Tambolaka, NTT (AntaraNews NTT) - Kepala Sekolah SMP Kristen Tambolaka, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Stefanus Bulu Laka (51) rupanya lebih dikenal luas oleh masyarakat Desa Kabali Dana, Kecamatan Wewewa Barat sebagai "bidan babi".
Pasalnya, saban hari Stefanus selalu memikul timbangan keliling desa untuk mengunjungi rumah-rumah penduduk yang memiliki ternak babi untuk mengukur berat badan hewan tersebut.
Selain mengunjungi peternak babi binaannya pada empat desa di Kecamatan Wewewa Barat, Stefanus juga membuka posyandu khusus ternak babi di teras rumahnya di Desa Kabali Dana, sekitar 15 km dari Kota Weetabula.
Stefanus juga memiliki keahlian khusus yakni bisa mengebiri babi dan menyuntik vitamin ke ternak babi, dan kini sedang berlatif untuk menjadi vaksinator desa.
Kepada wartawan dikediamannya di Desa Kabali Dana, Stefanus mengakui dirinya selalu dipanggil dengan nama bidan babi oleh masyarakat empat desa yakni Desa Langgalete, Watu Lambor, Lua Kaba dan Desa Kabali Dana.
Menurut dia, pekerjaan sampingan sebagai 'bidang babi' yang dirintis sejak Juli 2017 lalu itu, setelah dirinya bertemu dengan para petugas dari Promoting Rural Income through Support for Markets in Agriculture (PRISMA) pada Juni 2017.
Prisma merupakan program multi-tahun di bawah Australia-Indonesaia Partnership for Rural Economic Develoment (AIP-Rural).
Baca juga: Seluruh Sumba sudah sepakat cegah Hog Cholera
Pendiri Posyandu Babi di Sumba Barat Daya, Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur Stefanus Bulu Laka (kiri) bersama sang istri. (ANTARA Foto/Bernadus Tokan)
Program yang di mulai sejak 2013 di lima provinsi yakni Jawa Timur, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat itu untuk mendukung strategi pembangunan Pemerintah Indonesia dalam mempercepat pengentasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
"Saat itu, para petugas dari Prisma memfasilitasi saya bertemu dengan orang dari PT Malindo Feedmil, Gresik, Jawa Timur, sebuah perusahan yang memproduksi pakan ternak," katanya.
Perusahan itu kemudian mempercayakan dirinya untuk menjadi sub agen penjualan pakan ternak babi di desanya.
Namun sebelum memasarkan pakan tersebut kepada para petani peternak di desanya, Stefanus menggunakan terlebih dahulu pakan untuk memastikan bahwa pakan yang digunakan ini benar-benar memberikan dampak lebih baik terhadap pertumbuhan ternak babi dari pakan lokal.
Setelah mencoba pakan tersebut, berat badan babi miliknya bertambah 700 gram per hari, dan waktu pemeliharaanpun lebih pendek yakni hanya 6-7 bulan dari sebelumnya 3-3,5 tahun dengan menggunakan pakal lokal seperti dedak padai.
Selain jangka waktu pemeliharaan lebih lama, harga jual babipun lebih murah yakni berkisar Rp5-6 juta per ekor. "Saya pernah menjual babi dengan harga Rp12 juta per ekor," kata ayah empat anak itu.
Karena itu, dia menyarankan kepada petani agar beralih menggunakan pakan ternak yang berkualitas untuk mencapai percepatan pertumbuhan babi yang optimal dalam waktu singkat, dan harga jualpun lebih tinggi.
Namun, tidak ada satupun peternak di desanya yang menerima saran darinya untuk segera beralih dari pakan lokal ke pakan pabrik, karena selain harga pakan yang, petani juga harus menyiapkan kandang yang lebih baik untuk menjaga kesehatan babi.
Baca juga: SBD datangkan 4.800 ekor babi/tahun dari Lombok
Usaha peternakan babi
Stefanus tidak kehilangan akal. Dia mulai memutar otak dan memikirkan cara baru untuk bisa memasarkan pakan ternak babi yang sudah dipercayakan kepadanya.
Ia kemudian menggagas dua kelompok arisan yakni kelompok arisan pakan ternak dan arisan kandang babi. Setiap kelompok arisan beranggotakan lima orang. Setiap pekan anggota kelompok bergotong royong mengerjakan dua sampai tiga kandang babi.
Setelah semua anggota kelompok memiliki kandang yang baik, anggota kelompok melanjutkan dengan arisan pakan. Arisan pakan ini mulai dari dua kilogram per minggu, dan saat ini sudah bertambah menjadi 10 kilogram per minggu.
