Sebuah pembelajaran politik dari Pilkada Sabu Raijua

id pilkada sabu raijua,ntt,sabu raijua

Sebuah pembelajaran politik dari Pilkada Sabu Raijua

Ilustrasi Pilkada (Ist)

MK menganggap Orient Riwu Kore tidak jujur terhadap status kewarganegaraannya selama ini
Kupang (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, (15/4) memutuskan mendiskualifikasi pasangan Orient Patriot Riwu Kore - Thobias Uly sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam Pilkada Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Keputusan ini dibacakan dalam sidang putusan perkara 135/PHP.BUP-XIX/2021 yang permohonannya diajukan oleh pasangan calon nomor urut tiga Takem Irianto Radja Pono - Herman Hegi Radja Haba dalam Pilkada Sabu Raijua.

Dalam gugatan itu, pemohon menganggap pemilihan bupati dan wakil bupati Sabu Raijua cacat formil mulai dari proses pendaftaran pasangan calon.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan batal keputusan KPU Kabupaten Sabu Raijua. Menyatakan diskualifikasi paslon Sabu Raijua Orient Riwu Kore-Thobias Uly," demikian Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan MK di Gedung MK, Kamis (15/5).

Berdasarkan bukti yang dikumpulkan, MK mengatakan status Orient Riwu Kore sejak 2007 adalah Warga Negara Amerika Serikat. Hal ini dibuktikan dengan kepemilikan paspor AS.

Jika mengacu pada UU nomor 12 Tahun 2006, Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, sehingga saat Orient mempunyai paspor AS, saat itu pula secara otomatis status WNI tidak berlaku.

Selain itu, mengacu pada pasal 7 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 terkait persyaratan pencalonan bupati dan wakil bupati mengharuskan berstatus WNI sehingga pencalonan Orient tidak dapat diterima.

MK menganggap Orient Riwu Kore tidak jujur terhadap status kewarganegaraannya selama ini.

"Status Orient sebagai calon bupati Sabu Raijua nomor urut dua harus dinyatakan batal demi hukum," kata Anwar.

Namun, gugurnya Orient-Thobias Uly tidak otomatis pasangan bupati dan wakil bupati yang mendapat perolehan suara terbanyak kedua menang.

MK menjelaskan KPU harus menggelar Pilkada ulang dengan diikuti dua pasangan calon dalam batas waktu yang ditetapkan selama 60 hari kerja sejak diucapkannya putusan mahkamah.

Ketua KPU RI Ilham Saputra mengatakan segera mengeksekusi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

KPU RI terlebih dahulu akan melakukan koordinasi dengan KPU Provinsi NTT dan Sabu Raijua untuk membahas teknis pelaksanaan, katanya.

Ihlam berharap seluruh pihak baik masyarakat maupun penyelenggara pemilu di NTT dan Kabupaten Sabu Raijua bisa berpartisipasi aktif guna menyukseskan pelaksanaan PSU Pilkada Sabu Raijua.

Terobosan hukum

"Sejak awal kami sudah yakin kalau MK akan mengambil keputusan demikian, dengan fakta-fakta yang tersaji selama persidangan tidaklah dapat dipungkiri lagi," ujar kuasa hukum pasangan calon bupati - wakil bupati Sabu Raijua no urut 1 Nikodemus dan Yohanis selaku pemohon, Adhitya Anugrah Nasution.

"Dengan dibatalkannya kemenangan Orient maka saya berpendapat MK sudah melakukan tindakan yang tepat demi kepastian hukum di Indonesia," kata Nasution.

Menurut dia, putusan ini sebagai bentuk terobosan hukum baru MK yang sangat bermanfaat bagi pilkada di masa yang akan datang.

"Tidak akan ada kekosongan hukum lagi untuk perkara sejenis di kemudian hari. MK sudah melakukan terobosan hukum yang sangat bermanfaat bagi masyarakat luas," katanya.

