Kupang (ANTARA) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi memerintahkan aparat keamanan di provinsi ini untuk menangkap siapa saja yang berusaha menyebarkan paham radikal.
"Kami akan libas. Saya gunakan kata libas karena pernyataan saya ini keras buat mereka yang ingin merusak toleransi umat beragama di daerah ini,” katanya di Kupang, Rabu, (11/1/2023).
Hal ini disampaikan berkaitan dengan adanya informasi yang muncul menjelang tahun politik yang dapat merusak kerukunan umat beragama di NTT.
Dia menjelaskan bahwa nenek moyang masyarakat Indonesia sudah mengajarkan tidak boleh membedakan suku, ras, dan agama karena semua manusia itu sama di mata Tuhan.
“Jadi kalau masih ada yang merasa dia paling benar dan menganggap dirinya paling hebat tidak pantas untuk hidup di NTT,” tegas Josef.
Dia menambahkan bahwa selama dirinya bersama Gubernur NTT Viktor B Laiskodat masih memimpin NTT, maka tidak boleh ada paham intoleran atau radikal yang berkembang di NTT.
“Jangan mengganggu kerukunan umat beragama di NTT. Toleransi di NTT adalah toleransi dogmatis dan 'civilius',” tambah dia.
Dia menjelaskan bahwa dogmatis memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi umat Muslim untuk beribadah seperti biasa, termasuk dengan agama lain.
Sementara toleransi civilius adalah toleransi yang memberikan kesempatan kepada semua umat beragama untuk saling berinteraksi tanpa membeda-bedakan.
Baca juga: Pemerintah harus mencegah radikal pasif
“Sebab untuk ku agama ku dan untukmu agama mu,” tambah dia.
Baca juga: Polri: Arahan Presiden jadi pedoman mitigasi radikalisme
Dia mengajak seluruh masyarakat di NTT pada tahun 2023 bersama-sama menjaga kerukunan yang sudah terjalin lama di NTT sehingga keamanan dan ketertiban tetap terjaga dengan baik.
"Kami akan libas. Saya gunakan kata libas karena pernyataan saya ini keras buat mereka yang ingin merusak toleransi umat beragama di daerah ini,” katanya di Kupang, Rabu, (11/1/2023).
Hal ini disampaikan berkaitan dengan adanya informasi yang muncul menjelang tahun politik yang dapat merusak kerukunan umat beragama di NTT.
Dia menjelaskan bahwa nenek moyang masyarakat Indonesia sudah mengajarkan tidak boleh membedakan suku, ras, dan agama karena semua manusia itu sama di mata Tuhan.
“Jadi kalau masih ada yang merasa dia paling benar dan menganggap dirinya paling hebat tidak pantas untuk hidup di NTT,” tegas Josef.
Dia menambahkan bahwa selama dirinya bersama Gubernur NTT Viktor B Laiskodat masih memimpin NTT, maka tidak boleh ada paham intoleran atau radikal yang berkembang di NTT.
“Jangan mengganggu kerukunan umat beragama di NTT. Toleransi di NTT adalah toleransi dogmatis dan 'civilius',” tambah dia.
Dia menjelaskan bahwa dogmatis memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi umat Muslim untuk beribadah seperti biasa, termasuk dengan agama lain.
Sementara toleransi civilius adalah toleransi yang memberikan kesempatan kepada semua umat beragama untuk saling berinteraksi tanpa membeda-bedakan.
Baca juga: Pemerintah harus mencegah radikal pasif
“Sebab untuk ku agama ku dan untukmu agama mu,” tambah dia.
Baca juga: Polri: Arahan Presiden jadi pedoman mitigasi radikalisme
Dia mengajak seluruh masyarakat di NTT pada tahun 2023 bersama-sama menjaga kerukunan yang sudah terjalin lama di NTT sehingga keamanan dan ketertiban tetap terjaga dengan baik.