Artikel - Menerjang gelombang gemakan rupiah di pulau terluar
"Kami berharap pemerintah bisa membantu kami, melalui BI dengan menempatkan bank di sini. Sebab jika harus ke Kupang atau ke Ambon lagi, butuh waktu yang lama dan memakan biaya," kata Anton.
Kupang (AntaraNews NTT) - KRI Sultan Nuku bersandar dengan gagah di Dermaga Lantamal IX/Ambon Provinsi Maluku.
Baliho besar diikat di samping kapal bertuliskan Ekspedisi Kas Keliling Pulau-Pulau Terluar, Terdepan, dan Tertinggal Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku bersama TNI AL di Provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur.
Tak lama berselang, rombongan staf Bank Indonesia di dampingi personel TNI bersenjata lengkap membawa miliaran uang yang diisi di dalam kardus serta belasan peti yang akan dibawa masuk ke kapal perang tersebut.
Sejumlah uang itu akan didrop ke sejumlah pulau-pulau 3T, baik di wilayah perairan Provinsi Maluku serta sejumlah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bank Indonesia saat ini bekerja sama dengan TNI AL kembali mengelar Ekspedisi Kas Keliling.
"Ini merupakan ekspedisi ke-48 dan akan melintasi delapan pulau, baik di wilayah Provinsi Maluku dan Provinsi Nusa Tenggara Timur," kata Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku Teguh Triyono dalam sambutannya di Dermaga Lantamal IX/Ambon, Kamis (1/11).
Sejumlah pulau yang disinggahi untuk pelaksaan Ekspedisi Kas Keliling ke-48 di wilayah perairan Maluku adalah Pulau Kesui, Pulau Kei Kecil, Pulau Jamdena, Pulau Letti, Pulau Wetar, sedangkan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, adalah Pulau Pantar, Pulau Alor, serta Pulau Solor, dan berakhir di Kota Kupang.
Puluhan peserta dilibatkan, mulai dari perwakilan Pemerintah Daerah Maluku Barat Daya, kemudian dua dokter dan dua perawat dari Kupang, NTT, serta sejumlah wartawan.
Teguh mengatakan bahwa BI menyiapkan modal kurang lebih Rp7,3 miliar untuk Ekspedisi Kas Keliling ke-48 yang pelayarannya dilakukan selama delapan sembilan hari.
Pulau pertama yang disinggahi adalah Pulau Kesui, tepatnya di Desa Tamher Timur. Desa tersebut adalah ujung timur Kabupaten Seram Timur yang mana daerah tersebut sama sekali tak memiliki jaringan internet, karena hanya memiliki jaringan Telkomsel Bakti miliki Kominfo.
Bahkan, KRI Sultan Nuku hanya bisa lego jangkar di tengah laut akibat tak adanya jembatan atau dermaga di pulau itu. "Ini salah satu tantangan kami. Harus menaiki sekoci untuk bisa melayani masyarakat di pulau-pulau 3T," kata Ketua Tim Ekspedisi Kas Keliling Pulau-Pulau 3T Bonaryadi.
Tak banyak uang lusuh tak layak edar yang ditukarkan di pulau itu. Dari Rp504 juta modal yang dibawa, hanya sekitar Rp100an juta yang ditukarkan.
Namun, antusias masyarakat di pulau itu untuk pelayanan kesehatan sangat tinggi karena jumlahnya mencapai 300-an jiwa. Bahkan, saat tim ekspedisi hendak kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan, masih ada kurang lebih 5-10 pasien yang mengantre untuk mendapatkan pelayan kesehatan.
Hal ini, karena minimnya fasilotas kesehatan di pulau 3T, khususnya di Pulau Kesui tersebut. Matahari yang terik menyengat tubuh tak pernah membuat semangat dari sejumlah anggota tim itu surut. Justru semangat mengebu-gebu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terus meningkat.
Usai dari Pulau Kesui, perjalanan dilanjutkan ke Pulau Kei Kecil, tepatnya di Kota Langgur, Maluku Tenggara Barat.
Pada hari kedua itu, hadir Kepala Departemen Pengedalian Uang (DPU) BI Heru Pranoto yang langsung meninjau sekaligus menyerahkan bantuan CSR dari BI kepada sejumlah sekolah di daerah itu.
