dan Kerja Sama Luar Negeri Timor Leste David Diaz Ximenes yang menyebutkan warga Indonesia telah mencaplok lahan di kawasan perbatasan hingga kini masih menjadi lahan konflik antarkedua negara.
Dalam kunjungan ke PLBN Mota Ain, baik pihak Imigrasi dan TNI tak mengizinkan masyarakat Indonesia menyeberang ke Timor Leste khususnya ke Benteng Batu Gede untuk berbelanja atau berpose tanpa membawa dokumen lengkap.
"Tidak hanya di Mota Ain, tetapi juga di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara serta di Motamasin, Kabupaten Malaka," katanya lagi.
Namun ketika ditanya terkait diperketat pengamanan itu akibat adanya penerobosan helikopter yang diduga milik Timor Leste masuk ke wilayah Indonesia di Atambua, ia menepiskannya.
"Memang ada helikopter yang melanggar batas dan masuk ke wilayah kita beberapa waktu lalu, namun kami tidak tahu pasti itu milik siapa. Tetapi memang helikopter itu masuk dari wilayah Timor Leste," katanya lagi.
Walaupun tak berbuat apa-apa, namun menurutnya, jika milik Timor Leste maka sudah tentu hal itu melanggar batas negara.
Lebih lanjut ia mengatakan terkait masalah itu menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat, karena hal itu berkaitan dengan hubungan antarnegara.