Nelayan NTT Belum Gunakan BBG

id nelayan

Nelayan NTT Belum Gunakan BBG

Asdep Bidang Sumber Daya Mineral, Energi dan Non Konvensional Amalyos memperlihatkan regulator dan alat konverter saat sosialisasi konversi BBM ke BBG bagi kapal nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Paotere Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (21/7)

"Sepengetahuan kami kapal-kapal nelayan di NTT belum ada yang menggunakan bahan bakar gas," kata Wahid Wham Nurdin.
Kupang (Antara NTT) - Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Nusa Tenggara Timur Wahid Wham Nurdin mengatakan para nelayan di provinsi itu hingga saat ini belum menggunakan bahan bakar gas (BBG).

"Sepengetahuan kami kapal-kapal nelayan di NTT belum ada yang menggunakan bahan bakar gas," kata Wham Nurdin yang juga nelayan yang bermangkal di TPI Tenau itu saat dihubungi di Kupang, Selasa.

Ia mengatakan hak itu menanggapi rencana Pertamina pusat menyiapkan pangkalan khusus LPG 3 kilogram di setiap daerah sentra nelayan untuk memastikan kebutuhan nelayan yang sudah beralih menggunakan BBG tidak akan kesulitan mendapatkan gas.

Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengatakan upaya tersebut perlu dilakukan supaya terhindar dari oknum yang tidak bertanggung jawab seperti penimbunan gas yang mengakibatkan kelangkaan.

Wham Nurdin mengaku pihaknya menyambut baik tujuan pengadaan pangakalan khusus LPG yang direncanakan tersebut dengan tujuan mempermudah kebutuhan nelayan akan jangkauan bahan bakar.

Namun, menurutnya, jika pangakalan tersebut dibangun di sentra-sentra nelayan yang ada di provinsi berbasiskan kepulauan itu maka harus disesuaikan dengan kebutuhan nelayan setempat.

"Persoalannya nelayan kita di NTT belum ada yang menggunakan BBG, yang ada kapal-kapal nelayan masih memakai bensin atau solar, bantuan kapal yang disalurkan pemerintah juga bukan yang menggunakan gas" katanya.

Ia mengatakan, sejauh ini kebutuhan gas digunakan untuk peralatan memasak seperti kompor gas untuk kapal-kapal nelayan, sementara mesin-mesin utama maupun mesin pendamping untuk kapal belum belum terkonversi ke BBG

Menurutnya, penggunaan BBG memungkinkan diberlakukan untuk para nelayan di provinsi "Selaksa Nusa" itu karena dinilai lebih hemat dan ramah lingkungan.

Namun, lanjutnya, penerapannya perlu disosialisaikan kepada para nelayan agar mereka memahami seperti apa cara kerja teknologi konvers tersebut serta pengoperasiannya.

"Termasuk juga sosialisasi terkait apa keunggulannya dibandingkan bahan bakar lain seperti bensin atau solar, kemudian bagiamana dengan kesediaan pasokan, jangkauan, dan lainnya," katanya.

Sementara itu, Branch Manager PT Pertamina Kupang Fanda Chrismianto, mengatakan hingga saat ini Pertamina belum membangun terminal LPG 3 kilogram belum ada di NTT karena belum ada kapal-kapal nelayan yang mengkonversikan bahan bakar ke gas.

"Tidak hanya terkait kebutuhan untuk kapal nelayan, namun untuk memasak maupun penerangan pun umumnya masyarakat NTT masih menggunakan minyak tanah," katanya.

Fanda Chrismianto menambahkan, Pertamina sudah berencana akan membangun terminal LPG di Tenau, Kota Kupang untuk menunjang kebutuhan bahan bakar gas bagi masyarakat setempat ke depannya.

Perlu diuji
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Ganef Wurgiyanto mengatakan, penerapan bahan bakar gas (BBG) perlu diuji untuk nelayan di provinsi kepulauan ini.

"Penggunaan BBG ini sangat memungkinkan diterapkan di NTT namun sejauh ini kita belum terapkan itu karena aplikasi teknologinya masih diterapkan di Jawa," katanya kepada Antara.

Mantan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTT itu mengaku, pernah mendapat sosialisasi dari pemerintah pusat terkait penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk nelayan.

Ia menjelaskan, saat itu pemerintah merencanakan penggunaan bahan bakar untuk kapal-kapal nelayan terutama yang berkapasitas 10 gross ton (GT) ke bawah dikonversikan dari solar ke gas.

"Namun kita masih menunggu karena sampai sekarang penerapannya belum menyentuh kita di NTT," katanya.

Ia menjelaskan, tekonologi konversi bahan bakar solar ke gas telah diprakarsai Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang, Jawa Tengah, dan diterapkan untuk nelayan di wilayah Pulau Jawa.

Untuk itu, dia berharap teknologi serupa dapat diterapkan untuk kapal-kapal nelayan di provinsi dengan luas wilayah laut mencapai 200.000 kilometer persegi itu.

Menurutnya, dengan menggunakan BBG maka para nelayan dapat menghemat beban biaya operasional untuk bahan bakar solar yang dinilai masih memberatkan nelayan.

Selain itu, penggunaan BBG juga lebih ramah lingkungan sehingga bisa mencegah adanya oknum yang menumpahkan sisa bahan bakar kapal seperti solar dan bensin ke laut yang berdampak pencemaran.

Ganef mengatakan terkait Pertamina Pusat yang menyiapkan pangkalan khusus elpiji tiga kilogram di setiap daerah sentra nelayan, belum memungkinkan diterapkan di provinsi setempat.

"Karena memang bahan bakar kapal-kapal nelayan kita di NTT belum dikonversikan dari solar ke gas," katanya.

Ganeg menyambut baik rencana pembanngunan pangkalan elpiji tersebut namun harus disertai dengan penerapan konversi bahan bakar untuk kapal-kapal nelayan sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal.

"Pada intinya kita mengharapkan agar ke depan BBG ini bisa diterapkan untuk nelayan di Nusa Tenggara Timur (NTT) karena sangat hemat dan ramah lingkungan," katanya.