Kupang (ANTARA News NTT) - Direktorat Kriminal Khusus Polda Nusa Tenggara Timur menahan dua kepala sekolah di Kota Kupang yang diduga menyelewengkan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun ajaran 2017 dan 2018.
Kepala Sub Bidang III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT Kompol Manang Soebeti kepada wartawan di Kupang, Senin (10/12) mengatakan, kedua kepala sekolah yang menyelewengkan dana BOS itu adalah R, Kepala SD Inpres Liliba, dan Y, Kepala SD Inpres Naimata.
"Tersangka Y ketika dugaan penyelewengan ini terjadi, berstatus sebagai bendahara dana BOS SDI Liliba untuk triwulan I dan II tahun anggaran 2017. Saat diamankan petugas keamanan, tersangka Y berstatus sebagai Kepala SD Inpres Naimata," katanya.
Manang yang didampingi Kepala Sub Bidang Pengumpulan Informasi dan Dokumentasi Polda NTT AKP Ketut Sedra itu mengatakan kedua tersangka penyeleweng dana BOS itu dengan cara menaikkan harga dan volume barang yang dibeli.
Disamping itu, keduanya juga melakukan pembelanjaan fiktif yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga merugikan keuangan negara. "Total kerugian negara akibat perbuatan kedua tersangka tersebut mencapai Rp149 juta," katanya.
Ia mengatakan, dana BOS untuk tahun ajaran 2017 sebesar Rp816 juta, sementara untuk tahun ajaran 2018, pihaknya masih menghitungnya karena baru sampai pada Triwulan I dan II, sementara triwulan III dan IV masih berjalan.
Baca juga: Aplikasi SIAP untuk laporan dana BOS
Kedua kepala sekolah ini ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Desember 2018, sementara penahanannya baru berlangsung sejak 6 Desember 2018.
Terkait aliran dana yang diselewengkan itu, kata Manang, pihaknya masih terus mendalami, apakah dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi atau memang ada juga pihak lain yang menikmatinya.
Terkait pasal yang disangkakan kepada kedua kepala SD itu, Manang menyebutkan, keduanya dikenai pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP.
Sementara ancaman hukumannya, terutama pada pasal 2 ayat (1) dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedang ancaman hukuman untuk pasal 3, dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dengan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.