Semarang (ANTARA) - Secara kuantitas belum ada kepastian persentase wakil rakyat yang mengalami amnesia politik sejak menjadi anggota DPR RI, anggota DPD RI, serta anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Namun, bagi wakil rakyat yang selalu ingat akan janji-janji politik pada masa kampanye, kemudian berupaya mewujudkannya, bakal terhindari dari gejala-gejala sosiologis tersebut.
Begitu pula sebaliknya, masyarakat jangan sampai terkena gejala yang sama ketika wakil rakyat makin pulih dari amnesia politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sejumlah pemilih mendadak lupa ketika calon anggota legislatif (caleg) petahana mengumbar kembali janji-janji politik. Seolah suara itu makin terdengar merdu, apalagi sampai ada hal-hal yang menyentuh perut mereka.
Masyarakat tidak ingat lagi caleg petahana itu pernah berjanji, misalnya membangun infrastruktur, mengatasi banjir dan rob, membangun jembatan, atau segudang janji lainnya yang "menyihir" tangan-tangan sejumlah pemilih untuk mencoblos partai dan/atau caleg bersangkutan. Terjalinlah simbiosis mutualisme semu yang melahirkan fatamorgana politik menjelang pemilu.
Istilah fatamorgana versi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring terdapat dua makna. Pertama, gejala optis yang tampak pada permukaan yang panas, yang kelihatan seperti genangan air. Kedua, bermakna hal yang bersifat khayal dan tidak mungkin dicapai.
Fatamorgana makin tidak jelas manakala titik pengamatan makin tinggi. Begitu pula sebaliknya, titik pengamatan makin rendah, fatamorgana makin jelas terlihat.
Terkait dengan konteks Pemilu 2024, posisi pemilih harus berada di titik paling tinggi agar tidak terjebak dengan fatamorgana politik yang berpotensi melahirkan koruptor.
Maka, jadilah pemilih rasional. Sebelum menentukan pilihan, alangkah indahnya pemilih melihat rekam jejak serta visi dan misi caleg.
Apakah caleg petahana yang ingkar janji dan jarang turun ke daerah pemilihan (dapil) sejak menjadi wakil rakyat tetap mereka pilih?
Semua berpulang pada individu masing-masing. Mau "menghukum" dengan tidak memilih, silakan. Mau tetap mencoblos caleg dan/atau partai bersangkutan pada Pemilu 2024, ya, silakan.
Inventarisasi kebutuhan
Oleh karena itu, program serta visi dan misi caleg haruslah membumi agar masyarakat mudah memahami dan secara bersama-sama mencari solusi untuk lepas dari problematik di setiap dapil.
Menjelang tahapan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, mulai 24 April hingga 25 November 2023, bakal caleg seyogianya mulai menginventarisasi problematik di masing-masing calon dapil mereka.
Ambil contoh di Jawa Tengah, caleg yang akan berlaga di Dapil Jateng I sampai dengan Dapil Jateng X, mulai mencatat sejumlah persoalan apa saja yang hingga saat ini belum terpecahkan.
Ibarat akan berlaga di medan perang, kali pertama adalah menguasai medan terlebih dahulu. Selain itu, mengamati karakter, budaya, dan keadaan masyarakat.
Terkait dengan bencana alam, misalnya. Jawa Tengah dengan kondisi geologis, topografis, klimatologis, hidrologis, dan geografis, memiliki risiko bencana alam yang cukup tinggi seperti banjir, tsunami, abrasi, dan longsor.
Kondisi tersebut dapat diketahui berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2020 yang menunjukkan bahwa provinsi ini termasuk dalam kelas risiko bencana sedang dengan skor 132 dan bera di urutan 13 di tingkat nasional.
Untuk mengetahui secara detail, setidaknya caleg di Jateng membaca Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009—2029, sebagaimana termaktub dalam Buku II Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2021.
Disebutkan dalam buku itu, terdapat 12 kabupaten/kota di provinsi ini yang masuk kategori risiko bencana tinggi, dan 23 kabupaten/kota termasuk kategori risiko bencana sedang dengan skor risiko tertinggi adalah Kabupaten Banyumas dan skor risiko terendah adalah Kota Surakarta.
