Larantuka (ANTARA) - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Darius Beda Daton mengatakan penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di NTT belum berjalan efektif karena penyebaran sekolah yang tidak merata di setiap wilayah.
"Sistem zonasi kita di NTT belum efektif karena tidak setiap kecamatan memiliki SMA sehingga menjadi soal tersendiri," katanya ketika dihubungi dari Larantuka, Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, Rabu, (14/6/2023).
Beda Daton mengatakan, bagi kota/kabupaten yang tidak padat, jumlah siswa kelulusan SMP bisa tertampung di SMA. Tetapi seperti di Kota Kupang menjadi persoalan tersendiri karena beberapa kecamatan belum ada SMA sehingga calon siswa harus ke kecamatan lain.
Ia mencontohkan, SMAN I Kota Kupang di wilayah Oetete memiliki zonasi 1 meliputi 20-an kelurahan termasuk di wilayah Batuplat, Bakunase karena di sana tidak ada SMA.
"Jadi penyebaran sekolah belum merata, akan menjadi persoalan tersendiri karena daya tampung sekolah maksimal 12 kelas dengan jumlah siswa per kelas 36 orang. Dan jika jumlah siswa melebihi kapasitas dan tak mau ke sekolah swasta maka jadi persoalan juga," katanya.
Lebih lanjut, Beda Daton mengatakan dalam rangka menghilangkan stigma sekolah favorit, sistem zonasi ini dibuat untuk pemerataan siswa pada sekolah terdekat dari rumahnya.
Namun, kata dia, pra-syaratnya, sekolah harus ada di semua kecamatan sehingga pihaknya berharap pemerintah daerah memfasilitasi terbangunnya SMA negeri secara merata di kecamatan.
Apabila dalam jangka pendek belum bisa direalisasikan karena keterbatasan anggaran dan lainnya, kata dia, maka pemerintah daerah perlu memfasilitasi terpenuhinya standar sekolah swasta yang sudah ada (guru, sarana prasarana, dana bantuan operasional sekolah) agar standarnya sama dengan sekolah negeri.
"Dengan demikian tidak ada lagi alasan tidak mau masuk di sekolah tertentu karena tidak bermutu dan lain-lain," demikian Beda Daton.
Baca juga: Pemkot Kupang perkecil kebijakan PPDB berbasis zonasi sampai tingkat RT
Baca juga: Ombudsman NTT harap sekolah patuhi jumlah rombel saat PPDB 2023
"Sistem zonasi kita di NTT belum efektif karena tidak setiap kecamatan memiliki SMA sehingga menjadi soal tersendiri," katanya ketika dihubungi dari Larantuka, Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, Rabu, (14/6/2023).
Beda Daton mengatakan, bagi kota/kabupaten yang tidak padat, jumlah siswa kelulusan SMP bisa tertampung di SMA. Tetapi seperti di Kota Kupang menjadi persoalan tersendiri karena beberapa kecamatan belum ada SMA sehingga calon siswa harus ke kecamatan lain.
Ia mencontohkan, SMAN I Kota Kupang di wilayah Oetete memiliki zonasi 1 meliputi 20-an kelurahan termasuk di wilayah Batuplat, Bakunase karena di sana tidak ada SMA.
"Jadi penyebaran sekolah belum merata, akan menjadi persoalan tersendiri karena daya tampung sekolah maksimal 12 kelas dengan jumlah siswa per kelas 36 orang. Dan jika jumlah siswa melebihi kapasitas dan tak mau ke sekolah swasta maka jadi persoalan juga," katanya.
Lebih lanjut, Beda Daton mengatakan dalam rangka menghilangkan stigma sekolah favorit, sistem zonasi ini dibuat untuk pemerataan siswa pada sekolah terdekat dari rumahnya.
Namun, kata dia, pra-syaratnya, sekolah harus ada di semua kecamatan sehingga pihaknya berharap pemerintah daerah memfasilitasi terbangunnya SMA negeri secara merata di kecamatan.
Apabila dalam jangka pendek belum bisa direalisasikan karena keterbatasan anggaran dan lainnya, kata dia, maka pemerintah daerah perlu memfasilitasi terpenuhinya standar sekolah swasta yang sudah ada (guru, sarana prasarana, dana bantuan operasional sekolah) agar standarnya sama dengan sekolah negeri.
"Dengan demikian tidak ada lagi alasan tidak mau masuk di sekolah tertentu karena tidak bermutu dan lain-lain," demikian Beda Daton.
Baca juga: Pemkot Kupang perkecil kebijakan PPDB berbasis zonasi sampai tingkat RT
Baca juga: Ombudsman NTT harap sekolah patuhi jumlah rombel saat PPDB 2023