Menurut dia, untuk meyakinkan para peternak bahwa pakan yang digunakan itu benar-benar memberikan pertumbuhan berat badan babi dengan cepat, maka setiap hari setelah pulang dari sekolah dirinya berkeliling desa menimbang babi untuk mengukur berat badan.
Itulah sebabnya, masyarakat selalu memanggil dirinya sebagai bidan babi. "Jadi biasanya kami timbang sama-sama untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan babi. Saya juga memberikan suntikan vitamin dengan biaya Rp10.000, dan mengebiri babi secara cuma-cuma. Masyarakat menjadi senang," katanya.
Saat ini, jumlah kelompok arisan ternak babi dan arisan kandang babi sudah mencapai 96 kelomopok dengan anggota ratusan orang. Dari anggota kelompok arisan ini, Stefanus sudah bisa menjual 5-6 ton pakan per bulan.
Baca juga: Peternak babi mengaku sukses berkat Prisma
Usaha peternakan babi
"Kendalanya, terkadang distribusi pakan terlambat, apalagi dalam kondisi cuaca yang kurang baik," katanya.
Kini Stefanus tidak hanya mendapat tambahan penghasilan dari menjual babi piarannya, tetapi juga mendapat keuntungan dari menjual pakan babi sebagai sub agen.
Walaupun dari hasil menjual ternak dan pakan babi telah memberikan tambahan penghasilan puluhan juta per bulan, Stefanus tetap ingin mengabdikan diri sebagai guru. Bahkan kini ia mendirikan sekolah PAUD di rumahnya untuk mendidik anak-anak di desa itu tiga kali sepekan.
Karena itu, dia secara khusus menyampaikan terimakasih kepada Prisma yang telah memberikan kemudahan akses pakan dengan PT. Melindo untuk peternak babi di Sumba Barat Daya.
Prisma merupakan program multi-tahun dibawah Australia-Indonesaia Partnership for Rural Economic Develoment (AIP-Rural).
Kepala Unit Komunikasi AIP-Rural, Muhammad Karim Wirasaputra menjelaskan, kondisi riil di NTT, peternak berpendapatan rendah akibat produktivitas rendah karena kualitas bibit rendah dan kualitas pakan rendah.
Selain itu, pengetahuan terkait kesehatan hewan terbatas dan keterbatasan teknik beternak.
Karena itu, Prisma memfasilitasi agar akses petani peternak ke bibit ternak dan pakan yang berkualitas serta informasi yang tepat tentang cara beternak babi yang baik, dan secara otomatis akan meningkatkan pendapatan petani secara berkelanjutan.
Baca juga: Populasi ternak babi NTT tertinggi di Indonesia
Stefanus Bulu Laka (kanan) sedang menimbang anakan babi dalam kegiatan pos pelayanan terpadu (Posyandu) di Sumba Barat Daya, Pulau Sumba, NTT. (ANTARA Foto/Bernadus Tokan)
Pasalnya, saban hari Stefanus selalu memikul timbangan keliling desa untuk mengunjungi rumah-rumah penduduk yang memiliki ternak babi untuk mengukur berat badan hewan tersebut.
Selain mengunjungi peternak babi binaannya pada empat desa di Kecamatan Wewewa Barat, Stefanus juga membuka posyandu khusus ternak babi di teras rumahnya di Desa Kabali Dana, sekitar 15 km dari Kota Weetabula.
Stefanus juga memiliki keahlian khusus yakni bisa mengebiri babi dan menyuntik vitamin ke ternak babi, dan kini sedang berlatif untuk menjadi vaksinator desa.
Kepada wartawan dikediamannya di Desa Kabali Dana, Stefanus mengakui dirinya selalu dipanggil dengan nama bidan babi oleh masyarakat empat desa yakni Desa Langgalete, Watu Lambor, Lua Kaba dan Desa Kabali Dana.
Menurut dia, pekerjaan sampingan sebagai 'bidang babi' yang dirintis sejak Juli 2017 lalu itu, setelah dirinya bertemu dengan para petugas dari Promoting Rural Income through Support for Markets in Agriculture (PRISMA) pada Juni 2017.
Prisma merupakan program multi-tahun di bawah Australia-Indonesaia Partnership for Rural Economic Develoment (AIP-Rural).
Baca juga: Seluruh Sumba sudah sepakat cegah Hog Cholera
"Saat itu, para petugas dari Prisma memfasilitasi saya bertemu dengan orang dari PT Malindo Feedmil, Gresik, Jawa Timur, sebuah perusahan yang memproduksi pakan ternak," katanya.
