Ternate (ANTARA) - Awalnya Yunus hanya memelihara dua sapi sebagai usaha sambilan. Namun, berkat ketekunannya merawat sapi betina yang dibelinya dari peternak sapi potong di desa tetangga, kini telah berbiak menjadi 10 ekor.

Petani cengkih di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, itu tidak lagi mengkhawatirkan biaya kuliah anak sulungnya yang tahun 2023 ini diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di Ternate karena jika hasil panen cengkih tidak mencukupi dapat menutupinya dengan menjual sapi.

Banyak petani, termasuk pegawai negeri sipil (PNS) dan masyarakat umum di provinsi kepulauan ini yang memelihara sapi sebagai usaha sambilan seperti Yunus. Usaha ini merupakan pilihan investasi yang menjanjikan keuntungan besar dengan risiko minimal.

Memelihara sapi tidak membutuhkan biaya perawatan besar, pakannya juga tidak sulit, dan jika membutuhkan dana mendesak dan pada saat sama tidak memiliki uang tunai, dapat mengatasinya dengan menjual sapi tanpa harus meminjam ke pihak lain.

Bagi petani lahan kering di Malut, memelihara sapi memberi keuntungan tersendiri karena menjadi sumber pupuk kandang. Jadi, jika pupuk bersubsidi langka atau harganya sulit terjaga dapat menggunakan pupuk kandang sebagai alternatif, yang justru lebih ramah lingkungan terhadap tanaman dan lahan.

Pemerintah daerah di provinsi yang terkenal sebagai penghasil rempah ini dikolaborasikan tingginya minat masyarakat memelihara sapi sebagai usaha sambilan dengan berbagai program peningkatan populasi sapi untuk memenuhi kebutuhan lokal sekaligus mendukung upaya pemerintah mengurangi impor sapi.

Program itu di antaranya membagikan bantuan sapi kepada masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok, untuk dikembangbiakkan, yang sampai awal 2023 telah mencapai lebih dari 3.000 ekor. Jumlah ini belum termasuk bantuan serupa dari perusahaan di daerah ini dalam bentuk program sumber daya masyarakat.

Populasi sapi di Malut, semuanya jenis sapi potong, kini tercatat 116.000 ekor. Dengan populasi sebanyak itu, Malut sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri, baik untuk sapi potong maupun sapi kurban, sekitar 5 ribu ekor per tahun, yang sebelumnya harus mendatangkan tambahan dari provinsi lain.

Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba-- yang menjadikan pengembangan ternak sapi sebagai program prioritas pada masa jabatannya sejak periode pertama dan pada akhir periode kedua-- optimistis Malut akan menjadi daerah pemasok sapi potong dan sapi kurban di Indonesia, khususnya di Indonesia Timur.

Malut saat ini sudah berhasil mengirim ke luar pulau sedikitnya 2 ribu sapi per tahun ke sejumlah provinsi di wilayah Kalimantan, Sulawesi, serta Papua. Diproyeksikan dalam 5 tahun ke depan sudah mencapai di atas 5 ribu ekor per tahun seiring dengan terus meningkatnya populasi sapi di daerah ini.

Populasi sapi potong di Indonesia tahun 2022 tercatat 18,6 juta ekor, namun untuk memenuhi kebutuhan sapi potong secara nasional tahun 2022 yang mencapai 770 ribu ton, Pemerintah masih harus mengimpor sapi potong sebanyak 266 ribu ton.


Inseminasi
Program lain yang dilakukan pemerintah daerah di provinsi berpenduduk 1,4 jiwa ini untuk meningkatkan populasi sapi adalah menerapkan teknologi reproduksi inseminasi atau kawin suntik, yang tingkat keberhasilan terhadap kehamilan sapi mencapai di atas 90 persen.

Petugas dari instansi terkait di Malut secara periodik turun ke semua sentra pengembangan ternak sapi, terutama yang memiliki populasi sapi betina tetapi kurang sapi jantan, untuk melakukan inseminasi sapi milik masyarakat secara gratis.

Larangan memotong dan mengantarpulaukan sapi betina produktif masih dipertahankan pemerintah daerah di Malut untuk menjaga kesinambungan populasi ternak sapi di daerah ini, walaupun menurut Kepala Dinas pertanian Malut, Muhtar Husen, ada pihak yang menginginkan larangan itu dicabut.

Begitu pula larangan memasukkan sapi hidup dari provinsi lain ke Malut, terutama dari provinsi yang telah terjangkit penyakit sapi berbahaya seperti penyakit mulut dan kuku serta antraks, tetap dipertahankan demi mencegah penyakit itu menjangkiti sapi di Malut.

Pemerintah daerah di Malut memberi peluang seluas-luasnya kepada investor yang ingin mengembangkan ternak sapi di daerah ini, terutama yang menerapkan pola kemitraan dengan masyarakat, agar di satu sisi investor meraih keuntungan dan di sisi lain masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Belakangan ini banyak pengusaha sapi dari luar provinsi yang datang membeli sapi di Malut langsung ke peternak sapi, yang oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Sapi dan Kerbau (Apsau) Malut Ibrahim, dinilai sebagai ancaman bagi kelangsungan usaha para pengusaha sapi dan pedagang daging sapi di daerah ini.

Para pengusaha sapi dan pedagang daging sapi di Malut sebelumnya bisa membeli sapi kepada peternak sapi dengan harga Rp7 jutaan per ekor, tetapi sejak adanya pengusaha sapi dari luar Malut yang membeli langsung kepada peternak sapi, harganya telah naik menjadi minimal Rp8 jutaan per ekor. Bahkan, untuk sapi kurban bisa mencapai Rp10 juta per ekor.

Dengan naiknya harga sapi seperti itu, para pengusaha sapi dan pedagang daging sapi di Malut harus menaikkan harga jual. Untuk daging sapi, misalnya, yang semula Rp110 ribu per kg menjadi minimal Rp120 ribu per kg, itu pun hanya mendapatkan keuntungan sedikit.

Baca juga: Artikel - Kisah bidan ternak babi di Sumba Barat Daya

Oleh karena itu Apsau Malut mengharapkan kepada pemda di Malut untuk mengeluarkan larangan kepada pengusaha dari luar Malut untuk membeli langsung kepada peternak sapi, agar para pengusaha dan pedagang daging sapi di daerah ini tetap eksis, di sisi lain masyarakat mendapatkan harga daging sapi yang terjangkau.

Baca juga: Artikel - Menahan laju penyebaran virus ASF di NTT

Namun, bagi para peternak sapi di Malut justru merasa diuntungkan dengan adanya pengusaha sapi dari luar Malut yang membeli langsung kepada peternak sapi karena tidak lagi hanya bergantung kepada para pengusaha sapi dan pedagang daging sapi di Malut ketika akan menjual ternak sapi. Lebih dari itu, harga sapi menjadi lebih tinggi.

Semakin tingginya harga sapi mendorong masyarakat Malut kian bergairah memelihara ternak sapi sebagian usaha sambilan.

Kelak, Maluku Utara tidak hanya dikenal sebagai pemasok rempah, tetapi juga penghasil sapi potong dan sapi kurban di Indonesia.


Editor: Achmad Zaenal M


 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjadikan Malut pemasok sapi di Indonesia timur

Pewarta : Abdul Fatah
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024