Di provinsi ini terdapat kawasan-kawasan yang berpotensi terdampak peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan masyarakat dan berakibat timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Kawasan rawan bencana alam di Jateng dapat diidentifikasi ke dalam 10 kawasan, yaitu kawasan rawan banjir meliputi Kabupaten Demak, Grobogan, Kendal, Semarang, Pati, Kudus, Brebes, Tegal, Pekalongan, Kebumen, Magelang, Purworejo, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Sragen, Karanganyar, Cilacap, Banjarnegara, Banyumas, dan Purbalingga.
Kedua, kawasan rawan kekeringan yang mengancam Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Grobogan, Jepara, Kudus, Blora, Rembang, Pati, Demak, Pekalongan, Pemalang, Tegal, dan Brebes.
Ketiga, kawasan rawan tanah longsor terdiri atas Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Kota Semarang.
Keempat, kawasan rawan letusan gunung berapi. Kejadian yang baru saja terjadi pada hari Selasa pagi, 14 Maret 2023, Gunung Merapi kembali mengeluarkan awan panas guguran.
Bahaya gunung berapi itu mengancam kawasan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten, Kota Magelang, dan Gunung Slamet di Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Kota Tegal.
Kelima, kawasan rawan gempa bumi meliputi wilayah selatan Jawa Tengah. Lokasi ini relatif lebih dekat dengan zona tumbukan lempeng benua dan terdapat sebaran garis-garis sesar aktif yang terdapat di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, Klaten, dan Wonogiri.
Peristiwa gempa bumi signifikan terakhir terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 6,3 skala Richter, yang mengguncang bagian selatan Pulau Jawa. Gempa ini berdampak hingga radius 95 km dari pusat gempa meliputi Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Purworejo, Magelang, Kebumen, Temanggung, dan Karanganyar.
Keenam, kawasan rawan gelombang pasang yang meliputi wilayah pantai berkemiringan landai di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, Wonogiri, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Semarang, Pekalongan, dan Tegal.
Ketujuh, kawasan rawan tsunami meliputi pesisir pantai selatan berhadapan dengan Samudra Hindia yang terdapat di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, dan Wonogiri.
Tsunami terakhir terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 akibat gempa bawah laut di Samudra Hindia dan menimbulkan jatuhnya korban jiwa, kerusakan sarana dan prasarana perikanan, serta kerusakan lingkungan pantai di Cilacap, Kebumen, dan Purworejo.
Kedelapan, kawasan rawan abrasi. Abrasi ini mengikis tanah daratan kawasan pesisir pantai utara berakibat pada rusaknya kawasan pertambakan, pelabuhan, dan permukiman di Kabupaten Rembang, Pati, Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Semarang, Pekalongan, dan Tegal.
Baca juga: Artikel - Amendemen UUD 1945 sebaiknya pasca-Pemilu 2024
Kesembilan, kawasan rawan angin topan meliputi Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Blora, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Kota Semarang, dan Pekalongan.
Kesepuluh, di sejumlah daerah di Jateng juga terdapat kawasan rawan gas beracun. Daerah ini meliputi wilayah di sekitar kawah Sinila, Timbang, Sikendang, Sibanteng, dan Sileri di kawasan Pegunungan Dieng. Bencana ini mengancam areal permukiman dan pertanian desa-desa sekitarnya, tepatnya di perbatasan Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo.
Baca juga: Artikel - Memperkuat narasi persatuan di jagat digital jelang Pemilu 2024
Setelah melihat peta bencana tersebut, caleg mulai menyusun program serta visi dan misi yang menyentuh kebutuhan masyarakat di dapil. Janganlah berjanji terlalu muluk-muluk, kelak berujung pada kekecewaan rakyat.
Kendati demikian, ide brilian sangat dinantikan pada masa kampanye Pemilu 2024, yang dijadwalkan mulai 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Apabila tidak terpilih, gagasan tersebut sebagai referensi caleg terpilih untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Jadi, tidak ada yang sia-sia jika niat menjadi wakil rakyat bertujuan untuk menuntaskan permasalahan bangsa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Amnesia politik perlahan makin pulih jelang pemilu
Namun, bagi wakil rakyat yang selalu ingat akan janji-janji politik pada masa kampanye, kemudian berupaya mewujudkannya, bakal terhindari dari gejala-gejala sosiologis tersebut.
