Jakarta (ANTARA) - Keperkasaan sektor pertanian negara kita, sudah tak perlu diragukan lagi. Sektor ini telah teruji dalam menghadapi berbagai bencana, baik krisis ekonomi atau kemanusiaan.
Sektor pertanian tetap berdiri kokoh dan tidak pernah terpuruk hingga ke titik nadir. Pertanian tetap berdiri tegak dan bertumbuh positif, padahal sektor-sektor lain tumbuh negatif.
Yang lebih membanggakan adalah kisah sukses bangsa Indonesia dalam meraih Swasembada Beras pada 2019-2021.
Di saat bangsa-bangsa lain tampak menghadapi kerisauan akan terganggunya kecukupan pangan bagi warganya, bangsa Indonesia malah mampu mewujudkan kembali kondisi Swasembada Beras untuk masyarakatnya.
Inilah salah satu kehebatan bangsa ini dalam menjawab berbagai tantangan pembangunan. Peringatan FAO terkait akan adanya krisis pangan global, benar-benar dicermati dengan seksama sekaligus diantisipasi cara pemecahannya.
Pencarian jurus ampuh harus terus dilakukan, termasuk terobosan cerdas di sektor pertanian itu sendiri.
Swasembada Beras adalah prestasi yang membanggakan. Semua pihak patut memberikan acungan jempol kepada upaya bersama ini sebab tidak mudah meraih swasembada beras.
Tanpa adanya sikap tegas Pemerintah RI untuk menyetop impor beras, bisa jadi predikat swasembada beras bagi bangsa ini hanya tinggal kenangan.
Untung Presiden Jokowi berani menolak usulan mereka yang saat terjadinya polemik, menginginkan impor beras.
Coba saja kalau waktu itu Presiden Jokowi mendukung keinginan pihak-pihak tertentu yang berkehendak dilakukan impor beras, boleh jadi bangsa ini tidak akan mendapat penghargaan sebagai bangsa yang mampu berswasembada beras.
Waktu itu, Presiden Jokowi berkeyakinan, bangsa ini tidak perlu melakukan impor, karena hasil produksi petani dalam negeri akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Artinya, buat apa menempuh kebijakan impor beras, bila produksi beras mampu mencukupi keperluan rakyat.
Sekarang atribut Swasembada Beras sudah dapat diraih Indonesia dan ini betul-betul sebuah kehormatan yang patut dijaga dan dipertahankan.
Pelestarian Swasembada
Saat ini perlu langkah dan upaya nyata yang sebaiknya dilakukan agar Swasembada Beras yang diraih Indonesia dapat dilestarikan secara berkelanjutan.
Sebab harus diakui tindakan melestarikan Swasembada Beras, bukanlah pekerjaan yang gampang untuk ditempuh, karena memerlukan komitmen banyak pihak terkait.
Selain juga banyak hal yang harus digarap, agar dalam perkembangannya semua dapat memuluskan pelaksanaannya. Paling tidak, ada dua tugas penting yang perlu diprioritaskan.
Pertama, memacu produksi dan produktivitas produksi beras setinggi-tingginya. Kedua, berjuang keras untuk mengerem konsumsi masyarakat terhadap nasi.
Peningkatan produksi dan produktivitas beras jangan sampai melemah dan kehilangan gairah. Produksi padi yang meningkat adalah kewajiban mutlak yang harus dipenuhi dalam memacu pembangunan pertanian. Petani perlu selalu diingatkan, Swasembada Beras, tidak boleh lagi terlepas dari genggaman.
Itu sebabnya, dalam menerapkan kebijakan perberasan nasional sekarang dan masa depan, jangan lupa agar yang namanya upaya "pelestarian" Swasembada Beras, perlu disimpan sebagai indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan pertanian di negeri ini.
Beras masih diposisikan sebagai komoditas strategis dan politis. Pengatributan yang demikian wajar, karena beras masih menjadi konsumsi utama sebagian besar warga bangsa. Beras yang kemudian ditanak jadi nasi inilah yang mampu menyambung kehidupan. Tanpa nasi, seolah-olah tidak terjadi kehidupan.
Sebagai komoditas politis, beras dapat memorak-porandakan sebuah tatanan pemerintahan.
Sejarah mencatat, ada pemerintahan yang "bubar jalan" karena ketidakmampuan bangsa tersebut dalam memenuhi kebutuhan beras warga masyarakatnya. Inilah alasannya, mengapa beras harus selalu tersedia dengan cukup.
Dihadapkan pada gambaran yang demikian, Pemerintah Indonesia selalu memberi perhatian yang serius terhadap kondisi perberasan.
Siapa pun yang diberi amanah untuk menjalankan roda pemerintahan, yang namanya beras, selalu dijadikan kebijakan strategis. Wajar jika pemerintah tidak akan main-main menangani persoalan perberasan.
Akibatnya, dibanding komoditas pangan lain, beras terlihat lebih menunjukkan keberhasilan sehingga mampu swasembada.
Justru yang menjadi tugas kita selanjutnya adalah langkah apa yang sebaiknya ditempuh agar Swasembada Beras yang diraih ini dapat lestari dan berlangsung selamanya.
Dengan kata lain, gerak langkah semua pihak, jangan hanya merasa cukup dengan pencapaian atribut Swasembada Beras. Masih banyak pekerjaan yang harus digarap bersama-sama.
Termasuk imbauan untuk mewujudkan swasembada jagung, kedelai, daging sapi, bawang putih, gula pasir, dan lain sebagainya demi berdaulatnya pangan di negeri ini.
Baca juga: Telaah - Dari lumbung pangan desa menuju lumbung pangan dunia
Sebab pekerjaan rumah untuk mencapai swasembada pangan juga masih amat panjang. Apalagi semua paham bahwa pangan bukan semata beras.
Swasembada pangan tidak selesai hanya dengan diraihnya swasembada beras. Apa yang berhasil dicapai selama ini, masih memerlukan perjuangan yang panjang. Swasembada beras baru satu jenis bahan pangan yang dapat diwujudkan bangsa ini. Di luar beras, masih banyak jenis bahan pangan lain yang masih defisit, termasuk jagung, kedelai, bawang putih, dan gula.
Jika bangsa Indonesia ingin mandiri pangan, berarti semua harus sepakat untuk mampu mengubah kondisi defisit pangan menjadi surplus pangan.
Baca juga: Telaah -Terobosan cerdas mendiversifikasi pangan lokal
Dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ditegaskan kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Inti dari pengertian itu adalah kemampuan bangsa dan negara dalam memproduksi pangan dari dalam negeri, yang dihasilkan oleh para petani Indonesia.
Baca juga: Telaah - Strategi menggairahkan budi daya kedelai lokal
Atau dapat juga dikatakan, kemandirian pangan perlu ditopang oleh keberhasilan dalam mewujudkan swasembada pangan sekaligus juga mampu menghilangkan importasi pangan. Kaitan antara swasembada dengan kemandirian pangan menjadi sangat penting dalam meraih ketersediaan pangan yang kuat.
Maka kisah sukses swasembada beras, sepatutnya menjadi pemicu untuk melahirkan swasembada-swasembada komoditas pangan lainnya di Tanah Air.
*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Melestarikan swasembada beras di Indonesia
Sektor pertanian tetap berdiri kokoh dan tidak pernah terpuruk hingga ke titik nadir. Pertanian tetap berdiri tegak dan bertumbuh positif, padahal sektor-sektor lain tumbuh negatif.
Yang lebih membanggakan adalah kisah sukses bangsa Indonesia dalam meraih Swasembada Beras pada 2019-2021.
Di saat bangsa-bangsa lain tampak menghadapi kerisauan akan terganggunya kecukupan pangan bagi warganya, bangsa Indonesia malah mampu mewujudkan kembali kondisi Swasembada Beras untuk masyarakatnya.
Inilah salah satu kehebatan bangsa ini dalam menjawab berbagai tantangan pembangunan. Peringatan FAO terkait akan adanya krisis pangan global, benar-benar dicermati dengan seksama sekaligus diantisipasi cara pemecahannya.
Pencarian jurus ampuh harus terus dilakukan, termasuk terobosan cerdas di sektor pertanian itu sendiri.
Swasembada Beras adalah prestasi yang membanggakan. Semua pihak patut memberikan acungan jempol kepada upaya bersama ini sebab tidak mudah meraih swasembada beras.
Tanpa adanya sikap tegas Pemerintah RI untuk menyetop impor beras, bisa jadi predikat swasembada beras bagi bangsa ini hanya tinggal kenangan.
Untung Presiden Jokowi berani menolak usulan mereka yang saat terjadinya polemik, menginginkan impor beras.
Coba saja kalau waktu itu Presiden Jokowi mendukung keinginan pihak-pihak tertentu yang berkehendak dilakukan impor beras, boleh jadi bangsa ini tidak akan mendapat penghargaan sebagai bangsa yang mampu berswasembada beras.
Waktu itu, Presiden Jokowi berkeyakinan, bangsa ini tidak perlu melakukan impor, karena hasil produksi petani dalam negeri akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Artinya, buat apa menempuh kebijakan impor beras, bila produksi beras mampu mencukupi keperluan rakyat.
Sekarang atribut Swasembada Beras sudah dapat diraih Indonesia dan ini betul-betul sebuah kehormatan yang patut dijaga dan dipertahankan.
Pelestarian Swasembada
Saat ini perlu langkah dan upaya nyata yang sebaiknya dilakukan agar Swasembada Beras yang diraih Indonesia dapat dilestarikan secara berkelanjutan.
Sebab harus diakui tindakan melestarikan Swasembada Beras, bukanlah pekerjaan yang gampang untuk ditempuh, karena memerlukan komitmen banyak pihak terkait.
Selain juga banyak hal yang harus digarap, agar dalam perkembangannya semua dapat memuluskan pelaksanaannya. Paling tidak, ada dua tugas penting yang perlu diprioritaskan.
Pertama, memacu produksi dan produktivitas produksi beras setinggi-tingginya. Kedua, berjuang keras untuk mengerem konsumsi masyarakat terhadap nasi.
Peningkatan produksi dan produktivitas beras jangan sampai melemah dan kehilangan gairah. Produksi padi yang meningkat adalah kewajiban mutlak yang harus dipenuhi dalam memacu pembangunan pertanian. Petani perlu selalu diingatkan, Swasembada Beras, tidak boleh lagi terlepas dari genggaman.
Itu sebabnya, dalam menerapkan kebijakan perberasan nasional sekarang dan masa depan, jangan lupa agar yang namanya upaya "pelestarian" Swasembada Beras, perlu disimpan sebagai indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan pertanian di negeri ini.
Beras masih diposisikan sebagai komoditas strategis dan politis. Pengatributan yang demikian wajar, karena beras masih menjadi konsumsi utama sebagian besar warga bangsa. Beras yang kemudian ditanak jadi nasi inilah yang mampu menyambung kehidupan. Tanpa nasi, seolah-olah tidak terjadi kehidupan.
Sebagai komoditas politis, beras dapat memorak-porandakan sebuah tatanan pemerintahan.
Sejarah mencatat, ada pemerintahan yang "bubar jalan" karena ketidakmampuan bangsa tersebut dalam memenuhi kebutuhan beras warga masyarakatnya. Inilah alasannya, mengapa beras harus selalu tersedia dengan cukup.
Dihadapkan pada gambaran yang demikian, Pemerintah Indonesia selalu memberi perhatian yang serius terhadap kondisi perberasan.
Siapa pun yang diberi amanah untuk menjalankan roda pemerintahan, yang namanya beras, selalu dijadikan kebijakan strategis. Wajar jika pemerintah tidak akan main-main menangani persoalan perberasan.
Akibatnya, dibanding komoditas pangan lain, beras terlihat lebih menunjukkan keberhasilan sehingga mampu swasembada.
Justru yang menjadi tugas kita selanjutnya adalah langkah apa yang sebaiknya ditempuh agar Swasembada Beras yang diraih ini dapat lestari dan berlangsung selamanya.
Dengan kata lain, gerak langkah semua pihak, jangan hanya merasa cukup dengan pencapaian atribut Swasembada Beras. Masih banyak pekerjaan yang harus digarap bersama-sama.
Termasuk imbauan untuk mewujudkan swasembada jagung, kedelai, daging sapi, bawang putih, gula pasir, dan lain sebagainya demi berdaulatnya pangan di negeri ini.
Baca juga: Telaah - Dari lumbung pangan desa menuju lumbung pangan dunia
Sebab pekerjaan rumah untuk mencapai swasembada pangan juga masih amat panjang. Apalagi semua paham bahwa pangan bukan semata beras.
Swasembada pangan tidak selesai hanya dengan diraihnya swasembada beras. Apa yang berhasil dicapai selama ini, masih memerlukan perjuangan yang panjang. Swasembada beras baru satu jenis bahan pangan yang dapat diwujudkan bangsa ini. Di luar beras, masih banyak jenis bahan pangan lain yang masih defisit, termasuk jagung, kedelai, bawang putih, dan gula.
Jika bangsa Indonesia ingin mandiri pangan, berarti semua harus sepakat untuk mampu mengubah kondisi defisit pangan menjadi surplus pangan.
Baca juga: Telaah -Terobosan cerdas mendiversifikasi pangan lokal
Dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ditegaskan kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Inti dari pengertian itu adalah kemampuan bangsa dan negara dalam memproduksi pangan dari dalam negeri, yang dihasilkan oleh para petani Indonesia.
Baca juga: Telaah - Strategi menggairahkan budi daya kedelai lokal
Atau dapat juga dikatakan, kemandirian pangan perlu ditopang oleh keberhasilan dalam mewujudkan swasembada pangan sekaligus juga mampu menghilangkan importasi pangan. Kaitan antara swasembada dengan kemandirian pangan menjadi sangat penting dalam meraih ketersediaan pangan yang kuat.
Maka kisah sukses swasembada beras, sepatutnya menjadi pemicu untuk melahirkan swasembada-swasembada komoditas pangan lainnya di Tanah Air.
*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Melestarikan swasembada beras di Indonesia