Bukan lautan hanya kolam susu, Kail dan jalan cukup menghidupimu, Tiada badai tiada topan kau temui, Ikan dan udang menghampiri dirimu..Orang bilang tanah kita tanah surga, Tongkat kayu dan batu jadi tanaman...

Itulah syair lagu "Kolam Susu" yang dipopulerkan grup musik legendaris Koes Plus pada era 1970-an, beberapa saat setelah Timor Timur menyatakan integrasi dengan Indonesia melalui Deklarasi Balibo pada 1975.

Kolam yang terletak sekitar 20 kilometer utara Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste itu, sebenarnya bernama Kolam Susuk yang artinya sarang nyamuk.

Meskipun demikian, kolam yang kaya ikan bandeng itu memiliki pesona yang luar biasa sehingga membuat Yon Koeswoyo terkesima sampai mengabadikan dalam sebuah lagu, ketika dalam perjalanan dari Atambua menuju Dili, Timor Timur.

Menurut legenda, kolam tersebut pernah disinggahi tujuh bidadari cantik yang dititip Raja Lifao dari Oecusse untuk membersihkan diri. Agar para bidadari itu tidak mengantuk, Raja Lifao pun mengirim nyamuk untuk mengganggu mereka saat tertidur.

Bisingan nyamuk membuat para bidadari cantik itu tetap terjaga agar tidak dimangsa oleh pembantu raja. Itulah misi Raja Lifao mengirim nyamuk untuk menjaga para bidadari di kolam tersebut.

Masyarakat setempat kemudian menamai kolam tersebut dengan sebutan Kolam Susuk atau sarang nyamuk. Tapi di kolam nan elok itu, bertebarlah ikan-ikan bandeng seperti dilukiskan Koes Plus dalam syairnya..."Tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu..."

Kolam Susuk yang dapat dicapai dalam tempo 15 menit perjalanan dengan kendaraan roda empat dari Atambua itu, terletak di Desa Junelu, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.

Sebagai tanda mata abadi bagi masyarakat Kabupaten Belu, grup legendaris Koes Plus membangun sebuah sekolah dasar (SD) di tepian kolam itu guna menampung para peserta didik di wilayah kecamatan tersebut untuk menikmati pendidikan dasar.

Kepopuleran lagu "Kolam Susu" tersebut, membuat pemerintahan Bupati Joachim Lopez menata kawasan tersebut menjadi salah satu destinasi pariwisata di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Di atas puncak bukit yang membentuk kolam tersebut, telah dipasang sebuah pigura raksasa bertuliskan Kolam Susuk. Di lembah bukit yang menghadap ke arah kolam, telah dibangun rumah-rumah payung sebagai tempat berteduhnya para wisatawan dari terik matahari.

"Kami bersyukur karena Kolam Susuk menjadi salah satu destinasi wisata dalam Sail Komodo 2013 sehingga perlu ditata untuk menarik lebih banyak lagi wisatawan ke kolam tersebut," kata Kepala Dinas Pariwisata Belu Dominikus Mali.

Ia menambahkan selain menjadi objek wisata, kawasan Kolam Susuk akan dimanfaatkan untuk budidaya bandeng dan udang. Warga sekitar pernah mengembangankan bandeng dan udang di kolam tersebut, namun tidak merawat dan menatanya dengan baik sehingga membuat lingkungan sekitarnya menjadi rusak.



Teluk Gurita



Tak jauh dari Kolam Susuk, ada juga objek wisata pantai yang diberi nama Teluk Gurita. Berdasarkan legenda, di teluk tersebut pernah hidup seekor gurita raksasa yang dilukiskan sebagai penghuni dan penjaga lokasi pantai tersebut.

Saking kuatnya, gurita tersebut konon pernah menemgelamkan kapal perang Jepang yang bersandar di teluk tersebut, yang kini difungsikan sebagai Pelabuhan Feri oleh pemerintah daerah setempat.

Kedua lokasi yang bermakna sejarah itu, kini sedang dipoles menjadi tujuan wisata alam dan bahari yang menakjubkan bagi para wisatawan.

Menurut Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Belu Valens Parera pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sebesar Rp10 miliar untuk pengembangan kawasan wisata terpadu Kolam Susuk dan Teluk Gurita.

Pengembangan kawasan wisata terpadu Kolam Susuk dan Teluk Gurita itu untuk menyediakan lokasi wisata alternatif untuk warga asing terutama dari Timor Leste.

Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Belu bisa mendapatkan sumber pendapatan dari sektor pariwisata untuk kelangsungan pembangunan di daerah tersebut.

Kolam Susuk adalah salah satu kawasan wisata tambak di Kabupaten Belu. Sejak dahulu sudah dimanfaatkan warga, baik dari dalam daerah maupun luar untuk menikmati suasana alam, sambil menikmati hasil tangkapan bandeng yang ada di kolam tersebut.

Menurut Parera, kawasan Kolam Susuk yang berjarak sekitar 16 kilometer dari Pelabuhan Atapupu itu, selama ini diserahkan kepada pihak swasta untuk dikelola sebagai kawasan wisata alam tambak dengan harapan bisa menarik pendapatan untuk daerah.

Namun, dalam perjalanan pengelolaan tersebut justru tidak dimanfaatkan secara optimal, dan akhirnya terkesan mubazir karena tidak lagi ditata dengan baik untuk mengoda selera pengunjung.

"Karena kondisi itulah, pemerintah memutuskan untuk mengambil kembali aset tersebut untuk dikelola secara lebih baik dan profesional dan dijadikan sebagai kawasan wisata alternatif di wilayah perbatasan RI-Timor Leste ini," kata Valens.

Penataan dan perbaikan sejumlah fasilitas pendukung di kawasan wisata alam tambak tersebut menjadi sebuah keharusan agak Kolam Susuk tetap populer seperti tembang kenangan Kolam Susu yang dipopulerkan oleh grup musik ledendaris Indonesia, Koes Plus.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024