Begitu pula sebaliknya, masyarakat jangan sampai terkena gejala yang sama ketika wakil rakyat makin pulih dari amnesia politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sejumlah pemilih mendadak lupa ketika calon anggota legislatif (caleg) petahana mengumbar kembali janji-janji politik. Seolah suara itu makin terdengar merdu, apalagi sampai ada hal-hal yang menyentuh perut mereka.
Masyarakat tidak ingat lagi caleg petahana itu pernah berjanji, misalnya membangun infrastruktur, mengatasi banjir dan rob, membangun jembatan, atau segudang janji lainnya yang "menyihir" tangan-tangan sejumlah pemilih untuk mencoblos partai dan/atau caleg bersangkutan. Terjalinlah simbiosis mutualisme semu yang melahirkan fatamorgana politik menjelang pemilu.
Istilah fatamorgana versi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring terdapat dua makna. Pertama, gejala optis yang tampak pada permukaan yang panas, yang kelihatan seperti genangan air. Kedua, bermakna hal yang bersifat khayal dan tidak mungkin dicapai.
Fatamorgana makin tidak jelas manakala titik pengamatan makin tinggi. Begitu pula sebaliknya, titik pengamatan makin rendah, fatamorgana makin jelas terlihat.
Terkait dengan konteks Pemilu 2024, posisi pemilih harus berada di titik paling tinggi agar tidak terjebak dengan fatamorgana politik yang berpotensi melahirkan koruptor.
Maka, jadilah pemilih rasional. Sebelum menentukan pilihan, alangkah indahnya pemilih melihat rekam jejak serta visi dan misi caleg.
Apakah caleg petahana yang ingkar janji dan jarang turun ke daerah pemilihan (dapil) sejak menjadi wakil rakyat tetap mereka pilih?
Semua berpulang pada individu masing-masing. Mau "menghukum" dengan tidak memilih, silakan. Mau tetap mencoblos caleg dan/atau partai bersangkutan pada Pemilu 2024, ya, silakan.
Inventarisasi kebutuhan
Oleh karena itu, program serta visi dan misi caleg haruslah membumi agar masyarakat mudah memahami dan secara bersama-sama mencari solusi untuk lepas dari problematik di setiap dapil.
Menjelang tahapan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, mulai 24 April hingga 25 November 2023, bakal caleg seyogianya mulai menginventarisasi problematik di masing-masing calon dapil mereka.
Ambil contoh di Jawa Tengah, caleg yang akan berlaga di Dapil Jateng I sampai dengan Dapil Jateng X, mulai mencatat sejumlah persoalan apa saja yang hingga saat ini belum terpecahkan.
Ibarat akan berlaga di medan perang, kali pertama adalah menguasai medan terlebih dahulu. Selain itu, mengamati karakter, budaya, dan keadaan masyarakat.
Terkait dengan bencana alam, misalnya. Jawa Tengah dengan kondisi geologis, topografis, klimatologis, hidrologis, dan geografis, memiliki risiko bencana alam yang cukup tinggi seperti banjir, tsunami, abrasi, dan longsor.
Kondisi tersebut dapat diketahui berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2020 yang menunjukkan bahwa provinsi ini termasuk dalam kelas risiko bencana sedang dengan skor 132 dan bera di urutan 13 di tingkat nasional.
Untuk mengetahui secara detail, setidaknya caleg di Jateng membaca Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009—2029, sebagaimana termaktub dalam Buku II Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2021.
Disebutkan dalam buku itu, terdapat 12 kabupaten/kota di provinsi ini yang masuk kategori risiko bencana tinggi, dan 23 kabupaten/kota termasuk kategori risiko bencana sedang dengan skor risiko tertinggi adalah Kabupaten Banyumas dan skor risiko terendah adalah Kota Surakarta.
