Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan secepatnya menahan empat tersangka lain terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau RPTKA di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
“Secepatnya kami akan lakukan penahanan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Selasa.
Para tersangka yang belum ditahan tersebut adalah Koordinator Analisis dan PPTKA Kemenaker tahun 2021—2025 Gatot Widiartono, dan Petugas Saluran Siaga RPTKA tahun 2019—2024 dan Verifikatur Pengesahan RPTKA Kemenaker tahun 2024—2025 Putri Citra Wahyoe.
Kemudian Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019—2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemenaker tahun 2024—2025 Jamal Shodiqin, serta Pengantar Kerja Ahli Muda Kemenaker tahun 2018—2025 Alfa Eshad.
Sementara itu, Budi mengatakan bahwa penyidik KPK masih melakukan sejumlah pemeriksaan dan penyitaan dalam penyidikan kasus tersebut.
“Nanti kami update (beri tahu, red.) lagi. Ada beberapa aset lain yang rencana akan dilakukan penyitaan oleh penyidik,” katanya.
Sebelumnya, KPK telah menahan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni pada 17 Juli 2025.
Empat tersangka yang sudah ditahan adalah mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker Suhartono serta Haryanto, mantan Direktur PPTKA Kemenaker Wisnu Pramono dan Devi Anggraeni.
Mereka ditahan di Rumah Tahanan Cabang Gedung Merah Putih KPK hingga 5 Agustus 2025.
Pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK secepatnya tahan empat tersangka lain di kasus pemerasan TKA