Jakarta (ANTARA) - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia optimistis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menguat hingga mendekati 6.400 pada Agustus tahun ini dengan didukung oleh tiga faktor positif.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina mengatakan ketiga faktor tersebut adalah jumlah infeksi baru kasus harian COVID-19 yang mulai mereda ke angka 30.000 kasus per hari, gencarnya program vaksinasi yang membuka peluang potensi pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ke depan, dan rilis kinerja yang membaik dari perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Memasuki bulan Agustus, kami optimis IHSG mampu menguat, dengan target ke level 6.394 secara teknikal," ujar Martha saat diskusi dengan awak media di Jakarta, Kamis, (5/8).
Untuk sektoral, Tim Investment Information Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan sektor infrastruktur, kesehatan, dan keuangan sebagai pilihan investasi bagi para investor. Untuk sektor infrastruktur, saham yang menjadi pilihan adalah TLKM, EXCL, dan ISAT. Di sektor kesehatan dan perbankan, saham-saham yang direkomendasikan masing-masing adalah HEAL, MIKA, PRDA, dan BBCA, BMRI, serta BRIS.
"Saham-saham lain yang layak dipertimbangkan sebagai pilihan secara selektif adalah EMTK, SCMA, ERAA, dan INDF," kata Martha.
Prediksi dan rekomendasi tersebut didasari oleh penguatan IHSG sebesar 1,4 persen menjadi 6.070 dan didukung aksi beli investor asing Rp17 triliun sepanjang Juli yang tidak tertahan oleh kepungan sentimen negatif pada periode tersebut. Bulan lalu, beberapa faktor yang membuat pelaku pasar khawatir adalah peningkatan kasus COVID-19, PPKM di sejumlah daerah, dan pelemahan rupiah.
Saat ini, sekitar 30 persen emiten yang tercatat di BEI telah mengumumkan kinerja keuangan untuk semester I 2021. Secara tahunan, mayoritas perusahaan mencatatkan hasil yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, mengingat pada kuartal II/2020 kinerja mayoritas perusahaan tercatat di bursa mengalami penurunan dikarenakan terdampak pandemi.
Emiten di sektor perbankan, semen, dan ritel membukukan kinerja yang sesuai ekspektasi. Sementara emiten di industri kesehatan, terutama rumah sakit dan lab, mencatatkan hasil yang lebih baik dari ekspektasi. Sebaliknya, beberapa perusahaan di sektor barang konsumsi non siklikal, seperti UNVR, GGRM, HMSP, dan JPFA membukukan kinerja di bawah konsensus pelaku pasar, yang kemudian membuat sahamnya dilanda aksi jual dan menjadi pemberat indeks.
Martha menyampaikan prediksi itu didasari kondisi makro ekonomi, di mana pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 negara-negara ekonomi maju secara umum terus melanjutkan akselerasi pertumbuhan. Amerika Serikat (AS) tumbuh 12,2 persen, Inggris tumbuh 22,5 persen, Jerman tumbuh 9,2 persen, Jepang tumbuh 7,3 persen, dan Korea Selatan tumbuh 5,9 persen. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi China melambat menjadi 7,9 persen mengingat sebelumnya terakselerasi 18,3 persen pada kuartal I 2021.
Dari dalam negeri, kinerja inflasi Indonesia masih cukup terkendali. Beberapa indikatornya adalah indeks keyakinan konsumen (IKK) yang masih terus pulih, penjualan ritel masih positif, neraca perdagangan selama 14 bulan mencetak surplus berturut-turut, posisi cadangan devisa yang masih baik, yang juga didukung stabilitas nilai tukar rupiah. Kepercayaan investor terhadap pemulihan ekonomi juga masih positif, yang ditandai oleh angka pertumbuhan investasi langsung asing atau FDI yang positif pada kuartal II 2021.
Hal tersebut dinilai membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di jalur yang tepat (on the right track) dengan membentuk kurva V- shape atau berbalik dari penurunan menjadi menguat dengan cepat.
Baca juga: IHSG menguat jelang pengumuman PDB
Baca juga: IHSG diprediksi bergerak variatif