Jakarta (ANTARA) - Masih teringat di benak masyarakat pada September 2023, kehebohan terjadi saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019 -- 2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Saat penggeledahan, SYL sempat tak ada kabar usai melakukan perjalanan dinas di Eropa. Namun, akhirnya SYL pulang ke Indonesia dan langsung mengundurkan diri dari jabatan menteri.
Tak lama setelah mundur dari jabatan menteri, KPK menetapkan SYL sebagai tersangka dan menahannya. Sejak penyelidikan, penyidikan, hingga penahanan SYL pada Oktober tahun lalu, KPK menghabiskan waktu 10 bulan.
Setelah ditahan beberapa bulan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, sidang perdana SYL digelar pada 28 Februari 2024 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam sidang itu, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat Eselon I dan jajarannya, yang antara lain, untuk membayarkan kebutuhan pribadi maupun keluarga SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Setelah sidang dakwaan, sidang berlanjut hingga pemeriksaan saksi-saksi, yang masih berlangsung sampai Rabu (5/6). Selama sidang pemeriksaan saksi, terungkap banyak fakta persidangan yang membongkar kejahatan SYL terhadap para anak buahnya hingga adanya kemungkinan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Beberapa fakta persidangan yang terungkap terkait kemungkinan TPPU SYL, yakni adanya beberapa aset SYL yang memakai nama orang lain, antara lain, mobil dan rumah.
Mobil dimaksud, yakni Toyota Innova Venturer, yang dibelikan SYL untuk putrinya, Indira Chuna Thita. Fakta itu pada awalnya terungkap dari salah seorang pengurus rumah SYL, Nur Habibah Al Majid.
Di persidangan pemeriksaan saksi, Habibah mengaku pernah dipakai namanya oleh Thita untuk pembelian mobil, yang pada awalnya tidak diketahui oleh Habibah.
Habibah hanya percaya kepada sang atasan dengan memberikan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) serta kartu keluarga (KK), tanpa mengetahui keperluan pemberian dokumen-dokumen itu.
Saat mobil Innova tersebut sampai di rumah, Habibah mengaku kaget karena surat-surat mobil itu menggunakan namanya.
Dikonfirmasi pada sidang pemeriksaan saksi selanjutnya, Rabu (5/6), Thita mengaku mobil tersebut merupakan pemberian ayahnya dan memakai nama Habibah untuk menghindari pajak progresif.
Hingga kini belum diketahui alasan Thita itu benar atau tidak, namun KPK telah menyita mobil tersebut dan mencoba mendalami fakta persidangan yang ada.
Selain mobil, aset SYL lainnya yang menggunakan nama orang lain berupa rumah di Jakarta, tepatnya di Jalan Limo Nomor 42C, Kebayoran Lama.
Rumah dengan harga Rp11,5 miliar itu dibeli istri SYL melalui over kredit dengan menggunakan nama General Manager Media Radio Prambors Dhirgaraya Santo.
Dhirga mengaku mengenal baik SYL, istri, hingga anaknya di Makassar, tempat Dhirga juga berdomisili.
Dari jumlah Rp11,5 miliar, besaran nilai kredit rumah SYL di kawasan Limo sebesar Rp6,5 miliar lantaran uang muka Rp5 miliar sudah dibayarkan oleh istri SYL.
Dari besaran nilai kredit itu, cicilan yang ditagihkan ke Dhirga setiap bulan sebesar Rp80,6 juta, yang selalu dibayarkan terlebih dahulu oleh Dhirga kepada bank sebelum istri SYL menggantinya.
Nilai fantastis
Dari harga satu rumah SYL yang terungkap memakai nama orang lain, nilai TPPU SYL tentunya akan kembali mencapai satuan miliar, tak berbeda jauh dengan dakwaan gratifikasi dan pemerasan yang sedang disidangkan.
Itu baru satu rumah, belum harga aset lainnya yang kemungkinan merupakan bentuk TPPU SYL.
KPK baru-baru ini sudah menaksir perkiraan sementara besaran TPPU yang dilakukan SYL, yakni sebesar Rp60 miliar. Namun, angka itu termasuk dugaan gratifikasi baru yang juga akan disidangkan bersamaan dengan kasus TPPU.
Dalam wacana menambah dakwaan TPPU kepada SYL, KPK telah menyita beberapa aset yang diduga sebagai TPPU mantan Mentan tersebut, antara lain, satu unit Toyota Innova Venturer, satu unit kendaraan mewah Mercedes Benz Sprinter 315 CD warna hitam, serta satu unit rumah milik SYL senilai Rp4,5 miliar di Kelurahan Pandang, Kecamatan Panakukang, Makassar.
Kemudian, aset SYL lainnya yang disita untuk melengkapi berkas TPPU, yakni sebuah rumah yang diduga milik SYL yang beralamat di Jalan Jalur Dua, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, satu unit mobil mewah Mercedes Benz Sprinter warna putih, satu unit mobil New Jimny warna Ivory, satu unit motor Honda X-ADV 750 CC warna silver, serta satu unit Mitsubishi Pajero berkelir putih.
Dengan taksiran KPK atas besaran dakwaan baru gratifikasi dan TPPU serta ditotal dengan dakwaan awal, dugaan korupsi SYL mencapai Rp104,5 miliar. Nilai rasuah fantastis yang dinikmati oleh seorang pejabat beserta keluarga.
Percepat dakwaan baru