Kupang (ANTARA) - Tim penyidik Polres Alor, Polda Nusa Tenggara Timur, menetapkan MES seorang oknum mahasiswa asal Kabupaten Alor sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Wakapolres Alor Kompol Jamaludin dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Kupang, Selasa, (4/7/2023) malam, usai menggelar konferensi pers mengatakan bahwa MES dijadikan tersangka karena diduga sebagai pelaku merekrut dan menyalurkan dua orang korban tenaga kerja ilegal atau non prosedural asal kabupaten Alor yang diberangkatkan ke Provinsi Jambi.
Dia menjelaskan kasus dugaan TPPO tersebut terungkap bermula ketika dua korban, WPK (19) dan MJD (18), tergiur dengan salah satu postingan lowongan pekerjaan di media sosial melalui akun Elga Vina.
Postingan lowongan kerja tersebut menawarkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dan karyawan toko dengan gaji Rp1,8 juta di Jambi. Lalu dua orang korban itu menghubungi pemilik akun media sosial tersebut melalui pesan pribadi.
Setelah berkomunikasi, kata Wakapolres, pemilik akun Elga Vina mengirimkan uang akomodasi sebesar Rp300 ribu kepada dua korban itu melalui rekening atas nama Yumina Lodia Mobuti.
"Setelah uang akomodasi keberangkatan dikirim oleh pemilik akun Elga VINA, kedua korban berangkat ke Kupang tanpa sepengetahuan keluarga atau orang tua mereka. Dan di Kupang, mereka dijemput oleh pemilik akun Elga Vina yang ternyata bernama MES (20),” ujarnya.
Korban kemudian diberangkatkan ke Jambi dan langsung dipekerjakan sebagai karyawan toko furniture dan pembantu rumah tangga. Orang tua kedua korban setelah mengetahui anaknya tidak pernah muncul lalu mencari informasi dan mendapati informasi bahwa keduanya telah berada di Jambi dan langsung melaporkan ke aparat kepolisian.
Tim penyidik Reskrim Polres Alor kemudian menyelidiki dengan mengumpulkan informasi terkait kasus tersebut bahwa kedua korban telah dipekerjakan di Jambi, dan alamat tempat kerja mereka sudah diketahui oleh penyidik.
Usai mengetahui keberadaan para korban, polisi kemudian menjemput dan memeriksa beberapa saksi terkait perekrutan tersebut. Dari hasil pemeriksaan tersebut, didapatkan identitas tersangka MES (30) sebagai perekrut dan penyalur pekerja ilegal itu.
Alamat rumah tersangka MES berada di Desa Wekmidar, Kecamatan Rehat, Kabupaten Malaka, NTT. Tanpa menunggu lama, penyidik Polres Alor segera mendatangi alamat rumah tersangka MES (30) dan membawanya ke Polres Alor untuk dilakukan penyidikan.
Baca juga: Praktisi minta Kepolisian di NTT terus gencar berantas kasus TPPO
“Dari hasil penyidikan Satuan Reskrim Polres Alor diketahui penyaluran kedua korban ke Jambi yang dilakukan tersangka MES melalui jalur ilegal karena agen penyalur tersebut tidak ada surat-surat pendukung untuk melegalkan agen tersebut mengirimkan pekerja,” ujar dia.
Baca juga: Kapolda NTT ajak personelnya aktif berantas TPPO
Menurut Wakapolres, atas perbuatan tersangka MES dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) Pasal 76E Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang, jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun.
Wakapolres Alor Kompol Jamaludin dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Kupang, Selasa, (4/7/2023) malam, usai menggelar konferensi pers mengatakan bahwa MES dijadikan tersangka karena diduga sebagai pelaku merekrut dan menyalurkan dua orang korban tenaga kerja ilegal atau non prosedural asal kabupaten Alor yang diberangkatkan ke Provinsi Jambi.
Dia menjelaskan kasus dugaan TPPO tersebut terungkap bermula ketika dua korban, WPK (19) dan MJD (18), tergiur dengan salah satu postingan lowongan pekerjaan di media sosial melalui akun Elga Vina.
Postingan lowongan kerja tersebut menawarkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dan karyawan toko dengan gaji Rp1,8 juta di Jambi. Lalu dua orang korban itu menghubungi pemilik akun media sosial tersebut melalui pesan pribadi.
Setelah berkomunikasi, kata Wakapolres, pemilik akun Elga Vina mengirimkan uang akomodasi sebesar Rp300 ribu kepada dua korban itu melalui rekening atas nama Yumina Lodia Mobuti.
"Setelah uang akomodasi keberangkatan dikirim oleh pemilik akun Elga VINA, kedua korban berangkat ke Kupang tanpa sepengetahuan keluarga atau orang tua mereka. Dan di Kupang, mereka dijemput oleh pemilik akun Elga Vina yang ternyata bernama MES (20),” ujarnya.
Korban kemudian diberangkatkan ke Jambi dan langsung dipekerjakan sebagai karyawan toko furniture dan pembantu rumah tangga. Orang tua kedua korban setelah mengetahui anaknya tidak pernah muncul lalu mencari informasi dan mendapati informasi bahwa keduanya telah berada di Jambi dan langsung melaporkan ke aparat kepolisian.
Tim penyidik Reskrim Polres Alor kemudian menyelidiki dengan mengumpulkan informasi terkait kasus tersebut bahwa kedua korban telah dipekerjakan di Jambi, dan alamat tempat kerja mereka sudah diketahui oleh penyidik.
Usai mengetahui keberadaan para korban, polisi kemudian menjemput dan memeriksa beberapa saksi terkait perekrutan tersebut. Dari hasil pemeriksaan tersebut, didapatkan identitas tersangka MES (30) sebagai perekrut dan penyalur pekerja ilegal itu.
Alamat rumah tersangka MES berada di Desa Wekmidar, Kecamatan Rehat, Kabupaten Malaka, NTT. Tanpa menunggu lama, penyidik Polres Alor segera mendatangi alamat rumah tersangka MES (30) dan membawanya ke Polres Alor untuk dilakukan penyidikan.
Baca juga: Praktisi minta Kepolisian di NTT terus gencar berantas kasus TPPO
“Dari hasil penyidikan Satuan Reskrim Polres Alor diketahui penyaluran kedua korban ke Jambi yang dilakukan tersangka MES melalui jalur ilegal karena agen penyalur tersebut tidak ada surat-surat pendukung untuk melegalkan agen tersebut mengirimkan pekerja,” ujar dia.
Baca juga: Kapolda NTT ajak personelnya aktif berantas TPPO
Menurut Wakapolres, atas perbuatan tersangka MES dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) Pasal 76E Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang, jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun.