Kabupaten Bogor (ANTARA) - Senior Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto menyatakan pelemahan rupiah dipengaruhi sikap pasar yang menunggu sinyal dari keputusan dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bank sentral AS.
“FOMC masih membuka kemungkinan kenaikan suku bunga di masa mendatang,” katanya ketika dihubungi Antara, Jakarta, Rabu, (1/11/2023).
Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah melemah sebesar 51 poin atau 0,32 persen menjadi Rp15.936 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.885 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu turut melemah ke posisi Rp15.946 dari sebelumnya Rp15.897 per dolar AS.
Dalam pertemuan FOMC, The Fed diprediksi bakal mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,5 persen dengan menjadikan pengendalian inflasi dan penguatan kondisi ketenagakerjaan menjadi topik pembicaraan Inflasi masih menjadi fokus karena melenceng jauh dari target 2 persen, dan para pejabat AS bakal mempertanyakan apakah kebijakan saat ini masih cukup mendorong inflasi turun atau perlu kebijakan baru.
“Kemungkinan kenaikan suku bunga karena inflasi AS masih jauh di atas target. Selain itu, mereka juga masih menjaga agar pasar tidak terlalu cepat bereaksi bila mereka memberi sinyal dovish,” ucap Rully.
Di sisi lain, pasar juga menunggu data inflasi Indonesia yang bakal diumumkan hari ini dengan perkiraan adanya kenaikan laju inflasi Indonesia baik secara year on year (YoY) maupun month to month (MoM). YoY diprediksi meningkat dari 2,28 persen menjadi 2,6 persen, sedangkan tingkat inflasi MoM naik 0,27 persen dari sebelumnya 0,19 persen.
Baca juga: Analis sebut Rupiah menguat terhadap dolar ASBaca juga: Rupiah menguat karena ekspektasi pertumbuhan ekonomi RI tinggi, menurut Analis