Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Timur Bruno Kupok mengakui bahwa adanya pekerja migran ke luar negeri, karena ketiadaan lapangan kerja di dalam negeri.
"Kondisi ini kemudian mendorong warga untuk berlomba-lomba menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri secara tidak prosedural," kata Bruno Kupok kepada Antara di Kupang, Sabtu (20/10).
Ia mengatakan persoalan utamanya adalah lapangan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan warga. "Kalau tidak ada lapangan pekerjaan yang tersedia, mereka memilih menjadi pekerja migran ke luar negeri," katanya.
"Mereka tidak lagi memikirkan risiko yang akan dihadapi sebagai pekerja migran non prosedural di negeri orang. Ini lah yang membuat pemerintah harus mengaturnya dengan baik," katanya.
Sebab, kata Bruno, daya dorong lain yang membuat mereka menjadi pekerja migran di luar negeri karena adanya iming-iming dari para calo yang menjanjikan gaji tinggi dengan bayaran dolar atau ringgit.
"Jika uang dolar atau ringgit dirupiahkan maka jumlahnya bayarannya jauh lebih besar, padahal bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedur resmi, memiliki risiko yang sangat tinggi," katanya.
Baca juga: Lipsus - Pekerja migran dan harga diri sebuah bangsa
Dia menambahkan, upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah menciptakan kemandirian dengan memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan pada balai-balai latihan kerja.
Dengan memiliki keterampilan, seperti menjahit, membuat batu batako, cukur rambut dan keterampilan lainnya, serta modal usaha, mereka bisa membangun usaha secara mandiri.
"Membuka lapangan pekerjaan pun, tentu tidak bisa menampung mereka dalam jumlah banyak, tetapi melatih mereka untuk bisa menghasilkan uang melalui usaha-usaha kecil, mungkin salah satu langkah yang terbaik," ujarnya.
Menurut Bruno Kupok, sebanyak 53 persen dari 2,3 juta angkatan kerja di Nusa Tenggara Timur hanya tamatan sekolah dasar (SD).
Dalam hubungan dengan itu, dia meminta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di tingkat kabupaten dan kota untuk mengaktifkan balai latihan kerja, guna mendidik anak-anak daerah agar mereka bisa mandiri dan terampil, tanpa harus mencari kerja di luar negeri.
Baca juga: NTT Jadi Sasaran Program "Desmigratif""
"Kondisi ini kemudian mendorong warga untuk berlomba-lomba menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri secara tidak prosedural," kata Bruno Kupok kepada Antara di Kupang, Sabtu (20/10).
Ia mengatakan persoalan utamanya adalah lapangan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan warga. "Kalau tidak ada lapangan pekerjaan yang tersedia, mereka memilih menjadi pekerja migran ke luar negeri," katanya.
"Mereka tidak lagi memikirkan risiko yang akan dihadapi sebagai pekerja migran non prosedural di negeri orang. Ini lah yang membuat pemerintah harus mengaturnya dengan baik," katanya.
Sebab, kata Bruno, daya dorong lain yang membuat mereka menjadi pekerja migran di luar negeri karena adanya iming-iming dari para calo yang menjanjikan gaji tinggi dengan bayaran dolar atau ringgit.
"Jika uang dolar atau ringgit dirupiahkan maka jumlahnya bayarannya jauh lebih besar, padahal bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedur resmi, memiliki risiko yang sangat tinggi," katanya.
Baca juga: Lipsus - Pekerja migran dan harga diri sebuah bangsa
Dia menambahkan, upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah menciptakan kemandirian dengan memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan pada balai-balai latihan kerja.
Dengan memiliki keterampilan, seperti menjahit, membuat batu batako, cukur rambut dan keterampilan lainnya, serta modal usaha, mereka bisa membangun usaha secara mandiri.
"Membuka lapangan pekerjaan pun, tentu tidak bisa menampung mereka dalam jumlah banyak, tetapi melatih mereka untuk bisa menghasilkan uang melalui usaha-usaha kecil, mungkin salah satu langkah yang terbaik," ujarnya.
Menurut Bruno Kupok, sebanyak 53 persen dari 2,3 juta angkatan kerja di Nusa Tenggara Timur hanya tamatan sekolah dasar (SD).
Dalam hubungan dengan itu, dia meminta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di tingkat kabupaten dan kota untuk mengaktifkan balai latihan kerja, guna mendidik anak-anak daerah agar mereka bisa mandiri dan terampil, tanpa harus mencari kerja di luar negeri.
Baca juga: NTT Jadi Sasaran Program "Desmigratif""