Artikel - Saat mama-mama di Desa Oeseli memanen rupiah dari hasil laut

id NTT,Pemberdayaan masyarakat pesisir,Kota Kupang,Rote Ndao,Artikel rumput laut Oleh Kornelis Kaha

Artikel - Saat mama-mama di Desa Oeseli memanen rupiah dari hasil laut

Ketua Kelompok masyarakat Ita Esa Meitri Nainatu menghitung sabun mandi yang sudah diproduksi dengan campuran hasil laut di desa Oeseli, Kabupaten Rote Ndao,NTT, Rabu (21/6/2023).ANTARA FOTO/Kornelis Kaha.

Kalau izin berjalan dengan bagus dan lancar, tentu kelompok mama-mama itu akan membawa nama Desa Oeseli menjadi lebih dikenal...
Rote Ndao (ANTARA) - Mama Metri Nainatu (42) sibuk memantau pelaksanaan pembuatan sabun mandi dari bahan-bahan yang dihasilkan oleh laut, seperti rumput laut, mangrove, dan balakacida oleh empat anggota Kelompok Ita Esa (Kita Satu) di Desa Oeseli, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao.

Sambil tangannya melipat-lipat kertas minyak yang akan dijadikan tatakan di mal pembuatan sabun mandi, dia sibuk juga menjawab beberapa pertanyaan dari tim The Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2) terkait usaha Kelompok Ita Esa yang terdiri dari 14 mama-mama.

“Kelompok kami ini sudah jalan sejak tahun 2021 dan usaha sabun dari hasil laut ini juga sudah mulai pada tahun 2021 juga,” cerita Mama Metri sambil mengawasi pembuatan sabun dari hasil laut oleh anggota kelompoknya, seperti disaksikan ANTARA.

Saat itu tim dari The Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2) yang didanai Global Environment Facility (GEF) dan diimplementasi oleh United Nations Development Programme (UNDP) bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga memberikan pencerahan kepada warga di desa tersebut terkait pemanfaatan hasil laut untuk peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

Program fase dua yang sudah berjalan sejak tahun 2019, mencakup empat negara, yakni Australia, Indonesia, Papua New Guinea, dan Timor-Leste. Di Indonesia, ATSEA-2 berfokus di tiga wilayah kerja, yaitu Kepulauan Aru di Maluku, Merauke di Papua Selatan, dan Rote Ndao di NTT.

Di Rote Ndao sendiri, ATSEA-2 berfokus pada pelatihan kepada masyarakat pesisir untuk mengelola hasil laut sebagai pendorong peningkatan ekonomi, sehingga masyarakat pesisir tidak hanya fokus pada tangkapan ikan, tetapi bisa memanfaatkan potensi lain yang ada di pesisir pantai sebagai salah satu sumber penghidupan.

Warga setempat justru tak mengetahui bahwa hasil yang diperoleh dari laut mampu dimanfaatkan untuk bisa menghasilkan uang tambahan, selain menangkap ikan yang sering dilakukan oleh bapak-bapak nelayan.

Mereka hanya tahu menangkap ikan, membudidayakan rumput laut, dan bertani, serta memanfaatkan potensi pariwisata di desa tersebut yang memiliki lokasi wisata yang indah, salah satunya adalah telaga nirwana.

Awalnya mereka tidak paham dan tidak tahu bahwa rumput laut bisa dijadikan bahan untuk sabun. Sebelumnya, pekerjaan mereka setiap hari hanya berada di laut.

Bagi Mama Metri dan semua masyarakat di Desa Oeseli menganggap rumput laut hanya bisa dimanfaatkan sebagai makanan serta kebutuhan sehari-hari.

Mereka kemudian dilatih oleh tim dari ATSEA untuk mengolah tumbuhan yang berada di pesisir pantai itu untuk bisa dikembangkan menjadi bahan-bahan yang berguna.

Melihat potensinya menjanjikan, 14 orang mama-mama di desa itu mulai berdiskusi dan bersepakat untuk masing-masing mengumpulkan Rp50 ribu untuk dijadikan modal awal dalam membangun usaha tersebut.

Dari Rp50 ribu itu kemudian terkumpul Rp700 ribu. Mereka kemudian menjadikan modal tersebut untuk membeli soda api dan minyak kelapa dan mencoba membuat sabun dan kala itu hanya menghasilkan belasan sabun.

Sementara bahan-bahan dasar hanya diambil langsung dari laut, seperti rumput laut dan mangrove.

Sabun itu kemudian diberi nama Minano dan mulai dipromosikan kepada wisatawan yang berkunjung ke Desa Oeseli untuk berwisata ke Telaga Nirwana yang ada di desa tersebut.

Hasilnya positif. Melihat hasil itu, kelompok masyarakat yang didominasi oleh mama-mama kemudian mendapatkan perhatian dari pemerintah desa setempat.

Kelompok Masyarakat itu lalu mendapatkan dana bantuan untuk pengembangan usaha mereka sebanyak Rp5 juta. Dana itu kemudian dimanfaatkan untuk membeli peralatan, seperti cetakan dan bahan-bahan lainnya.

Bahkan, mereka juga mendapatkan dana pinjaman dari bank pembangunan daerah (BPD) untuk untuk mengembangkan usaha yang dikembangkan kelompok tersebut.


Inovasi baru