Lebak (ANTARA) -
Pagi itu, puluhan remaja putri hingga dewasa menenun di amben rumah yang terbuat dari bambu dan kayu serta atap rumbia. Mereka tekun menenun dari pagi sampai sore.

Kesibukan menenun itu terlihat di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, yang merupakan permukiman masyarakat adat Badui.

Tangan-tangan perajin tenun itu cukup terampil melilitkan benang dengan alat manual yang digerakkan oleh tangan dan kaki.

Selembar demi selembar kain tenun itu rampung setelah 3 hari dikerjakan dengan ukuran panjang 2,5 meter dan lebar 2 meter.

Selama ini, menenun di permukiman kampung adat itu memang menjadikan andalan ekonomi masyarakat Badui.

Adapun harga kain tenun dijual bervariasi,  tergantung jenis dan motif, mulai Rp150 ribu hingga Rp700 ribu per lembar.

Para perempuan Badui yang menenun itu wujud membantu pendapatan ekonomi suami, yang rata-rata bekerja di sektor pertanian ladang.

Neng (45), perajin di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, mengaku
bisa menyelesaikan tiga potong kain tenun dengan pendapatan mencapai Rp3 juta/pekan.

Tenun itu dijual sendiri melalui jejaring sosial di media sosial hingga lokapasar (markerplace)  yang pembelinya dari berbagai daerah di Tanah Air.

Para perajin juga  menjual karyanya di bale-bale rumah mereka sendiri dengan mengandalkan pembeli dari kalangan wisatawan yang mengunjungi permukiman Badui.

Kebanyakan pembeli produksi kerajinan tenun itu para wisatawan yang datang ke kampung itu, termasuk wisatawan mancanegara.

Neng mengaku selama tiga pekan terakhir ini kewalahan melayani permintaan wisatawan bersamaan dengan datangnya masa liburan sekolah.

Munah (45), perajin lainnya, mengaku menjual produk tenun kepada penampung setempat. Apalagi, belakangan ini banyak wisatawan ke kawasan Badui, terutama pada akhir pekan.

Ia mengaku bisa menyelesaikan enam potong/pekan dengan penghasilan mencapai Rp2,5 juta/pekan.

Munah menenun bersama anaknya. Ia sudah menjalani usaha kerajinan itu selama 12 tahun dan hasilnya membantu pendapatan keluarga.

Sarnati (40), perajin tenun, mengaku kini banyak pesanan dari pedagang besar sehingga untuk memenuhinya ia mengerjakan bersama anak.

Selama sepekan ia bisa menyelesaikannya enam potong tenun dengan pendapatan Rp1,2 juta. Harga kain tenunnya Rp200 ribu/potong.

Bagi warga Badui, penghasilan dari menenun itu merupakan salah satu andalan ekonomi keluarga Badui, selain pertanian ladang.

Namun, penghasilan dari pertanian ladang itu tidak menentu karena kadang tanaman terserang penyakit sehingga tidak menghasilkan.

Oleh karena itu, Sarnati bersama dua anak yang sudah remaja serta suami, mengandalkan ekonomi keluarga dari hasil menenun.

Ambu Silvi (45), perajin, bersama anaknya memproduksi tenun dijual sendiri melalui media sosial. Penjualan secara daring itu dinilai lebih  menguntungkan dibandingkan dijual ke penampung warga setempat.

Bahkan, penjualan secara online bisa mencapai delapan potong dan menghasilkan Rp3,5 juta/pekan.

Pendapatan itu menjadi andalan ekonomi keluarga sehingga bisa menyisakan untuk membeli perhiasan.

Sebagai catatan, masyarakat Badui dilarang memiliki rumah permanen, perabotan rumah tangga, dan kendaraan sehingga sisa pendapatan bisa untuk membeli perhiasan.


Promosi
Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Abdul Waseh mengatakan pihaknya bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) dan para pihak lainnya membantu mempromosikan tenun Badui untuk meningkatkan pendapatan mereka.

Keunggulan kain tenun Badui itu banyak corak warna dan motif, di antaranya poleng hideung, poleng paul, mursadam, pepetikan, kacang herang, maghrib, capit hurang, susuatan, suat songket, dan semata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka).

Selain itu juga ada motif adu mancung serta motif aros, yang terdiri atas aros awi gede, kembang saka, kembang cikur, dan aros anggeus.

Untuk itu, pihaknya gencar mempromosikan  produk UMKM masyarakat adat Badui melalui pameran-pameran, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat maupun Provinsi Banten.

Selain itu, dalam pameran di luar daerah, produk mereka juga diikutsertakan, seperti pameran Investment, Trade, & Tourism (ITT) dan Pekan Raya Jakarta, bahkan promosi ke luar negeri.

Melalui promosi itu maka pemasaran produk-produk tenun Badui bisa menjangkau sasaran lebih luas dan dikenal masyarakat sehingga mendongkrak omzet.

