Menurutnya, pers adalah lokomotif dan salah satu pilar demokrasi yang harus dipertahankan. "Itu harus dipertahankan karena itu buat demokrasi," kata Supratman.
"Terutama yang berkaitan dengan dua hal. Satu, posisi dewan pers, yang kedua, menyangkut jurnalistik investigasi," katanya.
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tersebut dinilai oleh sejumlah pihak terdapat pasal-pasal yang kontroversial. Salah satu poin kontroversi adalah adanya pelarangan penayangan jurnalistik investigasi pada Pasal 50B Ayat 2 huruf c.
Selain itu, ada juga poin kontroversial pada Pasal 50B Ayat 2 huruf k tentang pelarangan penayangan yang mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Poin tersebut dinilai kontroversial karena mengandung makna yang multitafsir.
Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyebut Komisi I DPR RI menargetkan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran selesai dibahas dan dapat disetujui menjadi undang-undang pada tahun 2024 ini.
Kemudian Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menepis tudingan bahwa revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengecilkan peran pers.
Mantan jurnalis ini menegaskan bahwa Komisi I DPR menyadari keberlangsungan media yang sehat adalah penting.
Baca juga: Organisasi Pers di Sulsebar menolak tegas RUU Penyiaran
Baca juga: Biden "segera" tandatangani RUU guna hindari penutupan
Baca juga: Panja RUU Desa setujui kenaikan dana desa 20 persen
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DPR tunda pembahasan RUU Penyiaran