Jakarta (ANTARA) - Perjalanan mudik Lebaran 2023 berjalan lancar dan boleh dibilang tanpa sesuatu yang dramatis. 

Itu semua tentu saja berkat perencanaan yang matang oleh segenap unsur pemerintahan jauh-jauh hari sebelum perjalanan besar-besaran, terutama, ke arah timur dari Jakarta tersebut terjadi.

Persiapan matang dalam penyediaan sarana dan prasarana mudik tersebut juga didukung oleh kesigapan aparat lainnya dalam mengatur perjalanan arus itu. Perjalanan mudik umumnya didominasi oleh transportasi darat menggunakan roda empat dan roda dua.

Pemerintah memang sudah menyiapkan sejumlah skenario untuk memberikan kenyamanan seluruh elemen masyarakat yang hendak melakukan perjalanan panjang ke kampung halaman.

Oleh karena itu, sampai saat ini arus mudik Lebaran 2023 dilaporkan berjalan relatif lancar dan aman. Kalaupun ada kemacetan, petugas lapangan mampu segera mengurai arus lalu lintas.

Setelah arus mudik mereda bersamaan dengan berlangsungnya hari raya Lebaran 2023 pada 22 April, persiapan lain pun dimulai. Arus "balik" segera terjadi. Arus "balik"?

Bukankah sebenarnya justru mudik itulah yang merupakan arus balik? Bukankah mudik adalah arus balik dari mereka yang terlibat dalam urbanisasi?

Jika dirunut ke belakang, awalnya adalah proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota alias urbanisasi. Hal ini tentu saja terkait dengan  dibangunnya pusat-pusat pertumbuhan, industri, pembangunan yang masif, dan keberadaan pusat pendidikan di ibu kota dan kota-kota besar lainnya.

Arus pelan urbanisasi yang terus-menerus mengalir itu kemudian semakin memadatkan kota-kota besar. Orang-orang desa yang mengalir ke kota sebagian besar adalah pencari kerja.

Sebagian dari mereka mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, sebagian mendapat pekerjaan sedapatnya, sebagian lagi jauh tidak beruntung nasibnya.

Lalu, sebagian besar dari mereka menjadi orang kota. Mereka berumah tangga dan beranak pinak di kawasan ibu kota dan kota-kota di sekitar ibu kota.

Ketika menjelang Lebaran, kembalilah mereka ke kampung halaman masing-masing. Mereka balik ke kampung, bersilaturahmi dengan bapak dan ibu, keluarga besar, dan kawan-kawan bermain.

Bukankah itu arus balik?


Dalam KBBI, ada lema berbunyi "milir". Keterangan pertama disebut sebagai "menghilir". Keterangan kedua disebut sebagai "pergi mencari nafkah (sebagai kusir delman, penarik becak, dan sebagainya)".

Kata milir, disebut-sebut, akrab di kalangan Betawi tempo dulu. Makanya dalam kamus itu ada ketengan "sebagai kusir delman" dan "penarik becak", yang boleh jadi adalah pekerjaan yang mencolok yang harus ke kota ketika itu.

Para kusir delman dan tukang becak itu pergi ke kota untuk mencari rezeki sebelum akhirnya "mudik" ke rumah mereka di udik, alias desa-desa di seputar Jakarta.

Saat pergi bekerja, mereka disebut sedang ke hilir. Dalam dialek Betawi, pergi ke hilir cukup disebut dengan milir. Sedangkan ketika mereka kembali ke rumah, yang ada di udik, mereka disebut sedang mudik; kembali ke udik.

Frasa "dan sebagainya" dalam KBBI di atas, tentu bisa untuk mewakili berbagai pekerjaan yang digeluti oleh orang-orang yang asalnya dari begitu banyak desa dan kota di seluruh Jawa, yang kemudian menjadi bagian arus pemudik tiap-tiap Lebaran.

Para pemudik itu adalah mereka, para pekerja, yang datang dari berbagai udik. Dalam KBBI, keterangan kedua dari lema "udik" adalah desa; dusun; kampung (lawan kota).

Jadi, penggunaan kata "mudik" untuk menyebut peristiwa yang terjadi setiap menjelang Lebaran  dan menjadi peristiwa besar yang mesti diantasipasi pemerintah setiap tahun, tentu boleh diduga terpengaruh oleh dialek Betawi.

Para pemudik itu sedang balik ke kampung masing-masing. Itulah sebabnya, mestinya, mudik itulah yang disebut arus balik. Bukankah begitu?

Adapun ketika para pemudik itu kembali berbondong-bondong ke kota untuk kembali bekerja, itu sama dan sebangun dengan milirnya para kusir ke hilir.

Mereka sama-sama pergi ke kota untuk mencari nafkah, seperti keterangan nomor dua dalam lema "milir" dalam KBBI yang sudah disebut di atas.

Maka, dua atau tiga hari setelah arus mudik selesai, mulailah arus milir bergerak, arus besar ke kota yang mesti diantisipasi pemerintah dengan sama baiknya ketika mereka mengawal arus mudik.

Arus milir pun perlu dikawal dengan baik, agar orang-orang ke kota itu bisa menikmati perjalanan dengan nyaman dan aman.

Arus milir (baca: pengganti frasa arus balik) biasanya sama hebohnya dengan arus mudik.

Pemandangan padatnya arus lalu lintas di jalan-jalan raya di Pulau Jawa selama arus milir sama padatnya dengan arus mudik, hanya berbeda arah.

Malah, biasanya, arus milir akan diikuti lebih banyak orang. Soalnya, sebagian dari mereka yang kembali ke kampung halaman itu akan membawa satu atau dua atau lebih sanak saudaranya.

Mereka yang dibawa para pemudik dalam arus milir itu adalah para pencari kerja baru. Mereka akan menambah jumlah penduduk perkotaan.

Para pencari kerja baru itu adalah pemilir baru. Para pemilir itu memulai proses urbanisasi mereka, yaitu, menjadikan mereka sebagai warga kota, mereka menjalani proses pengotaan.

Para pemilir baru itu pada saatnya akan menjadi pemudik baru; boleh jadi mereka mudik dengan anggota keluarga baru.

Selamat datang para pemilir.


Baca juga: Artikel - Mengejar vaksin "booster" demi mudik yang aman


Baca juga: Artikel - Ramadhan dulu dan kini










 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Selamat datang para pemilir

Pewarta : Sapto HP
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024