Di provinsi ini terdapat kawasan-kawasan yang berpotensi terdampak peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan masyarakat dan berakibat timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Kawasan rawan bencana alam di Jateng dapat diidentifikasi ke dalam 10 kawasan, yaitu kawasan rawan banjir meliputi Kabupaten Demak, Grobogan, Kendal, Semarang, Pati, Kudus, Brebes, Tegal, Pekalongan, Kebumen, Magelang, Purworejo, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Sragen, Karanganyar, Cilacap, Banjarnegara, Banyumas, dan Purbalingga.
Kedua, kawasan rawan kekeringan yang mengancam Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Grobogan, Jepara, Kudus, Blora, Rembang, Pati, Demak, Pekalongan, Pemalang, Tegal, dan Brebes.
Ketiga, kawasan rawan tanah longsor terdiri atas Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Kota Semarang.
Keempat, kawasan rawan letusan gunung berapi. Kejadian yang baru saja terjadi pada hari Selasa pagi, 14 Maret 2023, Gunung Merapi kembali mengeluarkan awan panas guguran.
Bahaya gunung berapi itu mengancam kawasan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten, Kota Magelang, dan Gunung Slamet di Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Kota Tegal.
Kelima, kawasan rawan gempa bumi meliputi wilayah selatan Jawa Tengah. Lokasi ini relatif lebih dekat dengan zona tumbukan lempeng benua dan terdapat sebaran garis-garis sesar aktif yang terdapat di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, Klaten, dan Wonogiri.
Peristiwa gempa bumi signifikan terakhir terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 6,3 skala Richter, yang mengguncang bagian selatan Pulau Jawa. Gempa ini berdampak hingga radius 95 km dari pusat gempa meliputi Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Purworejo, Magelang, Kebumen, Temanggung, dan Karanganyar.
Keenam, kawasan rawan gelombang pasang yang meliputi wilayah pantai berkemiringan landai di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, Wonogiri, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Semarang, Pekalongan, dan Tegal.
Ketujuh, kawasan rawan tsunami meliputi pesisir pantai selatan berhadapan dengan Samudra Hindia yang terdapat di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, dan Wonogiri.
Tsunami terakhir terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 akibat gempa bawah laut di Samudra Hindia dan menimbulkan jatuhnya korban jiwa, kerusakan sarana dan prasarana perikanan, serta kerusakan lingkungan pantai di Cilacap, Kebumen, dan Purworejo.
Kedelapan, kawasan rawan abrasi. Abrasi ini mengikis tanah daratan kawasan pesisir pantai utara berakibat pada rusaknya kawasan pertambakan, pelabuhan, dan permukiman di Kabupaten Rembang, Pati, Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Semarang, Pekalongan, dan Tegal.
Baca juga: Artikel - Amendemen UUD 1945 sebaiknya pasca-Pemilu 2024
Kesembilan, kawasan rawan angin topan meliputi Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Blora, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Kota Semarang, dan Pekalongan.
Kesepuluh, di sejumlah daerah di Jateng juga terdapat kawasan rawan gas beracun. Daerah ini meliputi wilayah di sekitar kawah Sinila, Timbang, Sikendang, Sibanteng, dan Sileri di kawasan Pegunungan Dieng. Bencana ini mengancam areal permukiman dan pertanian desa-desa sekitarnya, tepatnya di perbatasan Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo.
Baca juga: Artikel - Memperkuat narasi persatuan di jagat digital jelang Pemilu 2024
Setelah melihat peta bencana tersebut, caleg mulai menyusun program serta visi dan misi yang menyentuh kebutuhan masyarakat di dapil. Janganlah berjanji terlalu muluk-muluk, kelak berujung pada kekecewaan rakyat.
Kendati demikian, ide brilian sangat dinantikan pada masa kampanye Pemilu 2024, yang dijadwalkan mulai 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Apabila tidak terpilih, gagasan tersebut sebagai referensi caleg terpilih untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Jadi, tidak ada yang sia-sia jika niat menjadi wakil rakyat bertujuan untuk menuntaskan permasalahan bangsa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Amnesia politik perlahan makin pulih jelang pemilu