Pemerintah Kabupaten Lebak juga melakukan pembinaan dan pelatihan digitalisasi terhadap perajin tenun masyarakat Badui.

Pemasaran secara daring dinilai cukup membantu peningkatan penjualan produk kerajinan masyarakat adat itu. Saat ini, produksi tenun Badui sebagian besar sudah masuk ke ekosistem digital.

Kerajinan tenun Badui bisa menggulirkan uang sekitar dua sampai tiga miliar rupiah per tahun  sehingga menyumbang ekonomi masyarakat adat setempat.

Pemerintah daerah kini tengah melakukan pendataan perajin tenun Badui di pedalaman Kabupaten Lebak. Sebelum Pandemi COVID-19 tercatat sekitar 2.000 unit usaha.

Petugas pendataan melakukan pencatatan usaha kerajinan masyarakat Badui yang tersebar di 68 perkampungan.

"Kami berharap tenun Badui tumbuh dan berkembang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat," katanya.


Warisan budaya
Waseh mengatakan tenun Badui salah satu warisan budaya Indonesia yang menjadi identitas leluhur, seperti tenun songket, ulos, hingga ikat yang namanya sudah mendunia.

Kain tenun Badui terbilang unik karena merupakan kearifan lokal masyarakat Badui. Selain itu juga ada unsur ajaran kedisiplinan bagi anak-anak perempuan Badui sejak kecil lahir.

Kedisiplinan itu juga tercermin dari kebiasaan menenun yang dilakukan para nenek moyang mereka.

Dengan menenun, anak perempuan di Badui berupaya melestarikan aturan adat yang mereka dapatkan secara turun-temurun hingga terus ke anak cucu.

"Perempuan Badui itu wajib memiliki keterampilan menenun karena bisa menghasilkan pendapatan," katanya.

Pemerintah daerah sejauh ini terus berupaya mengembangkan warisan budaya Badui dengan memberikan peralatan manual untuk produksi kerajinan tenun.

Di samping itu, perempuan Badui juga dapat melestarikan kain tenun sebagai filosofi adat masyarakat Badui yang berpegang teguh menjaga alam di kawasan Gunung Kendeng.

"Kain tenun dapat mengangkat motif dan jenis itu sebagai simbol kecintaan terhadap hutan dan alam," ucapnya.


Mendunia
Ketua Dekranasda Kabupaten Lebak Farid Darmawan menyatakan pihaknya mempromosikan kain tenun Badui ke dunia guna meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat suku terasing di Provinsi Banten.

Promosi  itu menggandeng Kemenparekraf   dan kalangan pengusaha. Pada Februari 2023, Dekranasda mempromosikan produk UMKM Lebak, termasuk kain tenun Badui, ke sejumlah negara di Eropa.

Selama ini kain tenun masyarakat Badui bisa digunakan sehari-hari, dalam cuaca dingin maupun panas.

Kain tenun Badui memiliki motif bergaris dua atau tiga garis yang menggambarkan kehidupan sederhana, namun mencintai pelestarian alam dan Tuhan Yang Maha Esa.

Saat ini, kain tenun Badui sudah menyebar hingga di Inggris, Rusia, dan Jerman meski penjualannya masih sedikit.


Pelatihan membatik

Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan kaum perempuan Badui juga dilatih membatik sebagai bekal kemandirian mereka dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Pelatihan membatik motif shibori karena motif ini digemari kaum perempuan. Jumlah peserta  mencapai 300 orang.

Peserta itu berasal dari berbagai organisasi perempuan dan ibu rumah tangga yang memiliki jiwa kewirausahaan, termasuk perajin Badui.

Pelatihan membatik motif shibori  dilaksanakan pada 3--6 Juli 2023 dengan instruktur dari Pekalongan, Jawa Tengah.

Baca juga: Artikel - Menjajal wisata halal di Pulau Dewata, Bali

Motif batik shibori dengan teknik celup aneka warna alami. "Peserta pelatihan membatik itu dapat memiliki keterampilan dan kemandirian ekonomi," kata Iti.

Kaum perempuan, sebut Iti, harus memiliki  ketrampilan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi keluarga sehingga mampu mengatasi kemiskinan dan pengangguran.

Baca juga: Artikel - Memutus lingkaran setan pemulangan pekerja migran ilegal

Pemerintah daerah juga mengapresiasi ribuan kaum perempuan di Kabupaten Lebak menjadi pelaku ekonomi keluarga dengan membatik itu.

Selama ini, ekonomi kreatif daerah ini menyumbang pendapatan ekonomi cukup besar sehingga dapat mengatasi kemiskinan ekstrem.

Oleh karena itu Bupati meyakini Lebak bisa nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024 dengan meningkatkan pendapatan ekonomi kreatif ini.




 

 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Tenun kaum perempuan Badui menopang ekonomi masyarakat adat

Pewarta : Mansyur suryana
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024