"Saya mewakili sebagian masyarakat Sabu Raijua mengucapkan terima kasih kepada Ketua Mahkamah Konstitusi RI beserta seluruh hakim anggotanya yang telah memberikan keadilan dan kepastian hukum atas polemik demokrasi yang sempat terjadi di Kabupaten Sabu Raijua," katanya.

Surat elektronik

Polemik Pilkada Sabu Raijua ini bermula ketika Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sabu Raijua menerima surat elektronik dari Kedutaan Besar Amerika Serikat pada 1 Februari 2021 lalu.

Dalam surat balasan atas permintaan Bawaslu Sabu Raijua itu, Kedutaan Besar Amerika Serikat menyebutkan bahwa Orient Riwu Kore merupakan warga negaranya.

Padahal pasangan Orient Riwu Kore-Thobias Uly telah ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum dalam Pilkada Serentak Sabu Raijua pada 9 Desember 2020.

Pasangan Orient-Thobias yang diusung PDI Perjuangan, Demokrat dan Gerindra ini meraih 21.359 suara atau 48,3 persen, sekaligus menumbangkan petahana Nikodemus Rihi Heke-Yohanis yang hanya meraih 13.292 atau 30,1 persen.

Sementara paslon Takem Irianto Radja Pono-Herman Radja Pono meraih 9.569 suara atau 21,6 persen.

Sengkarut Pilkada Sabu Raijua akhirnya digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Akhir polemik

Putusan Mahkamah Konstitusi ini secara politik telah mengakhiri polemik seputar kasus kewarganegaraan Orient Riwu Kore yang secara administratif telah menyalahi aturan.

MK dalam putusannya menganulir calon bupati dan wakil bupati Sabu Raijua Orient Riwu Kore-Thobias Uly dikarenakan calon bupati memiliki kewarganegaraan ganda dan mendiskualifikasi pasangan calon itu untuk tidak diikutkan dalam pemilihan ulang pendatang.

Keputusan MK ini sekaligus memberikan jawaban akan kegalauan masyarakat Sabu Raijua tentang kepastian akan siapa pemimpin mereka berdasarkan proses politik yang berlangsung pada 9 Desember 2020 lalu.

Jika melihat proses politik yang berlangsung, maka secara legitimasi Orient Riwu Kore telah mendapat kepercayaan masyarakat.

Namun secara legalistik, kemenangan tersebut menuai polemik, sehingga putusan MK yang merupakan final dan mengikat harus diterima sebagai bagian dari dinamika politik lokal, kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang.

Peristiwa yang terjadi dalam Pilkada Sabu Raijua ini harus dilihat sebagai pembelajaran politik yang berharga.

Bukan saja untuk masyarakat di Kabupaten Sabu Raijua namun menjadi pembelajaran bagi bangsa ini agar kasus tersebut tidak terulang dan perlu adanya rujukan hukum yang jelas.

MK dalam putusan telah memerintahkan KPU Sabu Raijua sebagai penyelenggara diberikan waktu 60 hari atau dua bulan untuk menggelar pilkada ulang.

Ini berarti bahwa proses politik yang lalu belum memberikan hasil tentang siapa pasangan calon yang menjadi bupati dan wakil bupati defenitif.

Karena itu, masyarakat Sabu Raijua harus dipersiapkan untuk memilih pemimpin baru dari dua pasangan calon yang tersisa.

Biar bagaimana pun Sabu Raijua harus mempunyai pemimpin yang memiliki legitimasi karena kepercayaan rakyat, dan juga diakui secara legal formal karena telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku di negeri ini.

Keputusan MK ini tentu meninggalkan rasa perih yang mendalam bagi pasangan calon dan mereka yang telah berjuang dan menghabiskan banyak energi untuk memenangkan proses demokrasi lima tahunan di Sabu Raijua.

Namun juga menjadi sebuah pembelajaran berharga bagi anak negeri ini, agar kesalahan serupa tidak terulang di masa mendatang.