Heru Pranoto mengatakan dengan layanan kas keliling ini, masyarakat bisa menukarkan uang lamanya yang telah lusuh, lecek, bahkan robek.
Dia menjelaskan bahwa Bank Indonesia menerima penukaran uang lama atau uang lusuh dengan kualitas fisik 3/4 bagian yang utuh. Artinya, bila ada uang kertas yang robek dalam 1/4 bagiannya masih bisa ditukar ke uang baru.
"Jadi misalnya uang itu robek, tapi masih ada 3/4 bagiannya, itu masih tetap bisa ditukar ke uang yang baru," kata Heru.
Nantinya, BI akan mengganti uang yang telah robek tersebut sesuai dengan nilai atau nominal yang ditukar. Yang terpenting, 3/4 bagian uang tersebut masih ada atau masih utuh. "Jadi artinya bagian yang masih ada itu 3/4, jadi artinya itu terdiri dari satu bagian, atau beberapa bagian yang sepanjang masih 3/4," katanya.
Bahkan, kata dia, bila ada uang yang telah menguap atau rusak menjadi karbon karena terbakar juga masih bisa ditukar ke Bank Indonesia. Nantinya, BI akan melakukan pengecekan terhadap uang tersebut.
Antusiasme masyarakat di Pulau Kei Kecil memang sangat tinggi, baik untuk penukaran uang serta dalam bidang pengobatan. Disisi lain sosialisasi ciri keaslian uang juga dilakukan.
Bahkan penukaran uang tak hanya dilakukan di kota saja, tetapi juga menyusur ke sejumlah pasar tradisional, seperti yang juga dilakukan di Pulau Jamdena, yakni di Kota Saumlaki.
Semangat Tim Ekspedisi Kas Keliling Pulau 3T tak pernah kendor. Hal tersebut terbukti dengan usai dilaksanakannya kegiatan pelayanan di darat, saat berada di atas kapal KRI, suasana ceria selalu ada. Dan itu dibuktikan dengan dilaksanakannya karoke bersama saling menghibur dan melepas lelah usai memberikan pelayanan.
Masalah jaringan selalu menjadi perbincangan di antara tim ekspedisi. Dari tujuh pulau yang disinggahi, hanya lima pulau yang sulit diakses jaringan internetnya.
Sementara dari tujuh pulau yang disinggahi itu juga, ada tiga pulau membuat tim ekspedisi harus menyiapkan mental dan keberanian agar bisa menggunakan sekoci membawa ratusan uang rupiah ke daratan yang jarak dari darat ke kapal mencapai kurang lebih 500-an meter.
Ketiga pulau itu adalah Pulau Kesui, Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku Barat Daya (MBD), serta Pulau Pantar, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Diterjang gelombang
Satu hal yang tentu saja tidak pernah dilupakan oleh tim ekspedisi adalah ketika kembali berlayar dari Pulau Kei Kecil menuju ke Kota Saumlaki di Pulau Jamdena, kapal yang ditumpangi tim harus diterjang gelombang laut setinggi 3-4 meter.
Kejadian tersebut pada pukul 20.30 WIT. Saat itu seluruh tim selesai mengelar makan malam bersama komandan Kapal KRI Sultan Nuku seperti pada malam-malam biasanya. Suasana di longroom (tempat makan) sudah tinggal beberapa orang saja, di antaranya Komandan KRI Sultan Nuku Letkol (P) CH Roziqin dan salah satu staf Bank Indonesia Jakarta Priyam. "Kok tiba-tiba goyang ya kapalnya," kata Priyam kepada Letkol Roziqin.
Namun hal tersebut ditanggapi biasa oleh komandan kapal. Kapal tersebut semakin kencang goyangannya. Bahkan sejumlah gelas, piring yang berada di atas meja makan pun mulai berjatuhan. Ruangan makan tiba-tiba sepi.
Priyam dan komandan kapal meninggalkan ruangan, menyusul anggota, dan staf BI lainnya. "Mau ke kamar saja saya. Gelombang makin tinggi dan kapal semakin bergoyang," kata dia.
Suasana di mana saat jam-jam yang penuh dengan canda tawa, tiba-tba sepi akibat gelombang tersebut. Beberapa awak kapal harus berhati-hati jika ingin berjalan di lorong kapal, karena berbahaya jika jatuh.