Perusahan itu kemudian mempercayakan dirinya untuk menjadi sub agen penjualan pakan ternak babi di desanya.
Namun sebelum memasarkan pakan tersebut kepada para petani peternak di desanya, Stefanus menggunakan terlebih dahulu pakan untuk memastikan bahwa pakan yang digunakan ini benar-benar memberikan dampak lebih baik terhadap pertumbuhan ternak babi dari pakan lokal.
Setelah mencoba pakan tersebut, berat badan babi miliknya bertambah 700 gram per hari, dan waktu pemeliharaanpun lebih pendek yakni hanya 6-7 bulan dari sebelumnya 3-3,5 tahun dengan menggunakan pakal lokal seperti dedak padai.
Selain jangka waktu pemeliharaan lebih lama, harga jual babipun lebih murah yakni berkisar Rp5-6 juta per ekor. "Saya pernah menjual babi dengan harga Rp12 juta per ekor," kata ayah empat anak itu.
Karena itu, dia menyarankan kepada petani agar beralih menggunakan pakan ternak yang berkualitas untuk mencapai percepatan pertumbuhan babi yang optimal dalam waktu singkat, dan harga jualpun lebih tinggi.
Namun, tidak ada satupun peternak di desanya yang menerima saran darinya untuk segera beralih dari pakan lokal ke pakan pabrik, karena selain harga pakan yang, petani juga harus menyiapkan kandang yang lebih baik untuk menjaga kesehatan babi.
Baca juga: SBD datangkan 4.800 ekor babi/tahun dari Lombok
Ia kemudian menggagas dua kelompok arisan yakni kelompok arisan pakan ternak dan arisan kandang babi. Setiap kelompok arisan beranggotakan lima orang. Setiap pekan anggota kelompok bergotong royong mengerjakan dua sampai tiga kandang babi.
Setelah semua anggota kelompok memiliki kandang yang baik, anggota kelompok melanjutkan dengan arisan pakan. Arisan pakan ini mulai dari dua kilogram per minggu, dan saat ini sudah bertambah menjadi 10 kilogram per minggu.
Menurut dia, untuk meyakinkan para peternak bahwa pakan yang digunakan itu benar-benar memberikan pertumbuhan berat badan babi dengan cepat, maka setiap hari setelah pulang dari sekolah dirinya berkeliling desa menimbang babi untuk mengukur berat badan.
Itulah sebabnya, masyarakat selalu memanggil dirinya sebagai bidan babi. "Jadi biasanya kami timbang sama-sama untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan babi. Saya juga memberikan suntikan vitamin dengan biaya Rp10.000, dan mengebiri babi secara cuma-cuma. Masyarakat menjadi senang," katanya.
Saat ini, jumlah kelompok arisan ternak babi dan arisan kandang babi sudah mencapai 96 kelomopok dengan anggota ratusan orang. Dari anggota kelompok arisan ini, Stefanus sudah bisa menjual 5-6 ton pakan per bulan.
Baca juga: Peternak babi mengaku sukses berkat Prisma
Kini Stefanus tidak hanya mendapat tambahan penghasilan dari menjual babi piarannya, tetapi juga mendapat keuntungan dari menjual pakan babi sebagai sub agen.
Walaupun dari hasil menjual ternak dan pakan babi telah memberikan tambahan penghasilan puluhan juta per bulan, Stefanus tetap ingin mengabdikan diri sebagai guru. Bahkan kini ia mendirikan sekolah PAUD di rumahnya untuk mendidik anak-anak di desa itu tiga kali sepekan.
Karena itu, dia secara khusus menyampaikan terimakasih kepada Prisma yang telah memberikan kemudahan akses pakan dengan PT. Melindo untuk peternak babi di Sumba Barat Daya.
Prisma merupakan program multi-tahun dibawah Australia-Indonesaia Partnership for Rural Economic Develoment (AIP-Rural).
Kepala Unit Komunikasi AIP-Rural, Muhammad Karim Wirasaputra menjelaskan, kondisi riil di NTT, peternak berpendapatan rendah akibat produktivitas rendah karena kualitas bibit rendah dan kualitas pakan rendah.
Selain itu, pengetahuan terkait kesehatan hewan terbatas dan keterbatasan teknik beternak.
Karena itu, Prisma memfasilitasi agar akses petani peternak ke bibit ternak dan pakan yang berkualitas serta informasi yang tepat tentang cara beternak babi yang baik, dan secara otomatis akan meningkatkan pendapatan petani secara berkelanjutan.
Baca juga: Populasi ternak babi NTT tertinggi di Indonesia