Pemprov NTT tambah sembilan rumah untuk warga Besipae

id NTT,Timor Tengah Selatan,Pubabu,Besipai,Konflik lahan

Pemprov NTT tambah sembilan rumah untuk warga Besipae

Salah satu unit rumah yang dibangun Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk warga Pubabu Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan yang direlokasi dalam kasus konflik lahan di daerah itu. (ANTARA/HO-Walhi NTT)

Sejak Februari 2020 kami lakukan negosiasi hingga beberapa hari lalu dan dalam waktu dekat kami juga akan bertemu kembali dengan warga dan tokoh adat di sana

Kupang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menambah pembangunan sebanyak sembilan unit rumah untuk warga Pubabu Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang direlokasi dalam kasus konflik tanah di daerah itu.

"Ada sembilan unit rumah yang kami tambahkan yang mulai dibangun pada Senin 24 Agustus mendatang," kata Kepala Badan Pendapatan dan Aset Provinsi NTT Zeth Sony Libing di Kupang, Jumat, (21/8).

Ia menjelaskan rumah yang dibangun ini untuk merelokasi sembilan kepala keluarga (KK) yang membangun rumah di dalam kawasan hutan Pubabu yang merupakan aset pemerintah provinsi.

Zeth mengatakan, sembilan unit rumah ini sebenarnya sudah dibangun sebelumnya, tetapi ada keberatan dari warga Desa Linamnutu bersama beberapa tokoh adat maka belum dilakukan.

"Tetapi kami berupaya berbicara dengan warga agar saudara-saudara mereka pun perlu dibangunkan rumah sebagai tempat tinggal mereka," katanya.

Saat ini, lanjut dia, pemerintah provinsi telah membangun lima rumah untuk lima KK yang membangun rumah menutupi jalan masuk menuju kantor pemerintah.

Lebih lanjut, Zeth pun membantah adanya anggapan bahwa lima unit rumah yang sudah dibangun tersebut tidak layak dihuni.

Baca juga: Warga Besipae laporkan perusakan rumah ke Polda NTT

Baca juga: Pemerintah sediakan lahan jadi hak milik bagi 37 KK di Besipae

"Justru rumah yang kami bangun ini lebih layak dari mereka punya sebelumnya berupa rumah kebun, atapnya alang-alang dengan gewang dan ukurannya kecil-kecil. Kami bangun baru dengan seng dan bebak baru ukuran 5-4 meter," katanya.

Menyinggung terkait adanya benturan antara pemerintah dan warga dalam upaya pemanfaat lahan itu, Zeth mengatakan pihaknya sedang dalam upaya negosiasi.

"Sejak Februari 2020 kami lakukan negosiasi hingga beberapa hari lalu dan dalam waktu dekat kami juga akan bertemu kembali dengan warga dan tokoh adat di sana," katanya.