Entah berapa lama gelombang tinggi menerjang kapal itu, namun ketika pagi menyingsing, gelombang setinggi dua meter masih terjadi dan mengguncang kapal itu sampai kapal bersandar di Pelabuhan Kota Saumlaki.
Kejadian tersebut menjadi pengalaman baru bagi tim. Bahkan, beberapa anggota tim, sempat merekam bagaimana keadaan kawan-kawan tim ekspedisi itu mabuk laut saat gelombang menerjang.
"Saya sempat rekam beberapa teman kita yang mabuk laut. Ini tentu akan akan menjadi cerita," ujar Croys, salah satu staf BI dari NTT.
Walaupun diterjang gelombang pada malam itu, aktivitas pelayanan tetap berjalan. Bahkan, sempat melakukan penukaran uang di pasar tradisional. Bonaryadi, ketua tim menyatakan bahwa hal ini akan menjadi cerita dan pengalaman yang tak terlupakan.
"Kejadian semalam tentu menjadi pengalaman yang tak terlupakan buat kita semua. Kita bersyukur karena kita semua selamat. Dan ini menjadi cerita menarik bagi kita semua," tambahnya. Masyarakat terbantu
Kehadiran Bank Indonesia bekerja sama dengan TNI AL melalui ekspedisi itu dinilai sangat membantu masyarakat.
Hal tersebut diakui langsung oleh beberapa warga yang ditemui saat BI-TNI AL mengelar ekspedisi di sejumlah pulau 3T itu.
Camat Kesui, Muhammad Jefri, mengatakan bahwa dengan tak ada bank di daerah itu, membuat penukaran uang baru menjadi sulit.
"Masyarakat harus berlayar ke Ambon terlebih dahulu untuk menukarkan uang. Bersyukur ada BI sehingga kegiatan ini sangat membantu masyarakat saya," ujarnya. Tak hanya di Pulau Kesui, saat tim tiba di Pulau Letti pun demikian.
Anton, salah satu pedagang di daerah itu, mengaku sulitnya melakukan penukaran uang lecek atau lusuh tak layak edar di pulau itu, karena akses perbankan tak ada.
"Kami berharap pemerintah bisa membantu kami, melalui BI dengan menempatkan bank di sini. Sebab jika harus ke Kupang atau ke Ambon lagi, butuh waktu yang lama dan memakan biaya," ujar dia.
Baliho besar diikat di samping kapal bertuliskan Ekspedisi Kas Keliling Pulau-Pulau Terluar, Terdepan, dan Tertinggal Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku bersama TNI AL di Provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur.
Tak lama berselang, rombongan staf Bank Indonesia di dampingi personel TNI bersenjata lengkap membawa miliaran uang yang diisi di dalam kardus serta belasan peti yang akan dibawa masuk ke kapal perang tersebut.
Sejumlah uang itu akan didrop ke sejumlah pulau-pulau 3T, baik di wilayah perairan Provinsi Maluku serta sejumlah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bank Indonesia saat ini bekerja sama dengan TNI AL kembali mengelar Ekspedisi Kas Keliling.
"Ini merupakan ekspedisi ke-48 dan akan melintasi delapan pulau, baik di wilayah Provinsi Maluku dan Provinsi Nusa Tenggara Timur," kata Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku Teguh Triyono dalam sambutannya di Dermaga Lantamal IX/Ambon, Kamis (1/11).
Sejumlah pulau yang disinggahi untuk pelaksaan Ekspedisi Kas Keliling ke-48 di wilayah perairan Maluku adalah Pulau Kesui, Pulau Kei Kecil, Pulau Jamdena, Pulau Letti, Pulau Wetar, sedangkan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, adalah Pulau Pantar, Pulau Alor, serta Pulau Solor, dan berakhir di Kota Kupang.
Puluhan peserta dilibatkan, mulai dari perwakilan Pemerintah Daerah Maluku Barat Daya, kemudian dua dokter dan dua perawat dari Kupang, NTT, serta sejumlah wartawan.
Teguh mengatakan bahwa BI menyiapkan modal kurang lebih Rp7,3 miliar untuk Ekspedisi Kas Keliling ke-48 yang pelayarannya dilakukan selama delapan sembilan hari.
Pulau pertama yang disinggahi adalah Pulau Kesui, tepatnya di Desa Tamher Timur. Desa tersebut adalah ujung timur Kabupaten Seram Timur yang mana daerah tersebut sama sekali tak memiliki jaringan internet, karena hanya memiliki jaringan Telkomsel Bakti miliki Kominfo.
Bahkan, KRI Sultan Nuku hanya bisa lego jangkar di tengah laut akibat tak adanya jembatan atau dermaga di pulau itu. "Ini salah satu tantangan kami. Harus menaiki sekoci untuk bisa melayani masyarakat di pulau-pulau 3T," kata Ketua Tim Ekspedisi Kas Keliling Pulau-Pulau 3T Bonaryadi.
Tak banyak uang lusuh tak layak edar yang ditukarkan di pulau itu. Dari Rp504 juta modal yang dibawa, hanya sekitar Rp100an juta yang ditukarkan.
Namun, antusias masyarakat di pulau itu untuk pelayanan kesehatan sangat tinggi karena jumlahnya mencapai 300-an jiwa. Bahkan, saat tim ekspedisi hendak kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan, masih ada kurang lebih 5-10 pasien yang mengantre untuk mendapatkan pelayan kesehatan.
Hal ini, karena minimnya fasilotas kesehatan di pulau 3T, khususnya di Pulau Kesui tersebut. Matahari yang terik menyengat tubuh tak pernah membuat semangat dari sejumlah anggota tim itu surut. Justru semangat mengebu-gebu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terus meningkat.
Usai dari Pulau Kesui, perjalanan dilanjutkan ke Pulau Kei Kecil, tepatnya di Kota Langgur, Maluku Tenggara Barat.
Pada hari kedua itu, hadir Kepala Departemen Pengedalian Uang (DPU) BI Heru Pranoto yang langsung meninjau sekaligus menyerahkan bantuan CSR dari BI kepada sejumlah sekolah di daerah itu.
Heru Pranoto mengatakan dengan layanan kas keliling ini, masyarakat bisa menukarkan uang lamanya yang telah lusuh, lecek, bahkan robek.
Dia menjelaskan bahwa Bank Indonesia menerima penukaran uang lama atau uang lusuh dengan kualitas fisik 3/4 bagian yang utuh. Artinya, bila ada uang kertas yang robek dalam 1/4 bagiannya masih bisa ditukar ke uang baru.
"Jadi misalnya uang itu robek, tapi masih ada 3/4 bagiannya, itu masih tetap bisa ditukar ke uang yang baru," kata Heru.
Nantinya, BI akan mengganti uang yang telah robek tersebut sesuai dengan nilai atau nominal yang ditukar. Yang terpenting, 3/4 bagian uang tersebut masih ada atau masih utuh. "Jadi artinya bagian yang masih ada itu 3/4, jadi artinya itu terdiri dari satu bagian, atau beberapa bagian yang sepanjang masih 3/4," katanya.
Bahkan, kata dia, bila ada uang yang telah menguap atau rusak menjadi karbon karena terbakar juga masih bisa ditukar ke Bank Indonesia. Nantinya, BI akan melakukan pengecekan terhadap uang tersebut.
Antusiasme masyarakat di Pulau Kei Kecil memang sangat tinggi, baik untuk penukaran uang serta dalam bidang pengobatan. Disisi lain sosialisasi ciri keaslian uang juga dilakukan.
Bahkan penukaran uang tak hanya dilakukan di kota saja, tetapi juga menyusur ke sejumlah pasar tradisional, seperti yang juga dilakukan di Pulau Jamdena, yakni di Kota Saumlaki.
Semangat Tim Ekspedisi Kas Keliling Pulau 3T tak pernah kendor. Hal tersebut terbukti dengan usai dilaksanakannya kegiatan pelayanan di darat, saat berada di atas kapal KRI, suasana ceria selalu ada. Dan itu dibuktikan dengan dilaksanakannya karoke bersama saling menghibur dan melepas lelah usai memberikan pelayanan.
Masalah jaringan selalu menjadi perbincangan di antara tim ekspedisi. Dari tujuh pulau yang disinggahi, hanya lima pulau yang sulit diakses jaringan internetnya.
Sementara dari tujuh pulau yang disinggahi itu juga, ada tiga pulau membuat tim ekspedisi harus menyiapkan mental dan keberanian agar bisa menggunakan sekoci membawa ratusan uang rupiah ke daratan yang jarak dari darat ke kapal mencapai kurang lebih 500-an meter.
Ketiga pulau itu adalah Pulau Kesui, Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku Barat Daya (MBD), serta Pulau Pantar, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Diterjang gelombang
Satu hal yang tentu saja tidak pernah dilupakan oleh tim ekspedisi adalah ketika kembali berlayar dari Pulau Kei Kecil menuju ke Kota Saumlaki di Pulau Jamdena, kapal yang ditumpangi tim harus diterjang gelombang laut setinggi 3-4 meter.
Kejadian tersebut pada pukul 20.30 WIT. Saat itu seluruh tim selesai mengelar makan malam bersama komandan Kapal KRI Sultan Nuku seperti pada malam-malam biasanya. Suasana di longroom (tempat makan) sudah tinggal beberapa orang saja, di antaranya Komandan KRI Sultan Nuku Letkol (P) CH Roziqin dan salah satu staf Bank Indonesia Jakarta Priyam. "Kok tiba-tiba goyang ya kapalnya," kata Priyam kepada Letkol Roziqin.
Namun hal tersebut ditanggapi biasa oleh komandan kapal. Kapal tersebut semakin kencang goyangannya. Bahkan sejumlah gelas, piring yang berada di atas meja makan pun mulai berjatuhan. Ruangan makan tiba-tiba sepi.
Priyam dan komandan kapal meninggalkan ruangan, menyusul anggota, dan staf BI lainnya. "Mau ke kamar saja saya. Gelombang makin tinggi dan kapal semakin bergoyang," kata dia.
Suasana di mana saat jam-jam yang penuh dengan canda tawa, tiba-tba sepi akibat gelombang tersebut. Beberapa awak kapal harus berhati-hati jika ingin berjalan di lorong kapal, karena berbahaya jika jatuh.
Entah berapa lama gelombang tinggi menerjang kapal itu, namun ketika pagi menyingsing, gelombang setinggi dua meter masih terjadi dan mengguncang kapal itu sampai kapal bersandar di Pelabuhan Kota Saumlaki.
Kejadian tersebut menjadi pengalaman baru bagi tim. Bahkan, beberapa anggota tim, sempat merekam bagaimana keadaan kawan-kawan tim ekspedisi itu mabuk laut saat gelombang menerjang.
"Saya sempat rekam beberapa teman kita yang mabuk laut. Ini tentu akan akan menjadi cerita," ujar Croys, salah satu staf BI dari NTT.
Walaupun diterjang gelombang pada malam itu, aktivitas pelayanan tetap berjalan. Bahkan, sempat melakukan penukaran uang di pasar tradisional. Bonaryadi, ketua tim menyatakan bahwa hal ini akan menjadi cerita dan pengalaman yang tak terlupakan.
"Kejadian semalam tentu menjadi pengalaman yang tak terlupakan buat kita semua. Kita bersyukur karena kita semua selamat. Dan ini menjadi cerita menarik bagi kita semua," tambahnya. Masyarakat terbantu
Kehadiran Bank Indonesia bekerja sama dengan TNI AL melalui ekspedisi itu dinilai sangat membantu masyarakat.
Hal tersebut diakui langsung oleh beberapa warga yang ditemui saat BI-TNI AL mengelar ekspedisi di sejumlah pulau 3T itu.
Camat Kesui, Muhammad Jefri, mengatakan bahwa dengan tak ada bank di daerah itu, membuat penukaran uang baru menjadi sulit.
"Masyarakat harus berlayar ke Ambon terlebih dahulu untuk menukarkan uang. Bersyukur ada BI sehingga kegiatan ini sangat membantu masyarakat saya," ujarnya. Tak hanya di Pulau Kesui, saat tim tiba di Pulau Letti pun demikian.
Anton, salah satu pedagang di daerah itu, mengaku sulitnya melakukan penukaran uang lecek atau lusuh tak layak edar di pulau itu, karena akses perbankan tak ada.
"Kami berharap pemerintah bisa membantu kami, melalui BI dengan menempatkan bank di sini. Sebab jika harus ke Kupang atau ke Ambon lagi, butuh waktu yang lama dan memakan biaya," ujar dia.